BAB 20 || Hari Santri

36.2K 4.5K 194
                                    

HAPPY READING

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT!

***

Gus Farez memanggil Arzan yang saya itu tepat berada tidak jauh dari Ndalem.

"Zan!" panggilnya. Lelaki yang dipanggil itu pun menoleh dan berjalan cepat menghampirinya.

"Dalem, Gus. Ada apa?"

"Tolong umumkan ke seluruh pengurus pesantren untuk berkumpul di kantor siang ini. Kita akan mengadakan rapat." Gus Farez mengucapkan kalimat perintah itu dengan wajah serius dan penuh wibawa. Berbeda dari biasanya yang banyak candaan saat bertemu dengan Arzan.

"Ada apa emangnya Gus. Tumben dadakan?" tanya Arzan dengan heran.

"ZAN..." balas Gus Farez dengan penuh penekanan. Laki-laki itu berusaha memperingatkan Arzan untuk tidak banyak bertanya saat ini.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, Arzan langsung berpamitan dan menjalankan perintah yang ditugaskan.

Di dalam ruangan kantor pengurus, kini semuanya sudah berkumpul. Hanya tinggal menunggu sang pemberi perintah. Tak berapa lama orang yang ditunggu-tunggu kini telah tiba. Gus Farez langsung duduk di depan memimpin jalannya rapat.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sebelumnya saya minta maaf karena telah mengadakan rapat secara dadakan seperti ini. Namun, karena ada satu hal penting yang harus saya bicarakan. Maka dari itu, saya terpaksa mengumpulkan kalian semua untuk mengadakan rapat hari ini."

"Hal penting yang ingin saya bahas yaitu mengenai hukuman yang dijalankan oleh santri yang melanggar aturan dengan melakukan pacaran. Saya ingin hukuman penyiraman air dihapuskan," ucap Gus Farez dengan tegas. Bola matanya menatap satu persatu ke anggota pengurus yang ada di dalam ruangan.

Ucapan Gus Farez tersebut sontak menimbulkan tanda tanya besar di benak para anggota pengurus.

"Alasan apa yang mendasari hukuman tersebut harus dihapuskan, Gus?" tanya Ilham selaku ketua pondok pesantren putra.

Semua mata yang semula menatap Ilham kini kembali menatap ke arah Gus Farez. Mereka menantikan jawaban yang akan keluar dari mulut laki berwajah bule tersebut.

"Alasan utamanya karena saya ingin melindungi istri saya."

"Tapi bukan berarti hanya karena Zefanya lantas hukuman yang sudah lama diterapkan itu diganti begitu saja, Gus," protes Ustazah Syifa. Semua mata orang yang ada di dalam ruangan itu tertuju ke arah Ustazah Syifa. Mereka tidak menyangka perempuan yang menjabat sebagai pengurus keamanan itu akan seberani itu untuk melayangkan protes terhadap Gus Farez.

Raut wajah Gus Farez di depan sana masih terlihat tenang meski tidak setenang biasanya. "Karena Zefanya istri saya. Dan dia adalah prioritas saya saat ini," tegasnya.

Semua nggota pengurus di dalam sana tidak menyangka kalimat penuh kasih sayang itu akan meluncur dari mulut Gus Farez. Laki-laki yang terkenal dingin dengan santri maupun ustaz/ustazah yang ada di pesantren.

"Baik, Gus. Nanti kita diskusikan lagi mengenai pengganti hukumannya," ucap Ilham.

"Kalau begitu rapat saya cukupkan. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh..."

***

Zefanya tengah meringkuk di dalam kamar. Tubuhnya masih terasa lemas akibat traumanya yang kembali menyerang di lapangan tadi. Ingatan bagaimana papahnya dulu menyiram tubuh kecilnya di dalam kamar mandi dan makian yang terus dilontarkan untuknya. Tak terasa bantal yang dipakainya kini sudah dalam keadaaan basah. Air mata yang sedari menumpuk di pelupuk matanya tak dapat dibendung lagi.

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang