Bagian satu || Ayah

19 0 1
                                    

     Bagi para orang tua, anak merupakan titipan para orangtua yang harus dijaga. Dan Gori membenarkan pendapat itu. Kesedihan mendalam dia rasakan sejak umurnya 7 tahun. Kehilangan ayah. Bukankah itu hal yang tidak sepele?

     Saat Gori menginjak jenjang sekolah TK, Gori selalu ditemani sang ayah. Walapun ayahnya sibuk, tidak bisa dipungkiri bahwa beliau lebih menyayangi sang anak daripada pekerjaan. Mengerjakan tugas, bahkan lomba pun, Gori selalu ditemani sang ayah, rasanya sangat senang.

     Pernah dulu, Gori mengikuti lomba menggambar dengan ditemani oleh ayahnya. Beliau terus berbicara, "Menang atau kalahnya kamu, itu wajar. Bukankah semua orang mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing?" Dan sampai sekarang pun Gori masih selalu ingat kata-kata sang ayah.

     Pengumuman juara adalah hal yang sangat Gori tunggu-tunggu. Hingga ucapan mc membuat semangatnya kian berkobar menatap sang ayah.

     "JUARA SATU, DIMENANGKAN OLEH, GORI DARI TADIKA BUSYRO AL-KARIM!" Mendengar itu, dengan langkah sombong bak model, Gori berjalan melewati semua orang keatas panggung. Ayahnya menggelengkan kepalanya melihat kesombongan sang anak. Tapi, tunggu, bukankah gambar anaknya lebih mirip ulat bulu dibandingkan jerapah yang seharusnya dia gambar?

     Ketika Gori sudah hampir berada di atas panggung, mc berkata,

    "MOHON MAAF, GORI MENDAPATKAN JUARA PALING AKHIR,"

     "DAN JUARA PERTAMA ADALAH, FATYA KAMILA!"

     Gori menatap datar mc itu dengan kesal. Beberapa detik kemudian, matanya mengeluarkan air pertanda anak itu menangis.

     Ayahnya menghela napas berat, "Selamat Gori. Kamu menang," ucapnya diiringi kekehan gemas dari sang ayah.

     "Aku mendapat juara akhir!" Tukas Gori tidak terima. Tapi kenangan itu hingga sekarang masih Gori simpan di benaknya. Hingga, sampai sekarang dia masih merasa bodoh bahkan tertawa sendiri.

     Hari demi hari berlalu, kejadian itu sudah Gori lupakan. Fokusnya teralih pada sang ayah. Beliau akhir-akhir ini jatuh sakit, dan Gori tidak tahu menahu apa penyakit sang ayah. Sebelum berangkat sekolah, Gori selalu menyempatkan untuk menjenguk sang ayah. Anak itu selalu berusaha menyemangati ayahnya.

       Dan hari berikutnya adalah kesedihan paling abadi untuk Gori.

      Ayah tercintanya meninggal karena serangan jantung.

     Saat itu pemakaman berjalan dengan lancar. Gori masih terus menangis dengan ibunya yang berusaha menenangkannya. Namun senja, seakan ikut merasakan kesedihan Gori. Senja tidak memancarkan keindahannya pada saat itu.

     Gori belajar mengikhlaskan ayahnya. Namun, kenangan bersama ayahnya tidak akan pernah Gori lupakan. Ayahnya adalah laki-laki hebat, dan Gori ingin seperti ayahnya kelak.

     Terimakasih ayah, kenangan bersamamu tidak akan pernah aku lupakan. Terimakasih sudah menjadi matahari bagiku. Maaf aku belum bisa membuatmu bahagia. Aku mencintaimu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerpen & QuotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang