18+
Dia membalas ciumanku.
Aku ingin melepaskan diri dari Mas Bagas, tapi saat aku melepaskan cengkeramanku pada kerah kemeja Mas Bagas, Pria itu justru menahan tanganku, membawa tanganku ke dalam genggamannya tanpa melepaskan ciumannya.
Hingga tanpa aku sadari kini bukan aku yang menggodanya, tapi aku yang terjebak dalam perangkap Mas Bagas yang mengurungku dengan kedua lengannya, membuatku tidak bisa berkutik sama sekali di tempat.
Gemuruh jantungku semakin menggila seiring dengan bulu kudukku yang meremang saat kecupan yang awalnya ringan itu berubah menjadi menuntut dengan gigitan yang tanpa sadar membuatku mendesah pelan karena ulah Polisi menyebalkan tersebut.
Lama Mas Bagas menciumku, dia seperti tidak ada puasnya menikmati setiap inchi bibirku, membawaku ke dalam pengalaman baru untuk pertama kalinya dalam hidupku. Berbeda dengan dirinya yang sudah mencecap kehidupan berumah tangga, walau aku tidak mencintai dan menginginkannya, Mas Bagas adalah pria pertama untukku dalam segala hal dewasa ini.
Segala hal yang di lakukan Mas Bagas terhadapku sekarang membuat tubuhku serasa terbakar dengan perasaan aneh tapi mendamba, gelenyar yang tanpa permisi masuk ke dalam dada serta membuat jantung dan hatiku bergetar dengan ribuan kupu-kupu yang tidak terlihat.
Setiap erangan yang tanpa sadar aku keluarkan membuat pria masam ini menyunggingkan senyum jahil di sela kecupannya, tidak tahu berapa lama kami saling memagut dengan Mas Bagas yang menggenggam tanganku erat, hingga akhirnya saat aku mulai kehabisan nafas, barulah pria yang sudah berstatus suamiku ini melepaskan ciumannya.
Rasanya bahkan bibirku mati rasa sekarang karena ulahnya, dan dengan kurang ajarnya masih dengan wajahnya yang masam seolah tidak terjadi apa-apa antara aku dan dia, Mas Bagas menyeka sudut bibirku perlahan, mengusap bibirku yang basah dan pasti membengkak karena ulahnya.
"Kamu salah sudah membangunkan Serigala yang tertidur, Nura. Seorang pria tidak membutuhkan hati untuk menyentuh seorang wanita."
Aku tersenyum kecil mendengar ucapannya, bibir dan hati pria ini sangat bertolak belakang, perlahan aku mulai mengenal siapa dan bagaimana Mas Bagas. "Benarkah begitu, Mas?"
Berpura-pura kuat, itu adalah hal yang akan menjadi makanan sehari-hariku mulai sekarang untuk membalas mereka. Kalimat Mas Bagas memang menyakitkan, di sentuh seseorang tanpa cinta siapa juga yang mau? Tapi sorot mata Mas Bagas yang berbeda sekarang membuatku yakin, ucapannya barusan lebih banyak terlontar untuk dirinya sendiri.
Terserah apa yang mau kamu ucapkan Mas Bagas, tapi aku yakin, lambat laun perasaanmu padaku akan berubah seiring dengan berjalannya waktu, sebuah pohon yang kokoh saja bisa rubuh perlahan saat rayap menggerogotinya, apalagi kamu juga manusia biasa. Aku memang tidak bisa melawan kamu dan keluargamu dengan materi atau power yang sama kuatnya, tapi bukankah Tuhan tidak akan membiarkan begitu saja orang di perlakukan sekenanya, pernikahan di jadikan mainan.
Buktinya, tadi pagi kamu masih menolakku, dan sekarang kamu justru yang menciumku tanpa mau melepasku.
Untuk terakhir kalinya sebelum aku turun aku menyempatkan diri mengecup bibirnya sekilas, rasa sungkan dan malu sudah aku singkirkan, walaupun tersembunyi dia adalah suamiku."Sampai ketemu nanti sore di rumah suamiku, biasakan dirimu dengan istri mudamu ini, ya!"
❤❤❤❤❤
Braaakkk.
Suara pintu mobil yang tertutup dengan keras membuat beberapa orang yang ada di depan kantorku menoleh ke arahku dengan pandangan bertanya. Apalagi saat melihat jika sumber suara itu berasal dariku, hal yang bagi mereka agak sedikit aneh karena biasanya aku jalan kaki dari kos menuju kantor, dan saat sebuah Mobil SUV premium mengantarku tak ayal mereka pun turut mengernyitkan dahi keheranan. Apalagi di tambah dengan wajahku yang semerah kepiting rebus, tentu saja mereka bertanya-tanya apa yang sudah terjadi padaku.
Karena pandangan penuh rasa penasaran itulah yang membuat umpatan yang nyaris keluar dari bibirku saat aku turun dari mobil tadi kini harus aku telan kembali, dan yang bisa aku lakukan hanya menatap benci pada mobil tersebut yang melaju begitu saja berlalu dari hadapanku.
Sungguh aku ingin memaki pengemudi tersebut dengan sebutan buaya, bagaimana tidak, tadi pagi saat sarapan Mas Bagas masih berucap dengan pongahnya jika dia cinta setengah mati dengan Mbak Helena, berulang kali berkata padaku untuk tidak jatuh hati padanya karena dia tidak akan pernah membalasku, tapi nyatanya, saat aku nekad menciumnya barusan, Mas Bagas membalas ciuman pertamaku tersebut seperti Serigala yang kelaparan.
Dasar para pria di mana saja sama Buayanya. Bilangnya nggak-nggak, tapi di goda nggak nolak juga, dan merasakan perih imbas dari ciuman Mas Bagas barusan membuatku hanya bisa mengerang pelan, sepertinya aku salah memilih cara. Atau Mas Bagas yang tidak tahu jika ciuman barusan adalah ciuman pertamaku.
Tidak bisa aku bayangkan bagaimana berantakannya aku sekarang karena ulah pria berwajah masam tersebut.
Berusaha tidak memedulikan tatapan aneh dan bertanya yang terarah padaku aku melenggang pergi masuk ke dalam kantor, tanpa aku inginkan, memang hidupku akan berubah karena perjanjian yang aku lakoni ini, suka atau tidak.
"Mukamu merah kayak kepiting, Nur. Kenapa lu?" Sapaan dari rekan satu divisiku bernama Rina membuatku menoleh sebentar sembari memegang pipiku, aku tidak ingin mengingat kejadian di mobil tadi, tapi sekarang saat berkumpul dengan rekan satu divisiku di ingatkan lagi. Mungkin karena penampilanku yang berantakan dan tidak seperti Nura yang biasanya yang membuat mereka bertanya-tanya. Apalagi dengan gerutuan panjangku semenjak aku masuk kantor tadi.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan dari Rina barusan, Benny, rekanku yang lain, yang tiba-tiba muncul dari belakangku menambahkan pertanyaan yang membuat yang lain semakin penasaran di buatnya.
"Di apain lu tadi di mobil sama Mas-mas yang nganterin lu?"
"Haaaahhh? Nakal juga kamu ya, Ra."
Kalimat tidak menyangka dan wajah-wajah jahil terlihat di rekanku ini, pasti otak mereka langsung traveling mendengar ucapan ambigu dari Benny barusan. Aku sudah menggelengkan kepalaku keras pada Benny, berharap jika dia tidak memperpanjang rasa keponya yang akan menular pada yang lain, tapi sepertinya dia memang juga ingin menggodaku.
"Hayo cerita, kita kan udah gede juga, ikut seneng kalau si polos Nura udah punya pasangan." Seperti seorang dewasa pada anaknya Benny mengusap rambutku, "Perasaan tuh mobil yang nganterin kamu lama banget berhentinya di depan! Begitu keluar wajahmu kusut kek sekarang."
Blush, pipiku yang sudah memerah semakin menjadi karena ternyata Benny memperhatikanku sebegitunya, kini aku benar-benar mati kutu merasakan sulitnya menjadi yang kedua dan di sembunyikan, tidak mungkin kan jika aku sedang bersama dengan seorang yang merupakan suamiku sementara mereka yang tengah menatapku bahkan tidak tahu jika statusku berubah.
Tapi untunglah, seorang supervisor yang masuk ke dalam ruangan kami membubarkan gerombolan yang kepo dengan penampilan berantakanku ini. Namun ternyata kabar yang di bawa oleh beliau juga bukan sesuatu yang menyenangkan.
"Nura, kamu buat masalah apa sampai Direktur Wira Group datang mencarimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nura, Baby For You
RomanceAttention. Cerita ini hanya fiksi belaka yang terinspirasi dari beberapa kejadian di sekeliling kita. Kesamaan nama tokoh, latar belakang cerita, dan kejadian, hanyalah kebetulan semata. "Untuk pertama kalinya Ibu ingin meminta sesuatu darimu, Nu...