Thirty One

610 62 0
                                    

-Luna Anderson's POV-

"KELUAR!"

Itu suara Harry. Dan seketika jantungku langsung seperti berhenti berdetak mendengarnya berteriak menyuruhku dan Niall keluar sambil menggedor-gedor pintu kamar ganti Niall. Aku melirik ke arah Niall. Mukanya memerah dan ia menatapku dengan cemas.

"Itu... Harry," aku berbisik pelan. Ku harap ia tidak mendengarnya.

"Kau tidak seharusnya disini. Ayo kita keluar," ia menggandeng tanganku. Tangannya hangat di genggamanku. Entah kenapa aku merasa nyaman dengannya.

"Aku takut,"

"Kenapa? Harry tidak mungkin menyakitimu,"

"Bukan itu. Aku takut ia menyakitimu. Aku yang kesini duluan ingin menanyakan padamu tentang semua tapi ia keburu datang dan aku tidak sempat me....."

Belum sempat aku melanjutkan omonganku, Niall langsung meletakkan tangannya dibelakang leherku, dan menciumku perlahan. Aku sedikit kaget tapi entah kenapa ciumannya itu terasa hangat di bibirku dan aku tidak ingin melepasnya. Semakin lama ia menciumku, semakin aku merasa menikmatinya. Tanganku secara tanpa sadar langsung terlingkar di lehernya dan ia menciumku semakin bergairah. Tapi itu harus terhenti saat Harry kembali menggedor dan berteriak.

Niall mengambil jaketnya yang tergantung. "Ini, pakai,"

"Untuk apa?"

"Katamu kau takut,"

Aku mengambilnya. Bau di jaket ini adalah wangi Niall. Dan aku sangat menyukainya.

"Tapi masih ada yang tidak aku ketahui tentang foto itu dan teriakan para directioners tadi saat kau menangis dan...."

Niall memotongku lagi. Bukan dengan ciumannya. Tapi dengan ia meletakkan telunjuknya di bibirku. Menyuruhku diam.

"Shhh. Harry meminta kita keluar. Ayo kita keluar dulu. Nanti kita bahas lagi,"

Aku segera mengenakan jaket yang diberi Niall dan menggenggam tangan Niall perlahan. Ya Tuhan, semoga Harry tidak marah. Niall membuka pintu dan aku melihat Harry berdiri disana dengan muka merah dan dibelakangnya Liam, Louis, Zayn, Perrie, Ele, dan Sophia melihat kami dengan heran. Niall melepaskan genggamanku.

"Apa yang kau lakukan disitu?!" Harry membentakku.

"Jangan pernah membentak wanita," Niall membelaku.

"Apa kau yang menyuruhnya masuk ke kamarmu?! Hah?! Dasar!" Harry yang sudah mengepalkan tangannya hampir saja mengenai muka Niall kalau aku tidak menahan tangannya.

"Harry!" Aku berteriak. Muka mereka berdua merah.

"Apa? Kau kini membelanya?!"

"Aku yang mengetuk pintu duluan. Aku yang meminta masuk. Aku ingin tahu, Harry, kenapa tadi saat Niall menangis diatas panggung, penggemar kalian menyebut namaku. Mereka juga menyebut 'Luniall" atau apalah itu. Aku tahu kau mengetahui apa itu. Aku tahu kau mengetahui semua dibalik ini. Tapi aku juga tahu kau tidak akan pernah mau memberitahukanku. Maka aku bertanya pada Niall," aku merasa air mata mengalir dipipiku. Aku merasa kakiku lemas dan aku hampir jatuh kalau tidak ada yang menopangku.

Niall.

Ia yang menopangku.

"Jangan sentuh kekasihku!" Harry berteriak kembali.

"Kau yang diam, Harry! Ia menangis karenamu!" Zayn yang berbicara sekarang. "Kau baik-baik saja?"

Aku mengangguk. "Ya," aku tersenyum pada Zayn. "Zayn. Aku tahu kau tahu tentang itu semua. Tolong beri tahu aku,"

Zayn melirik ke arah Harry dan Niall. "Aku tidak tahu," ia menunduk.

Aku kembali menangis. Kenapa semua orang tidak ada yang memberitahukanku tentang ini? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Kenapa bisa ada foto Niall dan aku tanpa aku ingat kapan foto itu diambil?

Aku merasa hangat. Ada yang memelukku. Aku tidak mau tahu itu siapa karena yang aku butuh adalah jawaban. Entah dari Zayn yang sudah kuanggap kakakku sendiri, Harry yang merupakan kekasihku, Niall yang terkait disini, atau Liam dan Louis, atau Ele, Perrie, dan Sophia. Mereka semua pasti tahu. Pasti.

"Sayang? Maaf ya. Tadi aku tidak bisa mengontrol emosiku. Aku tidak bermaksud membentakmu,"

Oh itu Harry. Ia yang memelukku. Aku merasa kakiku diluruskan karena sedari tadi aku menekuknya dan membenamkan wajahku di antaranya. Aku terus menutup mataku. Aku tidak mau melihat Harry atau siapapun itu.

"Kita pulang, ya," Jemari Harry terpaut di tanganku. Ini terasa nyaman. Tapi terasa salah.

"Katakan padaku, Harry. Apa kau tahu?" Aku berbisik di telinganya sambil tetap memejamkan mataku.

Ia menghela napas beratnya dan suaranya tergetar saat menjawabku. "Ya. Aku tahu,"

Somebody to Love {Niall Horan}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang