Chapter 24 - Sepakat

8.1K 540 11
                                    

"Eh? Lho?" Wajah Sam kini terlihat panik. Pasalnya saat ini air mata tiba-tiba turun deras membasahi kedua pipi istrinya itu. Dia cepat-cepat merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan. Pelan, dia mengusap air mata Hanah.

"Ada apa? Apa kamu sedang sakit?" tanya Sam. Ia berinisiatif mengulurkan telapak tangannya dan menyentuh dahi Hanah. Hmm... suhu tubuhnya normal kok.

Hanah menangis tanpa suara. Kedua matanya yang berkaca-kaca menatap kedua bola mata Sam. "Dasar jahat..." lirihnya. Seketika emosinya meluap-luap. Semakin deras air matanya keluar. Bahkan sampai menetes deras di pangkuannya.

"Jahat?" tanya Sam membeo. Ekspresinya dipenuhi kebingungan. Seolah menyadari sesuatu, kini ekspresi wajahnya berubah marah. "Apa ada seseorang yang mengganggumu?"

Sesudah berhasil mengatur napasnya yang sesenggukan akibat menangis, Hanah mengangkat telapak tangannya lalu menunjuk ke arah Sam. "Kamu yang jahat..."

"Aku?" Kini wajah Sam kembali bingung. Ada apa denganku? Kenapa Hanah menyebutku 'jahat'? Kini laki-laki itu kembali melihat Hanah mulai menangis lagi. Dengan satu gerakan, dia menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

Sementara itu, Hanah memukul dada bidang milik Sam beberapa kali. Dia berusaha melepaskan pelukan itu dengan meronta, namun usahanya gagal. Akhirnya dia hanya pasrah dan meluapkan rasa sedihnya. Perlahan, dia merasakan tangan yang mengelus punggungnya lembut. Hal itu membuat Hanah membenamkan wajahnya di dada Sam lebih dalam.

Gadis itu masih merasa kesal. Namun pertahanannya semakin runtuh akibat perlakuan lembut Sam. Ini mengingatkannya pada kejadian masa kanak-kanak mereka. Hanah ingat dirinya juga begini, menangis dengan Sam yang memeluknya erat. Laki-laki itu berusaha menghiburnya dan berharap kesedihannya sedikit berkurang.

Dalam pelukan Sam membuat Hanah merasa lebih aman. Pelukan itu juga membawa rasa tenang kembali padanya. Menghirup aroma maskulin dari parfum yang dipakai Sam juga sangat membantu meredakan emosinya. Detik demi detik, menit demi menit. Sesudah merasa cukup tenang, Hanah mendorong dada Sam. Kali ini pelukan laki-laki itu melonggar.

Sesudah memastikan Hanah kembali tenang dan berhenti menangis, Sam melepaskan pelukannya. Untung saja tempat itu sedang sepi pengunjung. Walau tetap ada beberapa pasang mata yang melihat ke arah mereka, Sam tidak terlalu mempedulikannya. Dia lebih peduli pada Hanah. Hanah lebih penting dari semua tatapan di sekitarnya. "Sudah lebih tenang?" tanya Sam.

Laki-laki itu menoleh ke arah pemilik rumah makan yang sedang duduk di meja kasir. "Saya pesan teh manis hangat ya bu, tolong segera diantar," sahutnya. Syukurlah ibu pemilik rumah makan dengan sigap menjalankan tugasnya. Tak lama, segelas teh manis hangat terhidang di meja.

"Minum dulu," kata Sam sambil menyodorkan gelas teh itu ke arah Hanah.

Hanah mengangguk lalu meminum teh itu perlahan. Rasa manis dan hangat membuat perasaannya jauh lebih baik. Dia terdiam sambil memandang ke arah gelas yang sudah dia taruh kembali di atas meja.

"Tolong ceritakan padaku. Jika aku salah, sebelumnya aku minta maaf," kata Sam. Suaranya terdengar rendah dan lembut di telinga Hanah.

Gadis itu perlahan menoleh ke arah Sam. "Kamu kenapa nggak pulang ke rumah?" tanya Hanah.

"Aku tetap pulang tetapi hanya untuk berganti baju sebelum kembali pergi ke kantor," jawab laki-laki itu. "Aku ingin memberitahumu langsung, tetapi waktunya selalu nggak tepat." Ketika dia pulang, Hanah sudah terlelap. Dia tidak tega membangunkannya tengah malam.

"Sebenarnya kamu sedang mengurus apa di kantor sampai nggak ada kabar?" Hanah kembali melontarkan pertanyaan lain yang bergelayut dalam kepalanya akhir-akhir ini. Satu per satu, dia akan mengajukan pertanyaan yang mengusik di dalam dadanya.

Secret Behind Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang