Masa Remaja Reno

286 8 0
                                    


PROLOG

Hidup tanpa kehadiran sosok seorang ayah. Inilah hal yang aku rasakan, sejak kecil, jangankan mengenal, melihatnya saja belum pernah. Aku hanya mendapati potret kecil pemberian ibu. Dia bilang, itu adalah Poto ayah saat ia berusia dua puluh delapan tahun, Poto yang diambil sebulan sebelum pernikahan.
Perkenalkan, namaku Reno, tahun ini usiaku menginjak 26 tahun. Seperti yang telah diceritakan diawal, aku memang tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah. Kita tidak tahu takdir seperti apa yang akan menghampiri hidup, sama seperti ibu, saat dia mengandungku, ayah pergi untuk selama-lamanya, sebuah kecelakaan mobil telah merenggut nyawanya. Kenyataan itu harus diterima dengan ikhlas dan sabar, walau bagaimanapun juga hidup  tetap harus berjalan.
Sampai aku beranjak dewasa, ibu tidak menikah lagi, alasannya rasa cinta yang dia miliki begitu besar pada ayah, sulit untuk menerima cinta dari orang lain. Hingga pada suatu ketika, ibu berkenalan dengan seorang Lelaki, usianya empat puluh dua tahun, seorang lelaki bertubuh tegap namanya Om Bagas  perkenalkan ibu dan Om Bagas, lambat laun menumbuhkan perasaan cinta di hati ibu, hingga akhirnya mereka menikah.aku merestui pernikahan itu, karena memang sangat mendambakan kehadiran sosok seorang ayah. Namun tak dinyana, darinya, dimulainya runtutan baru kisah kehidupanku.

Hidup tanpa hadirnya seorang ayah, membuatku tumbuh kurang kasih sayang, masa remaja dilalui dengan hal-hal yang tidak baik, yang diperburuk dengan naluri yang menyimpang, iya, aku memiliki sisi lain, perasaan ini tumbuh seiring masa pertumbuhan.

"Ren pulang sekolah ke rumah gue yuk! Kagi sepi nih!" Ucap Dodi teman sekelasku

"Emang orangtua loh kemana?"

"Mereka ke Bandung Ren, sodara gue nikahan."
"Lah kenapa Lu gak ikut?"
"Enggak, males gue, mending dirumah aja."

"Ya udah, eh tapi boleh gak gue ajak si Radit?"

"Boleh, ajak aja gak papa."
"Ok, ntar abis jam pelajaran selesai, kita langsung berangkat aja ya."

"Iya." jawab Dodi memastikan

Setelah pelajaran selesai, Dodi sudah menunggu di parkiran sekolah

"Ayo Di berangkat!"

"Gak nunggu si Radit, katanya loe mau ngajak dia?"

"Gak jadi, dia bilang diminta ayahnya belanja."
"Oh ya udah, gak papa, gue ngajak Nana sih, dia punya kaset BF( Blue  Film) bagus loh."
"Wah mantep tuh, bisa puas nonton nih."

"Makanya itu."

Dengan mengendarai motor, akhirnya aku berangkat. Perjalanan dari sekolah ke rumah Dodi tidak terlalu jauh, tiga puluh menit kemudian sampai di rumahnya.

"Loe kalau mau makan ngambil aja sendiri, gue mau ganti baju dulu."  Ucap Dodi, sambil berlalu ke kamarnya. Aku menurutinya. Selesai makan, teman Dodi yang namanya Nana tadi datang

"Na loe bawa kan kaset yang kemarin gue minta?"
"Bawa dong, nih!" Jawab Nana, sambil mengeluarkan kaset VCD dari tasnya.

"Yakin ini aman Di?" Tanyaku pada Dodi, takut-takut ada orang yang tahu

"Yaelah, loe Cemen amat sih, tenang gak bakalan ada yang tahu, kan udah gue bilang, di rumah ini gak ada siapa-siapa."

"Bukan gitu Dod, gue takut aja ada orang masuk, tetangga lu kan bisa aja."

"Enggaklah."

"Ya udah, cepetan gue udah gak sabar pengen nonton "

Aku Dodi dan Nana begitu asyik nonton film dewasa itu, adegan demi adegan ranjang yang ada di film itu lama-lama membangkitkan nafsu, hingga tidak sadar, celana dalamku basah. Namun yang membuat nafsu ini naik, setiap aku nonton film dewasa, yang paling menjadi perhatian, bukan pemain wanitanya, tetapi pemain lelakinya, aku sangat bergairah dan bernafsu melihat pemain laki-laki itu melakukan aksi demi aksi, fantasi mulai kemana-mana, membayangkan betapa nikmatnya jika aku ada dalam posisi wanita di film itu. Menjelang sore Nana pulang, tinggallah aku sama Dodi

Aku Dan Ayah Tiri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang