Aku Berna. Usiaku 18 tahun. Mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia. Terdengar keren bukan?
Aku tinggal menumpang di rumah Paman dan Bibiku. Lebih tepatnya mereka yang memintaku tinggal di ibu kota selama kuliah. Katanya mereka bangga jika aku berniat akan melanjutkan karir kakek, sehingga mereka bersedia mengurus semua kebutuhan keseharianku selama tinggal di sana.
Kakekku adalah seorang sejarawan terkenal pada masanya. Beliau telah berhasil meraih beberapa penghargaan atas penelitian yang beliau lakukan seumur hidupnya tentang kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Nusantara. Hidupnya bisa dibilang ia dedikasikan untuk mengkaji masa lampau.
Saat aku masih kecil, Kakek sering menceritakan dongeng sebelum tidur. Aku paling suka saat kakek menceritakan dongeng Dewi Nawangwulan. Kata Kakek, aku cantik seperti Dewi Nawangwulan. Sayangnya kakek sudah meninggal 6 tahun lalu. Hingga sekarang aku masih sangat merindukannya.
Keluarga kami memang telah melahirkan banyak sejarawan hebat. Dan aku ingin, serta diharapkan bisa menjadi penerus seperti para pendahuluku. Karena di keluarga besar kami, hanya akulah cucu terakhirnya. Paman dan Bibi belum memiliki keturunan selama 15 tahun pernikahan. Mungkin itu salah satu alasan kenapa aku boleh merepotkan mereka di sini.
**
Hari ini aku ada acara di kampus. Tapi sebelum itu, aku memutuskan makan mie ayam untuk makan siang. Mie ayam Bang Jo adalah yang terbaik di kotaku. Beruntungnya tempat tinggalku dekat dengan warungnya. Tinggal menyebrang jalan, sudah sampai.
Aku memesan porsi jumbo dengan daging ayam ekstra. Untuk minuman aku memesan es teh super manis. Cocok sekali dimakan di akhir minggu yang cerah ini.
Akhirnya pesananku datang. Seperti anak kecil, aku memakannya dengan perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit agar tidak cepat habis. Tapi entah kenapa mie ayam Bang Jo kali ini rasanya 2 kali lipat lebih lezat. Sudah ku makan dari tadi tidak kunjung habis. Rasanya seperti sedang makan di dunia mimpi. Padahal biasanya hanya perlu waktu tak kurang dari 5 menit untukku menghabiskannya.
"Berna.."
"Nak Berna.."
Saking menikmatinya, aku hampir tidak sadar ada yang memanggil namaku. Kudengar samar-samar suara itu. Saat kulihat tidak ada siapa-siapa. Semakin lama suara itu semakin jelas.
"Berna!"
Suara wanita. Siapa yang memanggil-manggil namaku? Suasa di sekitar seketika menjadi horor. Hingga nafsu makanku hilang.
"Berna Detta!"
Tunggu, suaranya terdengar tidak asing.
"Nak Berna ayo bangun!"
Aku terbangun dari tidur. Ternyata itu suara Bibi yang sedang membangunkanku. Bibi bilang siang ini aku ada acara di kampus dan aku harus cepat-cepat karena sebentar lagi sudah hampir tiba waktunya.
"Kamu ini susah sekali dibangunkan," omel bibi sambil berkacak pinggang. Tangannya memegang handuk.
"Hehe," masih setengah sadar aku menggaruk kepala yang tidak gatal.
Tanpa lama lagi aku langsung berdiri mengambil handuk yang dari tadi dipegang oleh Bibi dan segera mandi. Di kamar mandi aku masih mendengar omelan Bibi. Yang entah sedang kesal karena apa. Setelah selesai aku bersiap-siap dan langsung berangkat ke kampus tanpa makan siang. Karena seingatku aku tadi sudah makan siang. Paman yang sedang duduk di teras berseru mengingatkanku agar selalu berhati-hati.
Hari ini hari Minggu. Tapi aku sangat tergesa-gesa. Aku hampir lupa jika di kampus akan diadakan lomba membuat film dokumenter bertema sejarah Indonesia untuk menyambut Hari Sejarah Nasional bulan depan. Dan pendaftarannya adalah hari ini. Aku memilih berangkat ke kampus dengan naik ojek agar bisa mengebut. Berharap saat sampai pendaftarannya belum ditutup.
Keberuntungan berpihak padaku. Aku sampai di kampus tepat sebelum pendaftaran ditutup. Lalu segera mendaftar lomba dan menunggu pengumuman pembagian regu secara acak.
Aku mengikuti lomba ini karena bosan, dan tentu saja karena hadiahnya sangat menggiurkan. Uang 2 juta bagi setiap pemenang. Jika dipikir, kira-kira bisa untuk beli 200 porsi mie ayam Bang Jo yang lezat.
Setengah jam kemudian, panitia lomba membacakan nama-nama yang ada di regu. Setiap regu beranggotakan 5 orang. Di reguku ada Irama yang pemalu sampai-sampai menutupi wajah manisnya dengan poni yang amat panjang. Kelli yang paling modis berasal dari keluarga kaya, sehingga membuatnya terkesan arogan. Satria yang frontal dan penuh percaya diri. Dan Rakai yang kaku namun selalu tampak paling rapi. Tidak banyak peserta di lomba tahun ini. Karena peserta tahun ini kurang antusias. Perlombaan hanya berhasil mengumpulkan 20 orang, jadi hanya ada 4 regu yang berpartisipasi dalam lomba ini.
Setelah pembacaan pembagian regu selesai, setiap peserta langsung membuat kelompok sendiri dengan regunya. Di reguku, aku mengajukan diri menjadi pemimpinnya. Kami mengadakan rapat di kantin. Sekalian untuk makan siang. Semua memesan satu menu yang sama, kecuali Rakai. Dia bilang ia sudah makan siang di rumah. Setelah semua selesai makan, saatnya pembagian tugas, dan untuk memutuskan sejarah apa yang akan kami garap.
Kelli lebih dulu mengajukan diri sebagai pengatur tata busana dan kelengkapan alat. Ia sangat antuasias dengan perlombaan ini. Kemudian kutunjuk Irama sebagai sekretaris, karena ia tidak ingin tugas yang terlalu rumit. Satria sebagai juru kamera, karena Satria merupakan mahasiswa yang paling aktif di sosial media. Ia banyak memotret dan merekam yang kemudian ia upload di akun sosial media miliknya. Yang terakhir Rakai sebagai petugas lepas yang harus siap diperintah apapun kapanpun.
Semua anggota sudah mendapat tugas masing-masing. Dan Aku sebagai pemimpinnya harus sigap dalam hal apapun. Kemudian kami berdiskusi untuk memutuskan tempat apa dan bagaimana film dokumenter kami nantinya. Kelli memberi saran agar tempat yang akan kami syuting tidak mainstream seperti museum yang sudah biasa dikunjungi bayak orang. Kami setuju. Kami tidak ingin film dokumenter kami nantinya hanya berisi hal-hal umum yang sudah diketahui banyak orang. Tampak membosankan.
"Aku, berasal dari desa. Dan desaku masih kental dengan hal berbau kerajaan. Tepatnya, bekas kerajaan Mataram Kuno," usul Rakai, yang kutahu orangnya pendiam.
"Betul juga. Gak banyak orang kota yang mau pergi jauh ke pedalaman cuma buat ngerekam video. Hahahaha," Sela Satria.
Dan usulan itu aku setujui sebab anggota lain hanya mengikut saja. Kami akan merekam jejak sejarah Kerajaan Mataram Kuno.
Terima kasih buat kalian yang masih baca cerita ini 🥺
Sekalian ada bonus biar bisa bayangin wujud si Berna gimana :3
KAMU SEDANG MEMBACA
Anomali Bulan Purnama
Dla nastolatkówNamaku Berna. Bisa dibilang aku berjiwa petualang. Karena saat umur 3 tahun aku pindah ke Indonesia, tepatnya di Semarang. Saat umur 15 tahun aku ditinggal kedua orang tuaku pulang ke Belanda. Akhirnya aku di rumah sendirian dengan pembantuku selama...