Hum Huma

0 0 0
                                    

Malam ini cerah dengan semilir angin yang mendepak beberapa pohon di sekitar asrama pondok. Dingin yang tak biasa kurasakan jika berada di rumah. Wajar, kampung halamanku termasuk daerah panas dengan banyaknya ladang sawah. Sementara, tempat saat ini berada di kaki gunung Gede. Dari balik jendela pondok, pandanganku tertuju pada petala langit yang di sana tergambar bintang utara di samping bulan sabit. Berdampingan, tapi punya jarak. Bisakah fenomena ini mengambarkan Mamu dan Zein? Laila Majnun?Atau Armand Duval dan Marguirete? Menurutku bisa.

Kawan, kalian pernah kehilangan?
Mungkin semua orang pernah kehilangan. Sebut saja, Zein yang mempunyai paras elok kehilangan Mamu. Laila wanita tabah dan tegar dalam menanggung rindu ditinggal Majnun. Dan, Armand Duval harus berpisah dengan Marguirete yang dari ujung rambut hingga telapak kakinya adalah percikan bidadari.

Aku pernah kehilangan, Kawan.Kehilangan orang yang sangat berharga dalam kehidupan ini. Tepat ketika aku benar-benar takut kehilangan. Paradoksal, bukan? Ketika takut kehilangan, kenyataanya ditinggal pergi. Jangan tanya bagaimana rasanya karena mustahil bagiku untuk menjabarkan perasaan itu. Al-Ghazali RA dalam kitabnya berkata, masalah perasaan tidak bisa di jelaskan oleh tulisan dan ucapan. Jadi aku tegaskan sekali lagi, jangan tanya tentang perasaanku setelah kehilangan. Kalian juga pasti pernah sebagaimana syair Asyafii,

وما الدهر الا هكذا فاصطبر له # رزية مال او فراق حبيب

"Tidaklah kehidupan itu melainkan tentang kehilangan harta dan berpisah dengan yang dicinta. Memang begitu adanya, maka bersabarlah untuknya."

Aku kehilangan bintang utaraku saat langit berbulan sabit. Seharusnya saat itu menjadi fenomena yang menyihir setiap mata, tapi pada kenyataanya meninggalkan bencana. Bencana yang sangat dahsyat dalam seluk kehidupanku selanjutnya. Sendu diri ini memeluk malam-malam gelap tanpa dibantu kemilau sinar indah. Setiap air adalah hambar karena lidah tak lagi punya gairah. Badanku setengah mati sebab separuh nyawaku serasa mati, bersamaan dengan hilangnya cerita-cerita indah yang pernah dilalui. Jika saja lantunan syair indah Imraul Qais dan Farazdaq mengelilingi telingaku, aku tak akan merasa sedang mendengarkan syair indah. Sebab, syair terindah adalah dia yang kini berupa arwah. Untuk semua hal indah aku mati rasa, karena hanya dirinyalah yang paling indah.

Hari ini, genap tiga tahun aku kehilangan bintang utaraku. Tepat pada hari ini semua siang gelap dan malam kelam menghapus rona-rona melati dan harum-harum mawar di taman yang dipenuhi bunga-bunga. Seperti halnya siang yang mendung atau malam tanpa bintang, tak ada keindahan di sana. Hanya menyimpan rasa khawatir dan ketakutan akan hujan yang bisa menyebabkan banjir. Ya, meski aku sadar bahwa tak setiap hujan membawa bencana. Pun tak tak setiap kehilangan menyebabkan luka.

Baik.

Aku akan bercerita tentang kisahku pada kalian dengan harapan kalian mau membaca. Karena jujur, usiaku masih sangat muda untuk mengklaim bahwa kisah ini menarik. Masih sangat labil untuk mengatakan kisah ini menyimpan banyak makna. Tapi, tidak lain kutulis ini untuk mengenang dia yang dulu bersemayam menghias isi dada. Dia yang bisa menyulap nestapa jadi bahagia, menyiram luka-luka menjadi syair cinta.

Pagi yang cerah untuk menjamu hari dengan segala keindahan dan keanehan dunia. Kalian tahu, setiap pagi harusnya dimulai dengan kegiatan positif. Itu benar, karena permulaan hari langit akan terlihat indah. Sinar mentari masih damai, bahkan sebagian orang memilih menghangatkan badannya di bawah sinar tersebut.  Tapi, tidak dengan diriku yang berlari mengejar waktu. Menembus suasana desaku yang damai, beberapa mata sudah terbiasa melihat tingkahku setiap pagi ketika hendak berangkat sekolah. Selalu dan selalu berlari. Aku melirik benda yang melingkari pergelangan tangan. Astaga, tiga menit lagi kereta akan berangkat, dan aku masih dua ratus meter dari stasiun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hum HumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang