Sendiri.

57 7 0
                                    

Taehyung memegang erat jaket kulit Jeongguk saat laki-laki itu melajukan sepeda motornya.

Ia melihat jam tangannya yang menunjukan waktu pukul  setengah delapan malam. Jeongguk tadi sore mampir kerumahnya untuk mengantarkan stoberi sesuai janjinya, berbincang dengan ayahnya setelah itu makan malam bersama keluarga Taehyung. Kalau ibunya tidak bersikeras seperti itu, mungkin sekarang Taehyung hanya di dalam kamar bermain game.

Tanpa sadar Taehyung mengeratkan pelukannya pada Jeongguk, angin malam itu cukup dingin bodohnya Taehyung hanya memakai cardigan tipis yang tidak bisa memberikan kehangatan.

"Dingin ya?!" Jeongguk menengok sekilas kearahnya, bertanya dengan nada tinggi agar Taehyung dapat mendengar pertanyaannya.

Taehyung menggangguk, "Iya! Gue nggak pake jaket tebel, gak tau kalo bakalan sedingin ini."

Taehyung yg bersandar pada punggung Jeongguk merasakan laki-laki itu tertawa, "Peluk gua aja kalo gitu, udah mandi juga. Yang penting lo anget." Taehyung tidak menjawab, pipinya bersemu merah karena Jeongguk.

Sudah sering dirinya digombali Jeongguk seperti ini, tapi tetap saja debar jantungnya belum bisa dikendalikan.

Sepeda motor yang dinaikinya berhenti di tempat tujuan, Taehyung turun dari motor dan memberikan helmnya pada Jeongguk.

"Rame ya, padahal malem minggunya baru besok." Taehyung berucap dengan wajahnya yang cemberut, gemas pikir Jeongguk. Laki-laki itu mendaratkan telapak tangannya pada rambut Taehyung, dan mengacaknya pelan.

"Heyy, nggak terlalu rame kok. Yuk ke tempat biasa." Ajak Jeongguk sambil berjalan terlebih dahulu.

Taman bermain, lima belas menit dari komplek mereka. Taehyung dan Jeongguk rutin menghabiskan waktu disini sejak mereka kenal dibangku sekolah menengah pertama. Semua kenangan itu rapih, tersusun di memori Taehyung. Jeongguk yang ada di depannya sekarang adalah sahabatnya, setidaknya itu yang Ia tahu siapa dirinya di dalam hidup seorang Jeon Jeongguk.

"Nahh sini Tae duduk, bersih kok nggk ada semutnya. Kita sambil minum teh yang Ibu lo kasih ya," ucap Jeongguk sambil memberikan tehnya pada Taehyung yang baru saja duduk.

Jeongguk menyisip teh hangat itu, "wahh enak juga, mana udaranya lagi dingin begini pas banget."

Taehyung tersenyum mendengarnya, "gimana liburan lo? Seruu banget?"

Jeongguk mengangguk, " kaya yang apa gue lapor ke lo aja setiap hari, sayangnya karena kami kurang persiapan jadi ya serba mendadak."

Taehyung meminum tehnya sedikit, "jadi siap nih buat ujian minggu depan?"

Tanyanya dengan senyum mengejek.
Jeongguk yang mendengar pertanyaan taehyung meletakkan tehnya, lalu mengusak rambutnya sendiri kesal.

"Taeeeee, jangan ingetin gua dulu. Baru balik liburann."

Taehyung tertawa, "maaf maaf, nggak bermaksud gitu. Gue cuma pengen lo siap, jangan kaya semester lalu sampe ngulang dua matkul." Gelengen kepala Taehyung berikan.

"Gua janji semester ini lulus semua, gua bakalan—" ucapannya disela Taehyung,

"Nggak usah banyak ngomong, lakuin aja Jeon." Jeongguk mencibir pelan ucapan Taehyung sebagai responnya.

"Oya, lo mau ngomong apa sebenernya? Sampe mau aja nunggu seminggu, padahal bisa chat atau telfon." Tanya Jeongguk dengan setengah badannya menghadap kearahnya.

Taehyung menatap Jeongguk singkat, "umm...setelah gue pikir, mungkin lebih baik nggk gue bilang." Senyum masam menghiasi wajah tampan Taehyung.

Jeongguk menaikkan sebelah alisnya, "kenapa Tae? Lo tinggal bilang aja, gua nggk akan marah atau nilai lo sebelah mata."

Taehyung menggigit bibir bawahnya gugup, seminggu selama Jeongguk pergi semua konsekuensi dan kemungkinan sudah Taehyung pikirkan. Dari yang paling manis dan paling pahit sekalipun, Ia juga sudah menyiapkan apa saja yang harus Ia ucapkan pada Jeongguk. Tapi, apa semua akan baik-baik saja kalau tidak seperti apa yang Taehyung harapkan? Apa dia akan kehilangan Jeongguk sebagai sahabatnya? Taehyung takut, sangat takut. Hidupnya sudah cukup lama dihiasi dengan senyum dan tawa Jeongguk, hari-harinya selalu ada Jeongguk.

Tapi Ia tidak tahan lagi, hatinya terasa sesak dan sakit menyimpan semuanya sendiri. Ia takut kehilangan Jeongguk, laki-laki yang Ia cintai lebih dari sahabat.

"Taehyung," Telapak tangan Jeongguk yang hangat di pundaknya  membuat lamunanya berhenti.

Ia menatap kedua mata coklat Jeongguk yang indah dibawah sinar rembulan, Jeongguk tampan...sangat. Taehyung kadang bertanya apakah Jeongguk nyata atau tidak, Ia terlalu sempurna untuk Taehyung.

"Tae kalo lo nggk mau bilang, gua nggk masalah. Gimana kalo kita habisin tehnya lalu pulang?" Tawar Jeongguk setelah melihat Taehyung tambah gugup dan terlihat takut.

"Jeongguk, gue suka lo."

"Ha?"

Kedua tangan Taehyung mencengkeram celana yang Ia pakai, "Gue suka sama lo lebih dari sahabat, I have a crush on you Jeon Jeongguk."

Nafas Jeongguk tercekat, Ia balik menatap kedua mata Taehyung mencari kesungguhan atau candaan.

"Tae gue—"

"Jeongguk, gue nggk berharap lo bales perasaan gue. Gue minta maaf kalo lo ngerasa nggk nyaman, tapi..." Taehyung menghembuskan nafasnya, "Tapi gue sakit kalo harus nyembunyiin ini semua, lo nggk perlu bales perasaan yang gue punya. Cukup kaya gini aja, jadi sahabat gue. Semua udah cukup. Jangan jauhin gue, jangan menghindar dari gue."

Hal itu membuat hati Jeongguk sakit, senyum Taehyung terkesan dipaksakan. Mereka sudah bersahabat sejak lama, manjauhi Taehyung adalah hal yang tidak pernah Jeongguk pikirkan.
"Tae, gua bener-bener hargai usaha dan keberanian lo buat bilang ini. We've been having a good time right? Lo itu salah satu orang terpenting dalam hidup gue, lo adalah salah satu dari sekian banyak hal yang gue syukuri di dunia ini. Lo adalah rumah, gue sayang sama lo Tae."

Jeongguk tersenyum sedih, Ia mengalihkan pandangannya pada rembulan di atas sana. "Tapi maaf Tae, perasaan gua ke lo nggk bisa lebih dari ini."

Seketika itupun hati Taehyung terasa sakit, sakit amat sakit. Berulang kali Ia membayangkan penolakan Jeongguk, tapi ini bukan bayangannya lagi ini kenyataan. Hatinya sakit seperti diremas dengan hebat. Air mata yang Ia tahan jatuh begitu saja.

Jeongguk yang melihat Taehyung menangis langsung menangkup wajah sahabatnya, menyeka air matanya.

"Taehyung, maafin gua. Jangan nangis tolong, lo buat gua sakit kalo kaya gini. Gua lebih baik lo pukul, tendang, atau tabok sekalian. Gua nggk mau liat lo nangis, tolong Tae jangan nangis gara-gara gue. Gue udah cukup jadi bajingan karena nolak perasaan lo, lo pukul gua aja ya."

Taehyung mengusap kedua matanya, senyumnya mengembang dengan lemah. "Jangan, gue nggk mau nyakitin lo. Gue nggk apa-apa gguk, seminggu ini gue udah mempersiapkan diri sama semua kemungkinannya."

Jeongguk merutuki dirinya sendiri, dibawanya Taehyung ke dalam pelukan. Untuk beberapa saat Ia tidak merasakan Taehyung membalas pelukan yang Ia berikan, saat Ia ingin menarik dirinya kedua tangan Taehyung mendekapnya erat.
Memejamkan kedua matanya, Taehyung menyembunyikan wajah di ceruk leher Jeongguk.

Dihirupnya wangi khas tubuh laki-laki itu, rumah. Taehyung sudah menganggap Jeongguk adalah rumah keduanya, tempat Ia mengeluh, meluapkan segala emosi yang Ia rasakan. Jeongguk adalah cintanya, cinta yang telah tumbuh karena dirawat dan dijaga sepenuh hati. Malam yang dingin itu mereka habiskan dalam pelukan satu sama lain, Taehyung mencurahkan segala emosi dalam dirinya. Jeongguk tetap disana, bersamanya.

Diatas motor Jeongguk, sepulangnya mereka dari taman. Taehyung tidak melepaskan dekapannya, mungkin sampai Jeongguk merasa susah untuk bernafas.
Taehyung mempererat dekapannya pada tubuh Jeongguk, lebih erat dari belasan tahun mereka bersahabat, lebih erat dari sebelumnya, lebih erat karena Taehyung tidak mau Jeongguk menghilang. Karena Jeongguk adalah rumahnya, tempat Ia pulang.

🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓

Thank you.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KookV AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang