Extra Part

5 0 0
                                    

Barusan Asami kubawa ke rumah sakit. Entah kenapa, begitu bertemu denganku dia tiba-tiba pingsan. Untungnya bukan hal yang serius, hanya kelelahan dan dia belum makan sejak pagi, makanya pingsan. Setelah beberapa saat, akhirnya dia sadar dan kami berjalan menuju mobil untuk mengantarnya pulang. Saat itu, dia akhirnya mengungkapkan identitasku yang sebenarnya. Dan akhirnya dia ingat kalau aku Tanaka Tsuyoshi. Saking senangnya, aku bahkan sampai tidak tahu harus berkata apa.

"Sou da, kamu yang mengirimkan teka-teki itu kan? Kenapa?" tanyanya lagi.

"Eh, untuk bermain?" jawabku setelah berpikir sesaat. Ketika mendengar pertanyaan itu, aku seketika teringat dengan beberapa momen saat mengirim sandi-sandi itu.

TTT

Hari ini aku baru dipindahkan ke divisi lain. Setelah berkenalan dengan karyawan di sini, aku mulai mengerjakan tugas yang diberikan kepala bidang padaku. Dan, setelah sekian jam berkutat dengan tugas baruku, akhirnya aku bisa mengisi perut.

"Sumimasen, kalau tidak salah kamu Tanaka Tsuyoshi dari SMA Hiroo Gakuen kan?" tanya seorang perempuan yang seumuran denganku. Dia berjalan mendekat ke meja tempatku makan sambil membawa nampan. Wajahnya terasa tidak asing dan ketika dia menyebutkan SMA Hiroo Gakuen, aku langsung mengenalinya.

"Hai, Suzuki-san kan?" balasku sambil mengonfirmasi ingatanku.

"Ah, ternyata kamu ingat. Bagaimana kabarmu? Oh ya, boleh duduk di sini?" tanyanya lagi lalu duduk di depanku setelah aku mengiyakan.

"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Kalau kamu? Oh ya, masih berteman dengan Koshimizu-san?" gantian aku yang bertanya kali ini.

"Masih kok, ada apa? Mau mendekatinya lagi ya," katanya menggodaku. Aku segera membantahnya dengan santai dan lanjut makan.

Kemudian, dari pembicaraan kami, aku mendapat informasi kalau Asami masih saja menyendiri seperti dulu. Lalu, aku mendapat sebuah ide untuk memaksanya keluar dari zona nyamannya, dengan mengirimkan sandi-sandi setiap akhir pekan. 

Saat pertama kali mengirimkannya, aku tidak tahu di mana tempat tinggalnya, karena kudengar dari Suzuki-san, dia tidak tinggal dengan pamannya lagi. Jadi, aku mengikuti Suzuki-san saat akhir pekan karena dia pasti akan bertemu dengan Asami. Tidak butuh waktu lama, aku berhasil mengetahui tempat tinggalnya. Tapi, aku terpaksa menunggu di dekat apartemennya sampai sore karena kulihat mereka pergi entah ke mana. Sekitar jam 4 sore, barulah aku melihat sosoknya dari kejauhan, aku buru-buru meninggalkan amplop di depan pintu apartemennya dan berjalan ke zebra cross. Saat di sana, aku berpapasan dengannya, kupikir sebaiknya aku menyapanya. Namun, belum sempat aku menyapa, dia malah berjalan terus ke tengah jalan padahal lampunya masih merah. Aku langsung menarik tangannya dan memarahinya seolah aku tidak mengenalnya. Lalu kenyataannya, dia sendiri juga tidak mengenalku. Begitu dia bertanya siapa namaku, aku sengaja tidak menyebutkannya dan langsung menyeberang dengan cepat. Biarlah dia yang mencari tahu sendiri.

Lalu, hasilnya? Dia sama sekali tidak membalas semua amplop yang kukirimkan. Aku memutuskan untuk memberinya sedikit ancaman dan mengirimkannya sebelum berangkat ke Osaka. Sampai di Osaka, kami sarapan sebentar di hotel, lalu kebetulan, aku melihat Suzuki-san duduk di seberang ruangan, sepertinya dia sedang menelepon seseorang. Kupikir itu mungkin Asami, jadi aku terus memperhatikannya dari kejauhan, tapi bagaimanapun juga, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan atau dengan siapa dia berbicara. Kemudian, sorenya, aku izin pulang ke Tokyo dengan alasan ada keadaan darurat di rumah, padahal aku pulang untuk meletakkan barang yang kutinggalkan untuk Asami, sebuah kotak yang berisi foto kami dan teman-teman sekelas saat SD. 

Meskipun cara itu sepertinya berhasil, aku merasa tidak enak kalau mengancamnya. Di amplop setelahnya, aku kembali menggunakan kalimat yang halus, supaya dia tidak merasa tertekan dengan sandi yang kuberikan. Aku juga terpaksa menculiknya untuk menambah drama, tapi aku tidak bermaksud membahayakannya. Buktinya, aku meninggalkannya di dekat panti asuhan ketika kulihat seseorang keluar dari sana. Aku juga meneleponnya meski sedang sibuk untuk memastikannya pulang dengan selamat.

Momen lain yang kualami ketika bersamanya adalah aku memanfaatkan kenyataan dia tidak mengingatku dengan memakai nama Hiroshi, temanku ketika SMA. Lalu, aku mengubah sikapku menjadi sedikit menyebalkan di depannya untuk menarik perhatiannya. Aku sengaja datang ke rumah pamannya ketika malam tahun baru, menjemputnya dari kantor meski dia tidak suka, lalu meneleponnya meski dia tidak ingin mendengar suaraku. Aku juga pindah ke gedung apartemennya dan mengikutinya ke Osaka. 

Di Osaka, aku jadi menyadari satu hal darinya, dia suka melamun dan menyeberang sembarangan. Dua kali aku melihatnya menyeberang, dua kali dia tidak menyeberang dengan benar. Yang pertama kali dia tidak memperhatikan lampu penyeberangan, lalu sekarang dia tidak menghiraukan mobil yang masih saja melaju padahal sudah saatnya berhenti. Aku langsung berteriak AWAS dan menyeberang ke tempatnya berdiri. Begitu sampai, dia terlihat seperti teringat sesuatu, apa mungkin dia teringat tentangku?

Aku tidak mempedulikan bagian itu dan menasehatinya lagi. Dan setelahnya, dia sedikit melunakkan hatinya dengan membiarkanku duduk semeja dengannya saat makan malam. Lalu, begitu dia selesai makan, itulah saatnya aku beraksi menjadi seorang pengirim sandi misterius. Aku meletakkan sebuah amplop di depan pintu kamarnya, memencet bel lalu berjalan ke arah lift. Ketika dia membuka pintu, aku sengaja berjalan melewati kamarnya lagi seolah baru keluar dari lift, dia pasti akan berpikir kalau orang yang meletakkan amplop ini akan berjalan ke lift dan meninggalkan lantai itu lalu bertanya pada seseorang yang baru lewat apakah berpapasan dengan orang yang berjalan ke arah lift. Dan benar saja tebakanku, dia langsung bertanya begitu saat aku lewat.

Akhir pekan selanjutnya, aku kembali meletakkan sebuah sandi pagi-pagi sekali ketika aku sampai di Tokyo. Aku sengaja memesan penerbangan lebih awal darinya untuk melakukan ini, dan kemarinnya, aku menelepon jasa pindah rumah untuk memindahkan kembali barangku dari apartemen ke rumah. Meski kontrak untuk apartemen paling tidak sebulan, aku bisa pindah meski baru seminggu dengan meminta bantuan temanku yang mengelola apartemen itu. 

Sandi yang kuletakkan saat itu adalah yang terakhir dan sengaja kubuat mudah sekali supaya dia bisa langsung mengirim balasannya. Tapi, aku kembali kecewa karena dia malah tidak membalas sama sekali dan balasannya baru masuk keesokan harinya. Dengan setengah hati, aku mengetikkan balasan tempatku menunggunya.

Awalnya aku ingin langsung mengetikkan 'kst' yang kusingkat dari kissaten [1]. Tapi karena kesal, aku menghapusnya dan mengetik 'guess where am I'. Setelah mengirimkannya, aku langsung pergi ke kissaten itu dan menunggunya sampai sekitar jam 2 siang. Begitu Asami sampai, dia malah pingsan setelah mengucapkan beberapa kata.

TTT

"Main!? Aku sampai mengira diriku diteror, apalagi kamu bilang kalau akan membongkar masa laluku," katanya dengan penuh emosi saat kami sudah memasuki mobilnya.

"Gomen, gomen. Kalau tidak begitu, kamu tidak ikut kan? Lagipula, mana ada teror yang memberikan hadiah," balasku sambil memasang sabuk pengaman. Ketika aku mengatakan soal hadiah, dia sontak melirik kalung yang dipakainya sekarang.

"Arigatou."

[1] Tempat sejenis cafe

Your Touch in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang