30 - First Time

1K 110 4
                                    

⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️

Paula menepuk bagian kosong di sebelahnya, tanpa mengatakan apa-apa, dia memintaku duduk di sana. Matanya bergulir ke kiri, mengisyaratkan agar aku segera ke sana. Namun, aku bergeming, meminta waktu sebentar lagi untuk memastikan apa yang akan kuceritakan kepadanya.

Ya ... Paula tentu menuntut cerita dariku, 'kan? Bagi orang-orang, pasangan yang tidur terpisah—walau belum menikah—pasti sedang ada masalah. Sedangkan untuk kasus kami, hubungan kamilah yang menjadi masalah.

Mengejutkan sekali rasanya saat tahu kalau Alby sungguh-sungguh peduli akan keinginanku. Aku memang berharap kami tidur terpisah dan seharusnya Alby akan memaksa sampai aku menyerah, hingga membiarkan kami tidur berdesakan di atas kasur sempit itu. Sebenarnya, bagus kalau dia mau menurutiku sesekali, tetapi ini sangat tidak biasa dan aneh. Ya, aneh kalau Alby tidak memaksa.

"Ava?"

Paula memanggilku lagi dan kali ini aku berjalan menghampirinya tanpa ragu-ragu, meski aku tidak tahu apa yang akan kukatakan kepadanya. Tidak mungkin kalau aku akan bercerita bahwa hubungan kami tidak seperti yang dia bayangkan, 'kan?

"Aku minta maaf, Paula, seharusnya aku memberi tahu sejak awal, kalau aku punya ketakutan akan terlalu banyak interaksi fisik dengan pria. Bukan trauma, tapi selalu dibayangi oleh hal-hal buruk." Daripada dituntut menceritakan sesuatu yang tidak benar-benar terjadi, kurasa akan lebih baik menceritakan kondisiku sedikit. Lagi pula, ini bukanlah aib untuk disembunyikan.

"Maksudnya?" Paula benar-benar tertarik ingin mendengarkannya.

"Kami tidak pernah tidur bersama, atau melakukan hal-hal romantis yang biasa dilakukan oleh pasangan. Aku punya pengalaman buruk yang terjadi pada ayahku sendiri, hingga aku selalu bergidik ngeri ketika akan melakukannya dan teringat pada insiden menyebalkan itu."

Aku tidak menceritakannya sebanyak yang Alby tahu. Hanya sebatas mendapati perselingkuhan Dad. Paula pasti akan mengasihaniku dan makin sulit lagi untuk mengakui kepura-puraan kami. Jujur saja, mulutku sudah sangat gatal ingin memberi tahu Paula seperti apa kenyataannya.

"I'm so sorry, Ava. Aku tidak tahu kalau situasinya seburuk itu." Paula menyentuh lenganku, memberi sedikit remasan yang menenangkan di sana.

"Dan Alby baik sekali sampai peduli akan keinginanku." Kali ini aku jujur, bukan untuk membuat Paula tersanjung karena aku akan bertahan lama dengan adiknya, meski lidahku terasa aneh saat memujinya.

"Dia pemaksa, tapi kadang memang akan sangat baik. Kuharap kau mengerti karena dia anak bungsu di keluarga kami, Ava. Kami yang membentuk karakternya jadi seperti itu." Paula tampak menyayangkan hal itu. Aku tidak ingin salah menduga, tetapi dia seperti sedang menyesali bagaimana dia memperlakukan Alby.

"Itu tidak terlalu buruk, kurasa."

Alby beruntung karena aku harus merasa tidak enak dengan saudaranya. Kalau bukan karena aku peduli pada perasaan Paula, mungkin sudah kuceritakan semua tentang permainan kami. Kupikir, itu bukan lagi bagian dari melanggar kesepakatan, mengingat rencana kami saja sudah keluar jalur.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang