Paula tidak menyisakan selembar pakaianku selain underwear. Isi koperku benar-benar asing. Terlalu banyak gaun pendek yang belum pernah kupakai sebelumnya. Semuanya terlalu feminin, bahkan jika aku pergi ke toko pakaian, aku tidak akan melirik pakaian-pakaian tersebut.
Aku menghabiskan waktu cukup lama untuk memilih baju apa yang akan kupakai, sampai-sampai Paula menegurku. Pada akhirnya, aku mengambil asal satu gaun panjang tanpa lengan. Warnanya biru malam, dengan motif bunga--sama sekali bukan gayaku. Awalnya kupikir aku tidak salah memilih gaun, tetapi ketika aku memutar badan dan menemukan belahan yang cukup tinggi di bagian kanan rok gaun ini, aku membeku dengan mulut menganga. Sayangnya, aku sudah tidak punya waktu cukup lama untuk menggantinya. Mereka sudah menunggu.
Aku hanya mengenakan sandal rendah dengan lilitan tali sampai batas mata kaki. Kurasa itu yang akan cocok untuk gaun ini. Anggap saja aku sedang memberi waktu istirahat untuk sepatu-sepatuku.
Aku berjalan keluar kamar dengan langkah-langkah sempit, hanya agar belahan gaun ini tidak terbuka. Walau bukan kali pertama memakai yang seperti ini, tetapi aku masih tidak merasa nyaman.
Alby menunggu di sofa sambil fokus memainkan ponselnya. Kupikir itu efek dari komunikasi terakhir kami, sebelum aku mandi, suasana hatinya masih tidak baik. Sebelumnya aku tidak akan merasa terganggu dengan itu, justru bagus kalau dia tidak memiliki hasrat untuk menggangguku, tetapi sekarang aku merasa tidak tenang dan merasa ragu untuk menghampirinya. Rasa bersalah menahan kakiku agar tidak melangkah. Ini sungguh perasaan yang menyebalkan.
"Kau sudah siap?" Alby menatapku sembari menyimpan ponselnya di saku celana. Dia berdiri, membuat penampilannya tampak jauh lebih jelas. Celana pendek warna putih dipasangkan dengan kaus putih yang dilapisi kemeja biru muda bermotif abstrak di luarnya. Dia benar-benar mewakili musim panas dengan penampilan yang seperti itu.
"Ya. Maaf lama," sahutku dan seketika mendapat keberanian untuk menghampirinya. Langkah demi langkah yang kuambil berhasil memompa laju detak jantungku. Aneh. Apalagi kami hanya berdua saat ini, aku memeriksa sekitar, mencari keberadaan Paula, dan hasilnya tidak tampak keberadaannya di mana pun.
"Paula di mana?"
"Dia sudah pergi ke rumah makan." Jawaban Alby bahkan sangat datar. Seperti orang enggan bicara denganku. Aneh rasanya kalau dia benar-benar merajuk.
Namun, aku tidak akan membicarakannya sekarang. Perutku meminta lebih banyak perhatianku daripada kekesalan Alby.
"Sebaiknya kita segera menyusul, 'kan?"
"Hm. Ayo."
Alby berjalan di depan, membiarkan aku mengikuti. Penginapan ini tidak jauh dari pantai-aku ingat sempat mendengar suara ombak saat mandi tadi-jadi, kami berangkat ke sana dengan berjalan kaki.
Kami berada di jalanan sempit yang menurun, sisi kiri dan kanan kami berjejer rumah-rumah warga dan beberapa toko suvenir. Semuanya bercat putih, dengan beberapa pot tanaman di depannya. Jalanan ini persis seperti di foto yang dikirimkan Paula kepadaku. Udara Santorini benar-benar sejuk di malam hari, meski sudah memasuki musim panas. Aku tidak tahu apakah karena posisinya berada di lereng gunung, atau karena kami sudah makin dekat dengan pantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Break [✔]
Romantik[Song Series][Completed] Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan. Orang bilang, di balik kesialan, akan di...