'13

1.5K 188 36
                                    

vote before you read!

⊙︿⊙⊙︿⊙⊙︿⊙

Taeyong Brengsek, satu kata yang terlintas dalam kepala Laura. Saat dirinya tengah mati matian menahan tangisan dan panik tiada henti. Benda tajam itu tidak menjauh dari lehernya, Laura belum bisa melihat siapa yang menyerangnya. Cahaya dari Taeyong hanya fokus padanya, tanpa berbuat pertolongan apapun.

"Dapat!, Kau masuk, jebakanku!."

Laura mendengar, sebuah kalimat dengan senyuman tipis dari Taeyong. Benar-benar gila, dia rasa terkhianati detik itu juga. Kini Laura hanya berharap dia masih diberikan hidup sekarang.

"Sesuai dugaanku. Kau- Jung Daera?."

Ucap lelaki tersebut begitu tenang. Laura yang masih berada di kondisi awal, menarik nafas nya panjang. Sembari berusaha menjauhkan benda tajam itu dari dirinya.

"Padahal sudah bertahun-tahun kematiannya, mengapa baru menampakkan diri sekarang?."

Laura tidak mengerti, bahkan terkejut pasal Taeyong yang ternyata juga mengetahui pasal Jung Daera. Kembaran Jung Daena yang telah lama mati. Itu berarti, Lee Taeyong menyimpan rahasia tersebut seorang diri, Bukan?.

"Jangan melangkah!, Atau akan kubunuh wanita ini!." perempuan tersebut mengancam, Laura yang semula berupaya tenang, nampak kembali panik. Benda tajam itu benar-benar dekat, bahkan bisa memotong leher nya detik ini juga.

"Jangan menambah beban. Kau bahkan masih menyesal karena kematian Adikmu. Melupakan luka pertama saja sulit, yakin ingin melakukan hal keji itu sendiri?. Jangan terbawa emosi, itu mempersulit penyakitmu sembuh. Daera-ssi." pelan Taeyong berbicara. Seakan tengah menenangkan, Laura tidak mengerti, Rencana apa lagi yang lelaki itu perbuat.

Karena sampai sekarang pun, dirinya belum tentu selamat. Taeyong masih terus mengajak nya berbincang. Ingin sekali Laura berteriak.

"Omong kosong!, Jangan mendekat ku bilang! Kau ingin leher wanita ini ku pisahkan dari tubuhnya?!."

"Kau yang seharusnya berhenti melangkah mundur. Perlu kuingatkan kembali?, Adik mu sudah menahan banyak derita setelah kalian berpisah. Kau membuat psikis nya hancur.. Oh ralat, Ayah mu yang terlalu berengsek. Kau juga begitu, menyelesaikan semuanya dengan cara membunuh."

"K-kau siapa!, Aku tidak mengenal mu!, Dan jangan berbicara omong kosong atau wanita ini benar-benar MATI!."

"Aku mengenal Daena, adikmu. Aku mengenal ayahmu, yang sudah mati itu. Tidak terkecuali, dirimu juga. Seseorang yang kau percayai selama ini, adalah dalang kematian Adik mu. Mau ku jelaskan bagaimana kondisi Jung Daena yang mati tanpa merasakan sedikit pun kebahagiaan?. Itu tidak adil sama sekali."

Laura terdiam, entah ucapan Taeyong benar atau tidak. Tetapi obrolan nya berhasil membuat Perempuan yang tengah mendekap nya ini frustasi. Beberapa kali Laura mendengar, kalimat menyesal dengan sangat lirih. Daera mengatakan 'tidak' secara terus menerus, sampai sedikit kehilangan kefokusannya.

Disisi lain, Taeyong menatap Laura perlahan, bibirnya mengeja kalimat singkat tanpa suara. Membuat Laura mengerjap untuk mengerti.

"Tenanglah.. Jangan bergerak." sahutnya.

"Kau gila, Daera-ssi. Disaat kematian Daena, bahkan kau tidak datang sama sekali. Seharusnya kau berterima kasih padaku, karena telah membeli rumah ini dan mengamankan nya bertahun-tahun. Karena dengan itu, kau bisa datang dan menangis menyesal setiap hari. Begitu 'kan?.," Jeda Taeyong sembari tangannya yang perlahan naik... mendekati Laura dalam diam, seperti tengah mengendalikan kondisi.

Hiraeth • Pjm Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang