17 - Rundown

273 28 0
                                    

"Duh balad aing teh kumaha euy?" celetuk Hakim seraya menaruh mangkuk berisi mie instan di atas lantai. "Partner udar-ider kalahkah labuh."

Ardana tertawa seraya meringis. "Bagi atuh, Kim," pintanya seraya menarik mangkuk Hakim.

"Lah, urang cuma bikin satu, Na. Atau ini buat maneh deh, urang Na. Atau ini buat maneh deh, gu bikin lagi." Hakim mendorong mangkuknya ke hadapan Ardana.

Pukul sembilan malam, suasana posko masih sangat ramai. Ardana bahkan terbangun dari tidurnya hanya untuk sekedar ikut melingkar bersama teman-temannya. Arjuna sudah membuka laptop, berdiskusi bersama Mahen dan Qistiya.

Zuney sedang mencuci piring yang dibantu oleh Panji. Dua orang itu nampak damai berada di dapur. Sementara Jendra, dia memilih untuk merendam cuciannya yang akan ia cuci besok pagi.

"Gais, kumpul setengah jam lagi, ya!" titah Arjuna pada semua. "Ada yang mau kita obrolin tentang rencana besok soalnya."

Charlo yang sedang menelungkup di lantai segera bangkit. "Siap!!" lalu Charlo mendekat pada Arjuna. "Jun, feed instagram kelompok kita nih, gimana? Bagus gak?" ujarnya seraya memperlihatkan layar ponselnya pada Arjuna.

Arjuna nampak mengerutkan dahi, berdeham kemudian mengangguk mantap. "Bagus, bagus. Keren."

Charlo tersenyum lebar. "Estetik, ya?"

"Iya, Lolo. Kita emang gak salah pilih lo sebagai pubdok," timpal Qistiya yang ikut melihat tampilan feed instragram kelompoknya melalui ponsel pribadinya.

"Mana? Mana?" tiba-tiba saja Zuney sudah kembali dari dapur dan ikut duduk melingkar di samping Charlo. "Widih, keren sih, ini," pujinya seraya mengacungkan ibu jari.

Charlo tertawa. "Makasih makasih."

Vannesa kini mendekat. "Jun, Eca udah bikin alur uang kas untuk hari ini," lapornya seraya menyerahkan satu lembar kertas pada Arjuna. "Eca udah rinci serinci-rincinya di situ. Hari ini cuma kepake tiga puluh ribu."

Arjuna menerima kertas itu dan membacanya dengan teliti. "Oke, makasih ya, Ca. Ini lo yang simpen aja, buat LPJ nanti, siapa tahu dibutuhkan," ujar Arjuna seraya memberikan kembali kertas itu pada Vannesa. "Oya, lo bisa pake buku, Ca. Kalau kertas gitu kan takut tercecer. Lo ada gak bukunya? Kalau gak ada, di tas gue ada buku."

"Gak ada, Jun. Eca lupa bawa buku."

"Sebentar." Arjuna segera bangkit, menuju kamarnya untuk mengambil buku. Namun, saat ia melewati Ardana, cowok itu menunduk, merebut mangkuk berisi mie instan yang ada di hadapan Ardana. "Bagus, ya, makan mie terus. Gue aduin Bunda, ya!"

"Mas..." Ardana merengek. "Itu bukan punya Adek, punya Hakim kok." Ardana berusaha meyakinkan Arjuna. "Iya kan, Kim?"

Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Abisin, Kim." Arjuna menyerahkan mangkuk itu pada Hakim. "Jangan kasih Nana."

"Ish!" Ardana merengut.

Arjuna tidak menanggapi Ardana. Kemudian dia kembali ke lingkaran setelah mengambil buku tulis. "Nih, Ca."

"Oke, makasih." Vannesa kini mendekat pada Panji selaku partner bendaharanya.

Setelah semua urusan selesai, Arjuna menutup pintu posko. Lalu menggelar karpet di tengah-tengah ruangan. Televisi dimatikan. "Gais, kita rapat sekarang."

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang