Cinta Dari Langit Ke-6

666 44 0
                                    

Disclaimer:

Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kemiripan nama tokoh, tempat, dan lainnya terhadap kisah lain, itu semua murni ketidaksengajaan. Dan jika ada kesalahan penulisan, istilah, dan hal-hal lain, mohon untuk dikoreksi, ya.

HAPPY JUMU'AH MUBARAK. Selamat membaca! 

Salam Prajurit Baret Jingga.

***

Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(Qs. Yunus : 107)

**

Rasanya sudah lama tidak tidur di kamar saya saat masih bujang. Terakhir kali, ya, dua tahun lalu sebelum saya mengkhitbah Radya. Karena kesibukan saya sebagai tentara, juga Radya harus ikut rapat bersama ibu-ibu PIA dan kegiatannya, mengharuskan kami jarang menginap di Bintaro. Paling cuma main saja. Itu pun bergantian dengan ke rumah Mama dan Ayah.

Sejak sore, Alfarez diboyong Lia entah ke mana. Dia baru balik ke ibunya kalau mau makan, haus, ataupun mandi. Syukurnya prajurit kecil saya tidak rewel bertemu orang, apalagi ditambah ada Shanum yang juga menjadi teman mainnya. Hal itu saya manfaatkan untuk bisa berduaan dengan istri saya. Kadang-kadang, dalam pernikahan dibutuhkan waktu berdua untuk menambah cinta dan kasih sayang.

"Sayang, lagi ngapain?" tanya saya begitu masuk ke kamar mendapati Radya sedang duduk di lantai, sibuk melipat pakaian.

"Beresin baju, Mas, mau aku masukin lemari. Biar besok kalau nginap lagi enggak usah bawa baju, jadi udah ada semuanya di sini," jawabnya tanpa menoleh.

Saya ikut duduk di sebelahnya, memperhatikan Radya yang cekatan. Terkadang saya bingung bagaimana dia bisa mengatasi semua pekerjaannya dulu sebelum menikah. Bagaimana bisa dia menanggung beban berat menjadi sosok kakak dengan latar belakang orang tua yang bercerai?

Dirinya kerap kali terlihat tegar, kuat, dan bahagia, tapi saya tahu bahwa jauh di dalam hatinya rapuh. Keadaan yang memaksanya harus tetap berdiri kukuh.

"Kalau udah selesai kita ngobrol, yuk?"

"Kan, begini bisa sambil ngobrol juga, Mas," dalihnya.

"Enggak mau." Saya curi kecupan di pipi kirinya yang menyebabkan Radya mendumal. "Saya mau pacaran sama kamu. Kayaknya semenjak nikah sedikit banget, ya, waktu kita berduaan. Habis nikah langsung saya tinggal dinas."

"Salah sendiri ninggalin aku."

Saya menangkup pipinya gemas. "Ini bibir ada aja jawabannya."

"Mas, ih, jangan ganggu. Nanti enggak selesai kerjaanku, malah enggak jadi ngobrol nih."

Saya tertawa kecil melihat wajahnya yang memberengut. "Iya-iya." Lalu saya beranjak ke toilet yang ada di dalam kamar.

Begitu selesai dengan keperluan saya, Radya sudah bersandar pada dipan tempat tidur. Saya menghampirinya, merebahkan tubuh saya dengan kepala di pangkuannya.

"Mas, aku capai loh habis beresin baju, kamu malah rebahan di sini."

Saya tak menghiraukan keluhannya. "Kamu lagi nonton apa?"

"Web series, Mas, filmnya diangkat dari novel gitu. Seru deh."

"Seruan juga kisah kita." Saya langsung bergerak mencari remote dan mematikan televisi, lalu kembali ke posisi semula. "Kamu mau dengar enggak gimana saya bisa yakin sama kamu dan tiba-tiba ajak nikah di ruang makan?"

Cinta Dari Langit [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang