Di luar ruangan, salju turun, membungkus kastil megah Hogwarts dan sekitarnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, namun bilik asrama yang dominan memiliki warna dinding merah itu masih terlihat ramai. Ada yang membaca buku, ada yang berbincang hangat, ada yang bergosip, ada yang merenung, ada yang bertengkar kecil karena tak mau kalah dalam permainan, ada pula yang sedang menyendiri di pelataran jendela, sembari menatap hamparan salju dan langit yang semakin menggelap.
"Harry, bolehkah aku meminjam jubah tidak terlihat milikmu?"
"Boleh saja. Tapi, memangnya kau mau pergi kemana malam-malam seperti ini?"
"Hmm, ada deh. Boleh atau tidak?"
"Tentu saja boleh. Apapun akan ku lakukan untuk sahabat-sahabat terbaikku. Jubah tidak terlihatnya ku taruh di atas meja dekat lemari ku."
"Baik, aku akan mengambilnya. Terimakasih banyak Harry.." Hermione mendekap tubuh sahabatnya itu dengan gemas.
Ron menggerutu, "Paling-paling, dia ingin melihat apa yang sedang dilakukan si Ferret itu malam ini." Wajahnya ketus, kalau diibaratkan sebagai rasa, rasanya seperti buah stroberi yang belum matang.
"Ron wajahmu ketus sekali." Harry meledeknya.
"Aku sedang tidak bercanda, Harry. Dan kau, untuk apa kau menemuinya?" Hermione datang menghampiri mereka. Wajah Ron terlihat semakin ketus. Ron menunjuk Harry, lalu bergantian menunjuk Hermione.
"Sudah, kau pergi saja, biar aku yang urus." Harry menggerakkan bibirnya, memberikan kode kepada Hermione agar segera pergi.
"Terimakasih Harry.."
Harry mengangguk sembari tersenyum.
"Harry, mengapa kau tidak mencegahnya?!!"
"Ron, wajah cemburu mu ketika melihat Hermione dekat dengan Malfoy sangat terlihat jelas."
"Apa-apaan kau ini?!"
"Kau menyukai Hermione, kan?" Harry menyelidik, sekaligus meledek Ron.
"Jangan terlalu sok tahu dengan orang lain."
"Bahkan Hermione pun menyadari itu, Ron.." Harry tertawa kecil.
Ron diam. Wajahnya merah padam. Ia mengambil majalah yang ada di hadapannya, lalu membacanya-padahal ia membaca majalah itu dengan terbalik.
"Ron, majalah mu terbalik tuh."
Ron memastikan omongan Harry. Ternyata Harry benar.
"Ron, kalau kau menyukai Hermione, mengapa tidak bilang saja kalau kau menyukainya? Simpel kan?"
"Kata siapa sih aku menyukai Hermione? Jangan sok tahu dengan orang lain."
"Aku tahu dari sikapmu ke Hermione sih, Ron. Hahahahaha.."
"Menyebalkan." Ron beranjak pergi menuju kamarnya.
"Apakah sekarang kau mau menghampiri Hermione, lalu bilang padanya bahwa kau menyukainya?"
"Diamlah Harry, aku lelah mendengar omong kosong mu, lebih baik aku pergi ke kamar dan tidur."
"Baiklah. Aku masih mau di sini, mengobrol dengan adikmu."
"Dasar pamer."
Harry dan Ginny yang sedang duduk berdampingan tertawa. Ron menghiraukan. Ia pergi menuju kamarnya, lalu berbaring sebentar, tak lama, ia tertidur.
****
Hermione berjalan mengendap-endap menuju ruang Headboy dan Headgirl.
Jubah tak terlihat milik Harry akhirnya bisa berguna untuknya juga. Koridor Hogwarts benar-benar sepi, senyap, dan sedikit menakutkan. Namun, Hermione tidak peduli. Ia adalah gadis yang pemberani.
Sampailah Hermione di ruangan yang ia tuju. Ia mengucap kata sandi untuk membuka pintu tersebut. Ternyata, Draco sudah tertidur pulas di depan sofa perapian. Tubuhnya tidak memakai selimut. Ia memakai sweater tipis berwarna putih dan celana bahan berwarna hitam.
Posisinya terlihat sedang kedinginan. Lantas, Hermione mengambil selimut tebal yang ada di kamar Hermione, lalu menyelimuti Draco dengan selimut tersebut. Hermione beranjak pergi, namun Draco menahan lengannya. Wajah Hermione terlihat panik, malu, dan memerah.
"Granger, tolong jangan tinggalkan aku. Hanya kau yang mengerti tentang diriku, dan juga perasaan yang sedang ku rasakan.."
Ternyata Draco sedang melindur. Ia terlihat sangat kelelahan. Hermione tersenyum, "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Malfoy.."
Hermione menyadari sesuatu. Tangan Draco terasa sangat panas. Hermione melepas lengan Draco secara perlahan, lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi Draco. Draco jatuh sakit. Hermione segera mengambil perlengkapan untuk mengompres.
Seusai merawat Draco, Hermione pergi dengan meninggalkan sepucuk surat.
Suara burung-burung berkicauan di luar sana. Sang mentari perlahan mengintip ke jendela besar ruangan itu. Draco terbangun. Ada sebuah kain jatuh dari dahinya. Ya, itu adalah kain yang digunakan untuk mengompres dahinya.
Tubuhnya terasa sedikit lebih baik. Namun kepalanya masih terasa sedikit pusing. Draco beranjak dari duduknya, dan bersiap-siap pergi menuju Great Hall untuk sarapan, sebelum akhirnya pergi ke kelasnya.
Ia berjalan dengan pelan-pelan, sembari memegang kepalanya, hingga tak sengaja menabrak seorang gadis dari asrama yang sama dengannya-slytherin, hingga buku-buku yang gadis itu bawa berjatuhan.
"Aku minta maaf, tadi aku tidak menyadari kehadiranmu. Sekali lagi aku minta maaf." Ucap Draco seusai membantu gadis itu membereskan buku-bukunya yang berjatuhan.
Gadis itu tersenyum dan mengangguk, "Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena tadi tidak menyadari kalau kau sedang melintas."
Draco mengangguk, membalas senyumannya.
"Astoria, ayo cepatlah!!" Ucap salah seorang temannya dari jarak yang sedikit jauh."
Astoria mengangguk dan menghampiri teman-temannya.
Halo! Maaf ya kalau aku hiatus lama banget. Soalnya aku banyak tugas-tugas kuliah. Terimakasih untuk yang berkenan membaca fanfiction ini, semoga bahagia selalu(◍•ᴗ•◍)❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Patronous
FanfictionSemua nama tokoh, tempat, dan yang lainnya berasal dari JK.ROWLING