4. Feign

6 0 0
                                    

Feign

Dipaksa dewasa,
Semangat berpura-pura.

🌼🌼🌼

Haura

"Mau sarapan apa? Mbak cuma punya telor di kulkas, belum sempat isi kemarin. Pake telor aja gapapa ya chan?" Tanyaku dibarengi dengan tangan yang sibuk meneliti isi kulkas.

"Bebas mbak, yang penting perut echan kenyang. Engga kelaparan nanti di sekolah haha" balas echan sambil menenggak air putih di meja makan.

Rutinitas sehari-hari yang sudah beberapa tahun ini dijalani. Dari bangun tidur, masak, sekolah dan bekerja. Memang terlihat sederhana tapi kalau dirasa, menyita banyak tenaga juga.

Setelah kemarin seharian penuh dihabiskan untuk bekerja, hari ini aku kembali sebagai pelajar. Hari Senin tiba, hari yang dibenci oleh sebagian besar pelajar, termasuk aku haha. Bukannya apa-apa, hanya saja mata pelajaran yang ada membuat pening kepala. Bisa gila kalau kata Sarah. Perempuan manis yang mau berteman dengan perempuan aneh ini.

"Kamu ada ongkos buat sekolah chan?" aku kembali bertanya sambil menyiapkan sarapan di atas meja.

"Ada mbak, cukup kok buat naik angkutan." sautnya, yang tengah sibuk menuangkan minum untuk kita berdua.

"Kalau ada bayaran apa-apa di sekolah bilang ya? Jangan sampai mbak taunya malah dari orang lain. Harsa ngerti kan?"

"Echan cuma nggak mau ngrepotin mbak aja, jadi echan berusaha cari biayanya sendiri, eh malah jadi kena masalah juga. Maafin echan ya mbak?" Dia menjawab dengan kepala menunduk menandakan dia sedang menyesal.

"Besok-besok jangan gitu lagi, mbak gasuka. Mbak suka kok direpotkan sama echan"jawabku sambil menatap anak laki-laki didepanku.

"Iya, makasih ya sudah mau direpotkan echan. Hehe, echan sayang sama mbak jani"

"Sama-sama, mbak juga sayang sama kamu. Ayo dimakan, nanti telat sekolahnya" ucapku kembali mengingatkan tentang sekolah.

🌼🌼🌼

"Tumben lo gak telat Ra?" perempuan dengan nametag Sarah jalan melewati bangku yang persis didepan pintu kelas.

Suasana lingkungan sekolah masih cukup sepi, pasalnya jarum jam baru menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Sedangkan jam masuk yaitu jam setengah delapan.

"Lagi pengin, gamau kena hukuman Pak Jenal gue. Malu anjir, tiap senin disuruh ngedate sama tiang bendera. Turun nanti harga diri adinda" tangkas ku cepat.

"Gagitu juga harga diri lo dah gak bernilai si dimata gue. Mana buku Fisika lo, gue mo nyalin pr yang buat kepala ngebul. Gabisa gue disuruh ketemu sama rumus-rumus aneh." Dia kembali bersuara sambil menarik tas ransel hitam yang sudah usang warnanya. Sekaligus menarik pemiliknya untuk masuk ke dalam kelas yang masih sepi.

"Emang temen kaga tau adab ya gitu, sudah merendahkan, masih aja berani nyalin pr orang. Adinda capek Sar, sumpah capek pisan" balasku mendramatisir keadaan.

"Gausah mulai gila, nanti kak iyan gamau temenan sama lo lagi." gerutu Sarah sambil dengan cekatan menyalin huruf demi huruf hingga suasana kelas terasa bising.

Kak Iyan katanya, aduh dah berangkat belum si dia. Kok tumben gak rusuh. Saat sedang mengecek notifikasi hp, tiba-tiba pesan dari laki-laki yang sedang berkeliaran di kepala muncul. Kasian dia nunggu lama di depan rumah.

"Ra, ini angka berapa deh. Jelek banget astaga tulisan lo. Pusing gue" Sarah mengeluh mengomentari jawaban yang sedang dia salin.

"Mata lo aja yang siwer, dah ah Sar gue keluar dulu. Nunggu Iyan kena cegatan kaga. Nanti taruh aja dalam tas ya kalo dah selesai bukunya" jelasku sembari melangkahkan kaki menjauhi tempat duduk sebelumnya.

Lingkungan sekolah sudah mulai ramai, bunyi kendaraan-kendaraan sudah mulai saling bertautan. Ada yang tertawa karena bertemu teman-temannya, ada yang mukanya ditekuk karena ingat kalau hari ini Senin dan ada pula yang jalan tanpa beban di pundaknya.

Aku berjalan menelusuri lorong untuk sampai di tempat parkir sekolah, tempat yang diperuntukkan untuk murid-murid memarkirkan kendaraannya. Biasanya Iyan bakalan parkir di baris terakhir, biar pulangnya cepet kalau ditanya.

Saat netraku menelusuri setiap jenis kepala yang ada, aku melihat sosoknya. Sedang sibuk memarkir dan melepas helm yang melekat di kepala. Dari motornya juga turun seorang perempuan yang aku sendiri sudah tau betul dia siapa. Aku memperhatikan sampai netra Iyan menangkap keberadaanku.

"Janiii, woy tungguin" Iyan berteriak sambil berlarian kecil, mengabaikan ucapan terimakasih dari perempuan yang dibonceng tadi.

"Jangan kayak anak kecil deh, teriak-teriak segala Yan, ya ampun" jawabku sambil memutar bola mata.

"Takutnya kamu kabur waktu liat aku boncengan sama mbak Mita. Asli deh dek tadi tuh di gang, ojek online yang dia pesen ga datang-datang jadinya aku kasih bantuan deh. Gak marah kan?" Iyan menjelaskan dengan menggebu-gebu sambil tangannya merangkul pundakku lembut.

"Lebay. Dah sana masuk kelas, bentar lagi upacara. Dasi, topi, semua aman kan?" Sekali lagi aku memastikan.

"Aman dek. Aku antar kamu ke kelas dulu ya, nanti baru aku ke kelas. Engga ada penolakan dek" ucapnya final.

Sepanjang perjalanan, yang kudengar hanya sapaan hangat dan akrab untuk laki-laki yang sedang berjalan disampingku.

"Pagi kak Brian"

"Pagii kakak ganteng"

"Kak Brian sudah sarapan belum nih?"

"Brian, lepasin tangan lo dari pacar gue anjir"

Dari sekian banyak sapaan, satu yang buat Brian tiba-tiba lepasin tangannya sambil ngedumel "hah ini anak apasih, beneran pacar lo dek?" Yang langsung aku jawab dengan gelengan.

Sesampainya didepan kelas, dia akhirnya puter balik menuju kelasnya. Memang penuh dengan kejutan anak itu.

Kadang aku merasa sangat beruntung dikelilingi orang-orang baik. Yang selalu menerima segala kurang dan lebihnya seorang Haura Salsabilla Rendjani. Anak perempuan pertama yang ditinggal sendiri dan harus mengurus adik laki-lakinya. Aku dipaksa harus dewasa sebelum waktunya. Dipaksa dewasa dalam menjalani masa SMA yang harusnya diisi canda tawa. Kalau kata ayah "Nak, kamu harus jadi perempuan kuat. Ayah mau kamu jadi perempuan pemberani, jangan jadi pengecut seperti ayah. Ayah cuma mau kamu bahagia. Maaf kalau hadirnya ayah enggak mampu membimbing kamu ya? Jani tau, ayah sayang sekali dengan Jani, begitu pula dengan Harsa"
Kalimat yang selalu aku ingat, sebelum ayah hilang. Sebelum ayah pergi meninggalkan tanpa aba-aba sebelumnya.

Upacara bendera sudah selesai dilakukan. Semua murid jalan menuju kelasnya masing-masing. Baru saja aku mendudukkan badan, suara dari speaker kembali membuatku menghembuskan nafas kasar. Kejutan apa lagi Ya Tuhan?

"Panggilan kepada ananda Haura Salsabilla Rendjani kelas X IPA 2 untuk segera menuju ke bagian administrasi"

Begitulah suara yang terdengar begitu lantang di penjuru ruangan.

🌼🌼🌼

Catatan Mbak Sn :

Hallo?
Aku akhirnya bisa update lagi.
Maaf ya teman-teman kalau alurnya sangat lambat. Tolong beri dukungan ya 🤍

No LongerWhere stories live. Discover now