Trust Me

827 36 0
                                    


"Kau harus mencoba wahana terjun bebas!"

Beomgyu itu sahabat Heeseung. Sepenuhnya tahu apa yang ia suka. Dan apa yang tak ia suka. Padahal mereka berteman sejak umur sepuluh tahun. Belum lagi keduanya tumbuh bersama di lingkungan yang sama. Satu sekolah dan satu komplek yang sama dengannya. Tapi mengapa...?

"Kau memilih dare bukan?"

Beomgyu menyeru pasti. Sambil menuding dirinya dengan jari telunjuk yang menunjuk tepat pada dadanya. Heeseung meneguk ludah berat. Jujur Heeseung takut akan ketinggian. Ia phobia akut pada ketinggian. Sangat sangat menakutkan. Ia punya traumatik yang kelam pada ketinggian. Dan sebisa mungkin ia akan sangat sangat menjaga jarak dengan ketakutannya yang satu itu.

"Apa aku bisa mendapatkan dare yang yang lain."

Beomgyu tersenyum jail. "No! Dan tidak akan pernah!"

Sungguh Heeseung ingin benar benar pergi saja saat itu juga. Ia lantas menyesali permintaan Beomgyu ikut dalam permainan ini. Beomgyu seperti puas dengan apa yang Heeseung dapatkan dari pilihannya. Merugikan bagi Heeseung. Dan dua orang di antara pemain lainnya yang jumlah anggota sekitar dua puluh tiga orang menaruh rasa puas.

"Sana! Pergilah!"

Heeseung membeku di atas pijakannya. Ia mendongak pada tempat yang menjadi tujuannya sebentar lagi. Tangannya mengepal kalut. Bibirnya di gigit ragu. Takut dan sedih sedang berbaur dalam hatinya. Haruskah ia melakukannya? Apa dia boleh pergi?

"Jangan lupa berdoa."

Beomgyu terus saja menggodanya. Sambil mendorong-dorong tubuh untuk segera menyelesaikan misi sebelum akhirnya kembali lagi dalam kumpulan orientasi mahasiswi baru yang tengah berada di bawah tanggung jawabnya.

Ini perminaan terakhir kalinya. Ia berseru pasti dalam hatinya. Heeseung berbalik badan. Ia memelas pada Beomgyu dengan penuh pilu dan memohon penuh harap. Agar dare yang ia terima di alihkan pada tantangan yang baru. Sayangnya...

"Tidak, akan pernah, kuganti!"

Heeseung mendesah pilu. Mengusak frustasi wajahnya sambil berjongkok pasrah. Ia merengek panjang dengan suara yang cukup kecil. Ia ingin lari saja rasanya. Sungguh.

Berat hati ia langkahkan kakinya menuju tujuan yang Beomgyu harapkan. Ada sepasang mata yang menggiring kepergiannya. Ada pula satu mahasiswa yang ikut membuntutinya pergi. Kata Beomgyu sebagai pedamping serta penjaganya. Katanya sih.

"Saya hanya mengantar sampai disini." Langkah keduanya berhenti tepat di depan lift yang akan membawa Heeseung naik. Ia menghela napas lagi. Kalut? Tentu! Siapa yang tidak kalut. Ini adalah ketakutan terbesarnya. Dan kini ia berhadapan untuk kedua kalinya bersamanya.

"Terima kasih banyak."

Anak baru tadi menghilang kemudian. Heeseung sudah mulai bergerak naik. Dibawa menuju final tantangannya. Heeseung memejam mata erat erat. Takut menghantui dirinya. Sangat sangat mencekik hidup serta napasnya.

Walau sampai di atas dan mulai di bantu memasang alat alatnya. Heeseung terus merapalkan doa doanya pada Tuhan serta ibu ayahnya di rumah. Ia takut. Dan ia butuh Ayah dan Ibunya kini.

"Seonbae!"

Sebuah suara tak asing menyapa indera pendengarannya. Ia cukup terkejut saat mendapati seorang mahasiswa baru yang semalam pun terlibat permainan juga dengannya. Lebih tepatnya mungkin Heeseung yang terseret masuk dalam permainan itu semalam.

Ia mendekat. Menatap sepasang mata yang sebulat kereleng penuh ketakutan. Ada genangan air mata di pelupuk matanya Heeseung yang mungkin akan bobol jika ia terlambat datang.

"Mau saya temani"

Heeseung cengo. Di temani? Ke..?

"Saya akan terjun bebas dengan anda."

Heeseung memekik kaget. Sungguh? "Kau.."

Anda sepertinya begitu tertekan. Dan saya mengajukan diri untuk ada di sisi anda saat terjun lepas." Heeseung masih membisu. "Saya akan menjaga anda dari rasa takut anda sendiri."

Heeseung mengulum bibirnya. "Sungguh?"

Ia berguman. "Sungguh!" Sirat ucapannya memang terkesan dingin. Namun Heeseung merasa bahwa ada kesungguhan dia sirat ucapannya. Ia sepintas teringat ayahnya. Kepercayaan yang disalurkan seperti ketika sang ayah menyakinkannya akan sesuatu hal.

"Anda berkenan?"

Heeseung mengangguk patuh. Ia tak tahu pasti namanya. Ia hanya sekilas tahu bahwa dirinya adalah orang yang menebak dengan benar teka teki yang di lemparkan seorang tentang diri Heeseung.

"Kemari."

Heeseung diminta mendekat. Tangannya di genggam begitu erat. Sampai Heeseung sendiri tertegun dengan reaksi itu.

Pemandu mulai membawa jarak kedua semakin menuju ujung. Dimana diujung sana ia Heeseung akan terjun bebas. Heeseung menatap lama pada adik tingkatnya. Wajahnya rupawan. Garis rahang tegas. Dan ia punya senyuman yang begitu manis di kesan pertama Heeseung malam itu.

Heeseung tersadar saat pinggangnya di tarik dan membuat jarak keduanya tak berbatas. Kepala Heeseung ditarik sampai tenggelam di ceruk lehernya. Ada suara bisikan yang menyelam padanya.

"Tutup mata anda erat-erat." Tangan Heeseung reflek melingkar erat di lehernya. Seperti apa yang dimintanya. Heeseung memejamkan matanya saat tubuh keduanya di dorong jatuh.

Heeseung memang merasakan takut. Hanya persentasi tujuh puluh lima persen. Sebab sisanya telah diobati olehnya. Heeseung ingat suara dan kata kata itu. Heeseung bisa mendengar jelas ucapan itu.

"Percayalah padaku." Walau hanya sebatas dua kata. Tapi itu bernilai banyak dalam diri Heeseung. Begitu besar pengaruhnya.

Dan ia benar benar mempercayai bahwa dirinya. Telah menguatkannya.

"Namaku, Jaeyoon Shim. Jangan lupakan aku bersama momen ini, Ji Heeseung."





END

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trust Me || JAKESEUNG ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang