Yogyakarta adalah sebuah tempat dengan berjuta pesona yang menawarkan berbagai keistimewaan, mulai dari pesona alamnya hingga sajian aneka kuliner yang khas.
Keluarga Rani sudah duduk di sebuah resto yang berkonsep back to nature dengan desain etnik Jawa yang akan membuat betah siapa pun yang berkunjung.
Bangunan rumah Joglo terasa sangat nyaman bagi Yangti Sundari yang merasa bahwa Ia sedang berada dirumahnya.
Entah kenapa perasaan Rani menjadi tidak enak saat menunggu kedatangan Kakek Sumitro bersama keluarganya. Sebenarnya Ia tidak ingin ikut ke acara perjamuan ini, tapi Ia sudah kadung janji dengan Yangtinya dan Kakek Sumitro bahwa dia akan nurut dengan Yangtinya.
“Nah itu Mereka datang,” ujar Yangti yang melihat Kakek Sumitro berjalan menuju ke arahnya.
“Rani?” sapa seorang lelaki yang berdiri di belakang Kakek Sumitro.
“Vendra?” ucap Rani terbengong.
“Lho, sudah saling kenal rupanya?” tanya Kakek Sumitro. Sementara Yangti, Pak Gunawan, Bu Widya dan kedua orang tua Vendra hanya saling menatap bingung.
“Silakan duduk dulu, Pak, Bu,” kata Bu Widya dengan ramah mempersilakan keluarga Vendra untuk duduk.
“Kenapa jadi saling diam seperti ini? Vendra sudah kenal sama cah ayu ini?” tanya Kakek Sumitro yang masih belum mengetahui kisah Mereka.
“Jadi begini lho Eyang. Sebenarnya ini Rani, yang waktu itu sempat Vendra ceritakan,” jelas Vendra.
“Oalah, jadi Nduk Rani ini toh yang pernah Kamu lamar tapi akhirnya ditolak karena weton yang nggak sesuai?” tanya Kakek Sumitro sambil terkekeh. Sementara Yangti melengos tidak senang dengan tertawanya Kakek Sumitro. Vendra mengangguk mengiyakan pertanyaan Kakeknya.
“Pantas saja kalau sampai saat ini Kamu nggak mau menikah, ternyata memang Kamu nggak salah pilih calon istri,” kata Kakek Sumitro menepuk – nepuk pundak cucunya.
“Jadi Vendra ini cucu Jenengan to Mas?” tanya Yangti yang sejak tadi bungkam.
“Lha ya ini cucuku yang gantengnya kaya Aku. Tapi malah Jenengan tolak to Mbakyu?” sahut Kakek Sumitro.
“Lha ya jelas ditolak to Mas. Lha wong wetonnya ndak sesuai. Itung – itungannya itu kecil, kasian cucuku. Aku ndak mau cucuku hidup menderita,” jelas Yangti.
“Seperti yang sudah Aku katakan kemarin, Mbakyu. Sudah lah, jangan terlalu memaksa dan menentukan keberlangsungan hidup cucu Kita dengan membatasinya dengan hitungan weton. Apa Mbakyu lupa, dulu Mbakyu dan Kangmas Adi Suseno juga memaksa untuk menikah padahal sudah dilarang karena weton Kalian tidak sesuai?” kata Kakek Sumitro yang tentu saja ungkapan itu mendapatkan reaksi yang sama dari orang tua Vendra dan Rani. Vendra dan Rani pun secara serempak menatap ke arah Yangti Sundari.
Yangti merasa risih karena ditatap seperti itu dengan semua yang ada disitu.
“Justru itu, Aku ndak mengizinkan cucuku menikah dengan cucumu karena Aku takut kalau Mereka akan mengalami nasib yang sama denganku. Hidup susah. Melarat ndak punya uang sepeser pun,” jelas Yangti Sundari menitikkan air matanya. Baru kali ini Rani melihat Eyangnya menangis.
“Jadi itu alasan Yangti tidak merestui pernikahan Rani dan Vendra?” tanya Rani yang kini sudah berada disamping kursi Yangtinya. Yangti Sundari mengangguk lesu.
“Maafin Yangti, ya Nduk. Yangti hanya ingin Kamu hidup berkecukupan dan bahagia,” ujar Yangti dan sejurus kemudian Rani telah memeluk Yangtinya.
Pelukan ini benar – benar hangat dirasakan oleh Rani yang selama ini telah berjarak dengan Yangti semenjak penolakan Yangti waktu itu. Namun kini Rani benar – benar merasa bahwa Yangtinya sangat menyayanginya. Rani mengusap air mata yang mengalir di pipi perempuan renta itu.
“Jadi bagaimana Mbakyu? Apa cucuku masih boleh untuk melamar Nduk Rani?” tanya Kakek Sumitro kepada Yangti Sundari.
“Tapi bukannya Nak Vendra sudah menikah?” kali ini Bu Widya mengeluarkan suaranya. Pak Gunawan yang tidak mengetahui bahwa Vendra pernah menikah, menatap nanar ke arah Vendra.
“Jadi begini Bu, waktu itu memang Saya meminta Vendra untuk menikahi anak dari sahabat Saya yang sedang sakit, tapi sesaat setelah Vendra mengucapkan ijab qabul, istrinya meninggal dunia,” jelas Ayah Vendra. Ia tidak ingin ada salah paham lagi diantara mereka.
Pak Gunawan dan Bu Widya manggut – manggut mengerti dengan status Vendra. Sementara Yangti masih belum mengeluarkan pendapatnya.
“Yangti, apa Vendra boleh menikah dengan Rani?” tanya Vendra yang kini sudah bersimpuh di sebelah Yangti Sundari.
Yangti masih geming. Sementara semua yang ada di sana seperti sesak napas menunggu jawaban dari Yangti.
“Yangti?” panggil Rani yang masih duduk di sebelah Yangtinya.
“Kamu masih cinta sama Nak Vendra?” tanya Yangti kepada Rani. Rani mengangguk yakin.
“Baik lah kalau memang itu sudah menjadi keinginan Kalian semua. Yangti merestui hubungan Kalian berdua. Yangti hanya ingin melihat cucu Yangti bahagia,” jawab Yangti yang melegakan hati semua yang hadir disana.
“Terima kasih Yangti,” ucap Rani dan Vendra bersamaan dan memeluk Yangti Sundari.
“Terima kasih, Bu. Karena Ibu telah berjiwa besar menerima hubungan Rani dan Nak Vendra walau tidak sesuai dengan tradisi yang Ibu terapkan selama ini,” kata Pak Gunawan yang di dukung dengan anggukan dan senyuman dari Bu Widya.
“Ibu cuma ingin hubungan Kita tidak berjarak seperti sebelumnya. Ibu tidak ingin anak dan cucu Ibu selalu mendebat Ibu lalu kemudian perlahan menjauh dari Ibu,” pungkas Yangti Sundari.
“Maafkan Rani, Yangti. Maafkan kalau sikap Rani selama ini telah menyakiti perasaan Yangti,” kata Rani masih sambil memeluk Yangtinya.
“Yangti juga minta maaf yo Nduk. Maaf kalau Yangti terlalu keras sama Rani,” sahut Yangti Sundari.
“Syukur lah kalau semua sudah saling menerima dan saling memaafkan. Kalian ndak perlu khawatir, soal rezeki sudah ada yang mengaturnya. Yang penting Kita tetap berusaha dan berdoa supaya mendapatkan rezeki yang berkah. Lihat saja Yangti Sundari ini, beliau dulu bukan orang yang berkecukupan, tapi berkat semangat dan kegigihan dari beliau dan suaminya, akhirnya beliau bisa bangkit dari kesusahan. Bahkan saat ini keluarga Adi Suseno termasuk salah satu pengusaha batik terbesar di Jogjakarta,” ungkap Kakek Sumitro yang mengetahui sejarah pernikahan Yangti Sundari dan juga sejarah tentang berdirinya pabrik produksi batik.
“Lagi pula, Vendra dan Rani bukan lah seorang pengangguran. Mereka berdua sama – sama pekerja keras, jadi sepertinya Mereka akan bisa mengatasi hal – hal yang diluar rencana Mereka,” ujar Ayah Vendra.
“Betul sekali itu Mas. Mereka berdua sama – sama orang yang ulet dan tekun, semoga kedepannya Mereka akan selalu diberi kemudahan untuk menjalani biduk pernikahan,” sahut Pak Gunawan menimpali ucapan ayah Vendra.
“Lalu bagaimana rencana Kalian selanjutnya?” kali ini Ibunya Vendra yang bertanya.
“Kalau boleh, secepatnya Kami menikah. Kalau perlu bulan depan,” ujar Vendra nyengir.
“Buru – buru banget to Le?” tanya Kakek Sumitro kepada cucunya.
“Takut Yangti berubah pikiran lagi,” ujar Vendra nyengir sambil menggaruk keplanya yang tidak gatal. Yangti mencubit lengan Vendra.
“Yo ndak mungkin berubah. Nanti kalau sampai berubah pikiran, Eyangmu itu akan menceramahi Yangti tujuh hari tujuh malam,” seloroh Yangti yang disambut gelak tawa semuanya.
Bersambung ...
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan Eyang
Teen FictionBagaimana jika Kamu dipaksa untuk memutuskan hubungan dengan kekasihmu karena wetonnya dianggap tidak cocok denganmu? Padahal Kamu dan kekasihmu sudah berada ditahap yang lebih serius. Akan kah Kamu menolaknya atau malah mengikhlaskannya? Maharani...