44. Don't Leave Me Alone

684 63 12
                                    






"Berhenti menangis atau aku akan marah padamu"Jungkook seolah tersihir dengan perkataan Jimin. Pria itu langsung menurut dan buru-buru mengusap air mata di pipinya. Sudah pernah ia katakan jika ia paling tidak suka membuat Jimin marah ataupun merasa kecewa terhadap sikap dan juga perbuatannya. Melihat bagaimana bibir pria itu yang akan melengkung kebawah saat ia bersedih, sudah lebih dari cukup membuat Jungkook tampak seperti seorang penjahat. Yang mampu menjungkir balikkan mood Jimin dalam waktu sekejap.


Jungkook paling tidak suka tentang itu. Jadi daripada ia membuat pria kesayangannya marah-marah, bagaimana jika ia menggantikan lengkungan jelek itu menjadi senyum yang cerah dan juga menawan.

"nah, sekarang wajahmu jadi terlihat tampan. Aku paling tidak suka saat melihat kau menangis." Jimin beralih mengelus rambut prianya. Sentuhan dari jemarinya yang begitu lembut dan juga nyaman membuat Jungkook sampai memejamkan matanya.


Jimin terus memberikan perhatiannya dan itu membuat Jungkook jadi merasa bahagia. Hingga tanpa ia sadari setetes air mata jatuh dan mengalir melalui sudut matanya. "Aku percaya jika hari ini akan datang. Itulah mengapa aku selalu mengabaikan perkataan orang-orang tentang dirimu. Mereka bilang agar aku tak perlu repot-repot menunggumu untuk membalas perasaanku. Karena sejak awal kita berdua menikah, kau memang tidak pernah mencintaiku. Tapi coba lihat, apa yang terjadi sekarang. Kau, k-kau akhirnya datang padaku. Kau mencintaiku, Jimin. Hiks...hiks...maafkan aku. Maafkan aku karena menjadi pria yang begitu cengeng di hadapanmu."



Mata Jimin seketika berkaca-kaca, agaknya ia juga ingin menyampaikan seluruh isi hatinya pada pria itu. Jungkook harus tahu bagaimana selama ini ia merasa begitu beruntung karena telah memiliki pria itu di dalam hidupnya. Pasangan yang benar-benar pengertian dan juga penyayang. Namun sayangnya pernah ia sia-siakan.



"Maafkan aku. Maafkan aku karena sudah menjadi pria yang paling jahat untukmu. Selama ini kau tulus mencintaiku. Memperlakukanku seolah aku ini benda yang paling berharga. Kau memedulikanku. Tetap menyayangiku bahkan di saat aku telah beribu kali menyakiti hatimu. Katakan padaku, sebenarnya terbuat dari apa hatimu itu. Kenapa, kenapa kau selalu memaafkanku, Jungkook. Kenapa?" Jimin menarik kerah piyama Jungkook, membuat tubuh pria itu semakin merapat kepadanya.


Kedua tangan Jungkook merengkuh pinggang Jimin. Menarik pria itu masuk ke dalam dekapan hangatnya. Melihat bagaimana rapuhnya Jimin. Serta rona cantik yang semula berada di kedua pipinya mendadak menghilang, entah mengapa menimbulkan perasaan tidak tenang di hati Jungkook.

"Harusnya kau tidak perlu menanyakan hal yang sudah kau tahu pasti apa jawabannya.
Semua yang kulakukan padamu selama ini, semata-mata karena aku mencintaimu. Kau adalah alasan mengapa aku tetap memilih untuk bertahan disini."


Jimin meremat pelan selimut , guna untuk meredam perasaan sakit di sekujur tubuhnya. Tentu saja pria di sampingnya tidak akan menyadari tentang hal itu karena sejak tadi
Jungkook hanya fokus menatap wajah Jimin.




Perasaan sakit itu muncul secara tiba-tiba. Membuat Jimin tidak mampu untuk mengendalikan dirinya. Mungkin di awal ia terlihat baik-baik saja, tidak menunjukkan tanda-tanda yang cukup signifikan untuk kemudian membuat Jungkook bisa menyadari apa yang terjadi pada pria itu saat ini. Tubuhnya bergetar karena saking tidak sanggupnya menahan rasa nyeri yang kini perlahan-lahan menjalar di tubuhnya.


Jimin ingin berteriak dengan suara yang lantang. Mengatakan pada Jungkook jika saat ini dirinya begitu kesakitan. Namun entah mengapa bibirnya mendadak terasa kaku bahkan hanya untuk mengeluarkan satu katapun rasanya ia tak sanggup.



"J-jungkook?" Dari sekian banyaknya hal yang ingin Jimin ucapkan, hanya kata itulah yang meluncur dari mulutnya. Bibirnya bergetar, air matanya seakan berlomba-lomba untuk keluar dan membasahi seluruh wajah cantiknya.

"Iya, ada apa sayang?"Jungkook yang baru saja kembali fokus setelah sekian lamanya tenggelam dalam dunia fantasinya itu pun langsung bangkit dari posisi tidurnya. Menyalahkan betapa bodohnya ia karena baru menyadari keadaan Jimin.


" Sayang, wajahmu pucat sekali. Aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang juga." Setelah mengatakan hal itu, Jungkook langsung menggendong Jimin di punggungnya. Tidak lupa memakaikan mantel pada tubuhnya agar nantinya Jimin tidak merasakan kedinginan saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.



Karena saking paniknya, Jungkook lupa memakai mantelnya dan langsung membawa Jimin turun ke lantai dasar rumah mereka."aku baik-baik saja. Harusnya kau tidak perlu sekhawatir ini." Mendengar kata Jimin membuat pria itu menghentikan langkahnya, menoleh kebelakang untuk memastikan bagaimana kondisi Jimin. "Berhenti berbicara seperti itu atau aku benar-benar akan marah. Seandainya kau mau jujur padaku sejak awal, mungkin ini tidak akan terjadi. Hiks... Hiks... " Jimin ikut menangis bersama Jungkook.



Melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Jungkook saat tahu dirinya sedang dalam kesakitan dan juga bagaimana lembutnya cara pria itu memperlakukannya. Mendadak membuat Jimin di hantui perasaan bersalah. "Kumohon jangan menangis. Karena aku bukan orang yang pantas untuk kau tangisi, Jungkook."


"Kau tidak tahu jika apa yang baru saja kau katakan itu mampu melukaiku, Jimin. Bagaimana bisa kau membuat kesimpulan seperti itu di saat kau bahkan tahu seberapa penting artinya dirimu di dalam hidupku. Kau hidupku, Jimin. Kalau kau menghilang maka aku juga akan menghilang dari dunia ini."


Jimin menggeleng mendengar perkataan Jungkook. Tidak, pria itu tidak boleh bernasib sama dengannya. Dokter bilang pria itu masih memiliki harapan untuk hidup lebih lama dari dirinya.



"Jangan sembarangan berbicara, Jungkook. Aku yakin kau pasti akan baik-baik saja setelah ini. T-tidak seperti aku yang mungkin sebentar lagi akan mati"


Jungkook tidak setuju dengan pendapat pria itu karena ia masih memikirkan kemungkinan dan juga harapan untuk bisa tetap hidup. Ia percaya, seratus persen yakin dengan kata hatinya jika ia dan Jimin akan kembali pulih seperti sedia kala. Mereka sehat dan kemudian hidup bahagia selamanya.


Jungkook mengatur posisi sandaran kursi di samping kemudinya untuk membuat tubuh Jimin jadi lebih nyaman. "Tidak ada yang akan pergi di antara kita berdua. Aku tahu kau pasti kuat melewati ini semua. Kumohon bertahanlah demi aku Jimin. Demi cinta kita, sayang." Jimin dibuat terharu saat mendengar perkataan pria itu. Ia hanya bisa menganggukkan kepalanya dan membiarkan Jungkook memberinya kecupan kecil di bibir beberapa kali.


Jungkook mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Tidak melepaskan genggaman tangannya pada Jimin barang sedetik pun. Di sepanjang perjalanan Jungkook tiada hentinya berdoa agar Jimin baik-baik saja. Jimin tidak boleh meninggalkan dirinya. Karena masih ada begitu banyak hal yang belum ia lakukan bersama Jimin. Pun dengan rencana Jungkook yang akan mengikat Jimin dengan cara yang sebenarnya. Mengingat dulu mereka berdua menikah atas dasar kebohongan yang mengatakan pria itu mencintainya namun nyatanya itu sama sekali tidak benar.


Karena pada awalnya Jimin hanya menikahinya untuk mempermudah tujuan pria itu yang ingin mengejar impiannya menjadi seorang aktor. Jimin tidak mencintai Jungkook namun dengan setengah hati merelakan dirinya untuk hidup bersama dengan pria itu.













TBC.
























Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang