Mohon koreksinya jika ada yang typo😊
Happy reading! 🍒
_____________"Telus Allen punya papa, pi Ica nggak, ma?" Tanya gadis kecil itu dengan polosnya yang masih mendekap leher ibunya.
Seketika elusan dirambut putrinya terhenti, Hana tak tau apa yang harus Ia jawab ketika lagi-lagi pertanyaan seperti ini yang Ica tanyakan, sehingga Ia hanya bisa meneteskan air matanya di balik tubuh mungil putrinya. Kembali menahan isak tangisnya sambil menutup mulut dengan telapak tangannya. Sungguh ini amat menyakitkan bagi dirinya mengetahui keinginan anaknya yang satu ini. Pasti putrinya selama ini menahan rindu yang teramat dalam pada sang Ayah.
____________________Segera Hana menyeka bulir-bulir putih yang membasahi pelupuk matanya, merenggangkan dekapan dari putri kecilnya, Hana memandangi wajah polos Ica. Anak ini adalah kebahagiaan untuknya, dia harus merawat dengan segala kasih sayang yang ia punya dan tak ingin membuatnya sedih.
"Loh, emangnya siapa bilang Ica nggak punya papa?"
"Pi pas Ica tanya mama, mama nggak jawab," jawab anak itu dengan polosnya.
Sembari merapikan helai-helai poni putrinya yang sedikit berantakan, Hana mengelus dahi anaknya dengan ibu jari sembari menelan salivanya untuk membasahi kerongkongannya, bersiap menjawab pertanyaan putri kecilnya, "Nggak kok nak, Ica punya punya papa kok, tapi papa Ica lagi kerja supaya Ica bisa makan, minum, dan biar papa Ica bisa belikan Ica mainan." Sungguh amat susah mengucapkan setiap rentetan kalimat tersebut, Hana seperti membohongi putrinya kecilnya.
Seketika mata anak itu berbinar bahagia. "Benelan? Belalti Ica punya papa kan, ma?" Tanya anak itu antusias, dan ketika Hana mengganguk sembari tersenyum-- walau senyum yang amat pedih baginya, tapi melihat putrinya sebahagia itu, Hana merasa hatinya menghangat--Ica melompat-lompat kecil sembari menyoraki kata "hore," beberapa kali.
Dengan nafas yang masih ngos-ngosan, Ica berucap, "ma, ma, nanti Ica mau bilang sma Allen, sama khaleel, sama Pipah trus sama Nindi juga, kalo Ica punya papa, yeay! Holeeeee!! Ica punya papaa!" Serunya dengan menggebu dan raut antusias.
Hana tak bisa menahan air matanya lagi hingga Ia beranjak dari tempat itu. "Bentar yang sayang," ucapnya serak.
Buru-buru Hana berlari memasuki ruang kerja di tokonya. Segera Ia menutup pintu dan menduduki sofa di depan meja kerjanya. Wanita yang usianya genap 28 tahun itu, menangis sejadi-jadinya sembari menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia berharap dalam hidup barunya ini, tak ada lagi air mata seperti ini, namun takdir berkata lain, ketika kehadiran putri kecilnya Hana merasa masa lalunya tak akan pernah lepas.
Bukan, dia bukannya tidak bahagia ketika sosok harta yang paling berharga itu hadir di dunia ini. Bahkan, dia tak tau harus bersyukur seperti apa lagi sebagai hamba yang sudah di anugerahkan sosok yang bisa dikatakan separuh jiwanya itu kepada dirinya ketika kemelut pekat itu masih tersisa. Hanya saja, ketika putrinya hadir di dunia ini, maka akan selamanya dia terikat dengan masa lalu itu.
Tak lama kemudian, suara pintu bederit menandakan seseorang memasuki ruangannya. Segera Hana menyeka air matanya.
"Maaf Mba, boleh aku masuk?"
"Owh Fika, silakan."
Wanita berambut ikal sebahu itu menduduki tempat di samping Hana.
"Mba kalau mau nangis, nangis aja, kalau mau cerita, cerita aja, aku siap kok jadi tameng buat Mba," ucapnya sembari mengelus punggung Hana.
"Makasih, Fik. Aku nggak tau harus jawab apa sama Ica kalau dia terus-terusan tanya seperti itu," jelas wanita itu ketika setetes air mata kembali jatuh. "Aku--aku udah bohongin dia, Fik". Hana merebahkan kepalanya ke pundak Fika saat isak tangisnya kembali terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Baru
Romanceketika Hana telah menata perasaannya kembali dan tak pernah berharap apa-apa lagi pada seseorang yg telah memporak-porandakan hatinya, Hana pikir, jika Ia bertemu lagi dengannya semuanya akan baik-baik saja. Nyatanya? Hatinya kembali diacak-acak ket...