2. Kamar 9. Nabila-Ufi(Nafi)

23 4 129
                                    

Ayo baca mantra sebelum membaca!
Bismillah
.
.
.
💎💎💎

"KENAPA DIAM? JAWAB BEGO!"

"Tasa, udah ya sayang. Istighfar dulu yuk."

Karena kaget, gue masih mode diam di tempat. Padahal harusnya gue bisa lerai permasalahan ini tanpa harus tau cerita lengkapnya. Biarlah, biar Habib aja yang nenangin Tasa.

"Bang, liat! Liat dia cuman diam." Rengek Tasa pada Habib yang hanya di respon elusan kepala dari suaminya.

"JAWAB GAK?" Teriak Tasa berusaha memberontak dalam pelukan Habib.

"Gue harus jawab apa Sa? Soal hubungan gue dengan kakak lo? Gue gak pernah mau sembunyiin fakta ini mengingat hubungan kita di area kost, tapi bang Satria gak mau lo tau soal ini. Gue cuman ikutin kemauan bang Satria, apa gue salah?" Jelas Ria dengan wajah yang sudah merasa bersalah sejak tadi.

"Bullshit!"

"Sayang, mulutnya!" Habib sebenarnya juga agak bingung dengan tingkah laku Tasa yang di luar nalar. Matanya terus memancarkan kekhawatiran, takut banget Tasa kenapa-kenapa.

"Lo napa sih Sa? Gak suka banget ya gue punya hubungan sama kakak lo? Fine, kalau lo gak suka bilang baik-baik! Gak usah pake ngatain gue dengan kata kasar, gue juga manusia yang punya hati!" Semprot Ria yang langsung gue datangin buat nenangin.

"Nyadar diri dikit jadi manusia!"

Tasa pergi begitu saja setelah kembali mengeluarkan kata-kata yang lumayan bisa menggores hati. Ria bungkam seketika tapi gue tau pasti dia sedang tidak baik-baik saja.

"Maafin Tasa ya mbak, sebenarnya kita udah liat mbak Ria dan Bang Satria jalan berdua di taman beberapa hari yang lalu. Tasa coba bersabar dengan harapan mbak ataupun bang Satria mau buka suara, tapi nyatanya kalian masih menyembunyikan faktanya. Tasa gak semarah yang mbak fikir kok, dia hanya kecewa. Nanti Habib bujuk ya," Habib ngejelasin panjang lebar sebelum berlari mengejar Tasa yang udah anteng di kamarnya.

"Kalau gue bilang jangan di pikirin, lo pasti tetap pikirin kan? Keknya lo coba jelasin ke Satria soal ini. Saran gue, jangan gegabah ngambil keputusan nantinya," Ucap gue nenangin Ria yang entah sejak kapan sesenggukan menahan tangis.

"Nangis aja dek, ya meskipun jelek. Lo pantas nangis kok jika di perlakukan kayak tadi," Suara merdu seorang biawak juga turut menenangkan Ria.

Sarra, Andre, Nadya, dan Galang sudah cosplay jadi patung air mancur di belakang gue dengan Ria. Mereka keknya gak tau harus merespon kayak gimana, posisi gue saat ini meluk Ria dikit.

"Huekkk,"

Siapa tuh yang muntah?

"Bunda kenapa?" ujar Sarra cepat menghampiri Garis yang sejak tadi gue liat megang kepalanya.

"Sakit kepala doang Sar, kembung juga deh keknya. Gue duluan ya, mau istirahat dulu." pamit Garis yang sayangnya gak di respon sama sekali oleh suaminya.

"Gak di antar bang?" sahut Galang yang heran melihat Garis pulang ke kamar sendiri.

"Dah gede, lagi pula jarak aula ke kamar cuman lima langkah doang elah, jangan lebay!"

"Lo masih marahan sama Garis?"

Gak ada jawaban dari pertanyaan gue, semua orang saling diam hingga keadaan menjadi canggung. Saking canggungnya, penghuni kamar 3 dan 4 pamit undur diri. Ria pun berlalu begitu juga Davin menyisakan gue seorang diri di Aula.

"Gue salah ya nanya kek tadi?"

💎

Hoamm...

Livin with Caratto✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang