Menggapai Suhaa 31: Komentar negatif

57 8 1
                                    

"Lah, mana bisa gitu woe!"

Saat ini, Leya tengah kesal sendiri di dalam kamarnya. Padahal ia baru saja kembali dari jalan-jalannya bersama Suhaa, ia tiba-tiba kesal saat pulang dari rumah.

Kekesalannya diakibatkan oleh orang-orang di sosial media yang tanpa henti melontarkan hujatan kepadanya saat ia kembali mengunggah sesuatu di akun miliknya.

Baru lima belas menit ia mengunggah foto kalung pemberian Suhaa tanpa caption sedikitpun, ia langsung diserang oleh netizen.

Komentar-komentar negatif memenuhi postingannya, hanya beberapa orang waras yang mendukung Leya.

Bagaimana mungkin orang-orang mengatakan jika Leya menghabiskan uang kekasihnya, padahal Leya tak pernah tahu jika Suhaa menyiapkan kalung ini untuknya.

"Yang benar aja woe, Leya cuma ngunggah foto kalung ini tanpa caption, tanpa tagar, dan cuma iseng.." Leya tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia terima.

"Masa iya Leya ngabisin uang Suhaa, Leya aja nggak tau kok kalau Leya bakal dapat kalung!" Serunya dengan kesal

"Ini maksudnya apa sih.. ca.. caffer? Caffer teh naon? Wafer coklat atau biskuit?" Leya menggerutu saat melihat beberapa komentar aneh.

"Apa lagi nih?.." Leya menyipitkan mata saat membaca komentar aneh lainnya.

"Lo.. lonthea? Lonthea apaan lagi sih? Minuman?" Leya sama sekali tak mengerti dengan komentar-komentar netizen yang membuat lidahnya keseleo.

"Sumpah, ini kok ketikan mereka pada aneh-aneh sih!? Leya nggak paham." Leya membanting ponselnya ke ranjang dan berbaring disamping ponselnya.

"Biarin aja lah, palingan efek iri atau gimana.." Leya hanya bisa menghela napas, ia tak bisa berbuat apapun dan hanya perlu membiarkan orang-orang itu bicara semaunya.
***
***
"Ngapain ayah ke sini?"

Ah~ yang benar saja, kenapa ayahnya tiba-tiba datang untuk menengok mereka berdua?

Saat ini, Suhaa tengah duduk di depan seseorang yang begitu ia kenali, Adiratna. Seorang ayah yang bisa dibilang ayah yang periang dan sangat menyayangi anak-anaknya.

Amara pun telah bangun dari tidurnya sebelum sang kakak dan sang ayah datang.

Amara sendiri langsung lari ke pelukan ayahnya saat sang ayah baru muncul di depan pintu rumah, ia hanya ingin melepas rindu dengan ayahnya.

Saat ini pun Amara masih setia duduk di samping ayahnya. Ia tengah memeluk boneka yang dibawa oleh ayahnya untuknya.

Sementara Adiratna hanya duduk merangkul putri kesayangannya untuk melepas rindu.

"Ayah cuma kangen sama kalian, ayah denger kamu lagi ker-!" kalimat Adiratna terhenti karena Suhaa yang tiba-tiba memotong pembicaraannya.

"Kalau ayah udah tau, emangnya kenapa?" Suhaa membalas dengan mimik wajah aneh. Ia hanya berusaha agar ayahnya tidak membuka mulut mengenai pekerjaannya di depan Amara.

Adiratna hanya bisa menghela napas, ia sangat mengerti jika putrinya sama sekali tidak tahu mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh putra sulungnya.

Ia pasti adalah ayah terburuk di dunia, ia telah membiarkan putra sulungnya mencari nafkah untuk adik dan ibunya.

Sementara ia, di rumah megah miliknya, tengah bersantai dan bergelimang harta sementara anak-anaknya menderita.

"Ayah sebenarnya mau ngajak kamu pindah ke rumah ayah, itupun kalau kamu setuju..," Adiratna tak berani menatap mata Suhaa saat berkalimat.

"Nggak perlu, kalau Amara yang pindah ke rumah ayah nggak masalah. Tapi Suhaa tetap di sini aja," balas Suhaa cepat.

"Ara mau nggak ikut sama ayah?" Suhaa beralih menatap adiknya.

"Nggak mau ah, enakan sama abang," jawab Amara cepat.

Adiratna kembali menghela napas, ia tak bisa memaksa putra dan putrinya untuk ikut bersama mereka, sebaiknya ia mengirimkan uang rutin untuk mereka berdua.

"Ayah juga dalam proses menceraikan mama kalian, tapi ayah bakal tetap nafkahi mama kalian." Adiratna juga sudah tidak bisa menghadapi istrinya yang egois itu, ia lelah.

Suhaa dan Amara tidak menjawab, mereka juga sudah masa bodo dengan ibu mereka. Asalkan sang ibu bisa hidup dengan tenang dari uang yang ayah kirimkan setiap bulan, mereka tak perlu khawatir lagi.

"Ayah, ayah.. abang punya pacar loh, cantik lagi." Tiba-tiba saja Amara membahas Leya ditengah-tengah keheningan.

Mendengar itu, Suhaa hanya bisa berdecak, adiknya itu memang mata-mata ayahnya, semua informasi mengenai dirinya pasti akan diadukan kepada ayahnya.

"Eh, bener? Namanya siapa?" Menanggapi kalimat Amara, Adiratna bertanya dengan senyum terukir di wajahnya.

Ia juga cukup terkejut, baru kali ini putranya memiliki seseorang yang penting dalam hatinya selain keluarga, ia pikir Suhaa tidak akan pernah memikirkan hal itu dan memilih dijodohkan.

"Namanya kak Aleya. Orangnya cantik loh yah, baik lagi. Kak Leya sering bawain Ara makanan kalau abang pulang telat, kak Leya juga pernah masakin Amara loh," dengan mata berbinar, Amara menjawab dengan riang.

"Lain kali, kenalin ayah sama dia ya!?" Adiratna menambah senyumnya sambil mengelus kepala Amara.

"Siap, ayah datang lagi 'ya kapan-kapan, Ara bakal kenalin ayah ke kak Leya," seru Amara bahagia.
***
***
Jam telah menunjukkan angka 00.35, namun Leya tak kunjung menutup matanya. Saat ini ia tengah sibuk mencatat rangkuman materi untuk Suhaa.

Ia berencana memberikan rangkuman itu agar Suhaa bisa mengerti dan tak perlu susah-susah untuk belajar lagi ditengah-tengah kesibukannya.

Suhaa bisa membaca buku itu di sela-sela istirahatnya di cafe, ukuran buku itu juga pas untuk dibawa kemana-mana.

Leya merasa senang bisa membantu kekasihnya, meskipun bantuannya bisa dibilang tak seberapa. Leya hanya bisa berharap Suhaa menyukai kerja kerasnya.

Tangannya tiba-tiba berhenti menulis saat mendengar ponselnya berdering. Dengan cepat ia mengangkat panggilan itu saat tahu bahwa Suhaa yang menghubunginya.

"Eh Suhaa, kirain Suhaa udah tidur," ucap Leya dengan riang untuk membuka percakapan mereka.

"Eh udang rebus, ini udah malem. Ngapain lu masih melek hah? Besok sekolah woe." Tiba-tiba saja, Suhaa berteriak menanggapi kalimat Leya.

"Hehehe, Leya udah mau tidur kok, denger hp bunyi, mata Leya melek lagi," balasnya mengada-ada.

"Oh iya, ngapain Suhaa nelpon jam segini? Mau ngomongin sesuatu?" Leya lanjut bertanya.

"Ah, mungkin mulai besok gue agak sibuk sehabis pulang dari sekolah.. gue cuma mau ngasih tau itu, nanti lu nyari-nyari gue lagi,"

"Gue bakal langsung hubungin lu atau langsung ke rumah lu kalau gue udah dateng dari cafe, denger nggak?! Jangan sekali-kali dateng ke cafe kalau gue nggak bisa dihubungi, denger nggak Ley?!"

Leya hanya bisa tersenyum mendengar ocehan dari kekasihnya, ia hanya bisa mengiyakan perintah dari Suhaa. Bisa repot jika lelaki itu marah padanya.

"Iya, iya.. Leya denger kok. Oghey lah kalau begitu, yang penting mah Suhaa ngasih kabar kalau udah balik. Soalnya Leya khawatir, kalau Ara sampai khawatir juga 'kan bisa gawat," balas Leya panjang lebar.

"Leya nggak bisa ngejelasin semuanya kalau Ara tiba-tiba nanya soal Suhaa ke Leya," lanjutnya.

"Iya, gue pasti ngabarin lu, tenang aja. Sekarang, matiin hp nya dan lanjut tidur lu."

"Matiin aja duluan, selamat malam.."

"Malam, Suhaa.."

Setelah percakapan itu selesai, Leya kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Ia benar-benar senang hari ini, meski hanya satu hari, ia sudah senang.

Sehari bersama Suhaa adalah yang terbaik, mulai besok, lelaki itu pasti akan kembali sibuk. Tetapi seharian sudah sangat cukup bagi Leya menghabiskan waktunya bersama sang kekasih.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semuanya biasa-biasa saja dan tetap seperti semula, tidak ada yang berubah kecuali Suhaa yang hanya bertambah sibuk.

Itu saja.
***
***

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang