Awal Bukanlah Akhir

2 0 0
                                    

Namaku Anemone. Ya.... Anemone sama seperti nama tumbuhan laut :). Aku dibesarkan oleh seorang ibu yang sangat open-minded dan supportive, sedangkan ayahku adalah seorang yang konservatif dengan banyak aturan ini dan itu.

Tidak ada cerita yang istimewa di masa kecilku, yang aku ingat hanyalah hari-hari bersama ibuku belajar, membaca buku dan memasak bersama. Ayahku? Jelas beliau sangatlah sibuk dengan pekerjaannya, dari pagi hari hingga ketemu pagi lagi.

Ya... hari-hari dari bangun tidur hingga tidur lagi, aku bersama ibuku seorang. Ibuku bercerita sebenarnya selepas lulus kuliah dengan jurusan Biologi, beliau ingin sekali menjadi peneliti namun harus mengurungkan niatnya sebab beliau ingin sekali mendidik dan mengasuhku dengan tangannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Selain itu, ibuku pun sangat tertarik dengan seluk beluk antariksa. Jadi, setiap mau tidur aku ingat sekali cerita-cerita tentang luar angkasa yang dibacakan oleh ibuku. Sehingga, ketika beranjak besar dan ditanya apa cita-citaku, maka aku akan menjawab : ASTRONAUT!

Bahkan ketika SD, SMP dan SMA pun tidak ada cerita yang istimewa. Oh... ingatan yang tersisa hanyalah ketika SMA aku menjadi korban bullying oleh teman-teman sekelasku sebab aku sangat tidak kooperatif dengan mereka dalam hal contek-mencontek sehingga setiap kali ulangan hanya aku seorang yang tidak pernah remedi. Hahaha....

Hari-hari serasa berjalan monoton dengan sekolah hingga sore hari, lalu sepulang sekolah aku harus les beragam macam, dari les matematika, bahasa inggris, gitar, hingga voli. Tiba dirumah pukul 10 malam, mandi-lanjut review pelajaran disekolah hari tadi- tidur-bangun lagi. Begitu setiap weekdays. Nothing interesting about my school life.

Story short, aku menginjak usia 18 tahun dan akhirnya lulus dari sekolah terkutuk itu. Otomatis, ada obrolan akan berkuliah jurusan apa dan dimana. Ayahku berambisi supaya aku mengambil jurusan kedokteran, namun impianku adalah belajar teknik. Dari awal saja sudah ada bentrokan seperti ini, namun dengan lembutnya ibuku memberikan pengertian kepada ayahku supaya membiarkan aku untuk belajar apapun sesuai passion-ku.

Sudah tuntas urusan jurusan yang akan diambil. Ada masalah lain yaitu pemilihan universitas. Asal tau saja kalau sejak dibangku sekolah aku sudah memimpikan untuk kuliah di jurusan Industrial Design Engineering di TU Delft Belanda. Lalu, aku utarakan dong mimpiku itu ke ayahku. Dan pastinya tau apa respon ayahku yang kolot itu, ya... beliau tidak izinkan aku untuk pergi kuliah, jangankan keluar negeri, keluar kota pun tak akan diberi izin. Ayahku masih memiliki pemikiran yang sangat primitif bahwa anak perempuan apalagi masih 18 tahun tidak boleh untuk pergi jauh dari rumah. Namun pastinya ada ibuku yang selalu membelaku.

"Kita harus memberi kepercayaan kepada anak kita bahwa dia benar dengan pilihannya, sebagai orang tua kita cukup memberi dukungan. Toh dengan dia memilih pergi jauh dari rumah akan memberi banyak pengalaman hidup untuknya. Biarkan dia keluar dari zona nyamannya supaya dia bisa melihat dunia yang lebih luas dari pemikirannya." Itu kata-kata bijak yang dilontarkan oleh ibuku yang membuat ayahku terdiam sejenak.

"Baiklah kalau itu maumu, tapi ayah ga akan keluarin uang sepersen pun jika kamu memilih untuk kuliah di luar negeri." pungkas ayah.

"Oh tidak perlu khawatir, zaman sekarang sudah maju sudah banyak informasi beasiswa bertebaran." Jawab ibuku dan aku mengiyakan.

"Aku sudah cari informasi kok tinggal daftar aja. Ayah dan ibu tinggal doakan saja yang terbaik untukku." Kataku kepada ayah dan ibu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Life, My Choice!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang