Hujan baru saja reda dan tanah masih basah, namun ada wira yang membelah ramai penyebrangan tengah kota yang tak pernah sepi.
Menyambangi sebuah toko perlengkapan musik, ada seorang pemuda seumuran dengan tas gitar di punggung yang berkata ingin bertemu kemarin saat wira itu mengantar adiknya pulang.
Eita tersenyum, namun nampaknya ia masih belum menemukan barang yang dicari sehingga mengajak Akinori berkeliling sesaat.
"Kita sesama lelaki, kau bisa percaya padaku," Celetuk Eita kala mengambil Overdrive dan membawanya menuju kasir.
Yang diajak berbicara hanya terdiam, Eita tidak salah. Lagipula ia sudah mengetahui hubungannya dengan [Name] sejak lama.
Keduanya ke luar dari toko menuju sebuah kedai kopi terkenal di ujung jalan dan singgah di sana untuk tukar suara.
"Jangan khawatir, sejauh apa pun jarak mu dengan adik ku, semua tentang mu akan selalu tersimpan," Sesap kopi terdengar setelahnya.
"Maksud mu?"
"Hey, dia seniman. Lukisan yang ia buat hampir semua tentang mu, kau tak akan mati. Akan menjadi abadi yang hidup dalam karyanya meski tubuhmu sudah berkalang tanah."
Akinori terdiam sejenak, matanya mengamati kopi hitam pekat depan mata.
"Apa dia pernah menyerah atas diriku?" Ia tak berani menatap Eita.
"Kau bodoh atau bagaimana? Jika dia menyerah, dia sudah sejak lama meninggalkan mu."
Wira yang dilanda bimbang itu segera melanjutkan ucapan Eita, "Namun sekarang dia akhirnya memilih menyerah dan pergi."
Eita terdiam, Akinori ada benarnya. Tapi entah mengapa pemuda surai kelabu itu meyakini bahwa adiknya pergi bukan untuk menyerah, namun memberikan waktu untuk keduanya sembuh dari pilu.
Melihat Eita yang tak kunjung bicara, akhirnya Akinori melanjutkan, "Aku tidak mau [Name] menjadi salah satu trauma ku, aku tidak ingin kehilangan untuk yang kedua kalinya. Cukup ibu dan adik ku saja."
Tatapan simpatik Eita berikan, ia baru mendengar cerita tentang pemuda di hadapannya yang hanya berbeda beberapa bulan umurnya.
"Tak ada maksud menarik ulur [Name], aku berani bersumpah jika kau tak percaya. Namun, trauma ku terus menghantui kalau dekat dengan adikmu."
Helaan napas terdengar, "Jika aku berada di posisi mu, mungkin aku akan seperti ini juga. Kenapa tidak ceritakan pada [Name]?"
"Aku ingin, namun terlalu pengecut. Lalu kemarin aku berniat ingin memberi tahunya, namun seperti yang kau tahu sendiri keadaannya saat pulang bagaimana kemarin."
Rumit sekali hubungan mereka, kenapa Eita ikut pusing karena ini?
Ia memijat pelipisnya, "Aku akan bicarakan beberapa hal dengan [Name], sisanya kau urus sendiri. Hanya itu yang bisa kubantu."
Akinori menggeleng, "Sudah lebih dari cukup, terima kasih banyak."
Eita menaruh selembar uang di atas meja, "Aku harus pergi, nanti aku mau kau ada di bandara saat mengantar [Name]."
Setelahnya pemuda itu berlalu, meninggalkan wira yang masih memegangi gelas kopinya yang sudah dingin.
°
Seolah menjadi candu untuk tatap temu dengan kelabu, kini warna sendu kegemaran puannya menjadi kegemarannya juga. Seakan warna itu menarik nya menuju titik terjauh yang tak pernah orang lain sentuh dalam dirinya.Hujan pun kini sering dinanti, merasa baik kala rinainya membasahi tanah dengan bau khas yang selalu menemani.
Semua tentang [Name] kini menjadi favoritnya. Lucu jika mengingat bahwa [Name] adalah orang yang ia butuhkan kala ia ingin melarikan diri dari puan tak bersalah itu.
Ia pantas ditampar dan dimaki, tidak menjadi gentleman bukan pilihannya. Namun ia tidak tahu harus bagaimana lagi.
.
.
.
Overdrive merupakan jenis efek gitar berupa pedal yang memberi dorongan (boost) atau tekanan yang menekan amplifier untuk menghasilkan distorsi.
[A/N]
Halooo, apa kabar? Semoga selalu baik ya.
Maaf jika baru mempublikasikan cerita ini lagi, akhir-akhir tugas Mayu lagi caper banget T^T
Juga maaf jika chapter ini kurang memuaskan, Mayu hari ini capek banget.
Udah sekian curcol nya, jaga kesehatan semua ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
We Fall Apart [Konoha Akinori x Reader] - On Going
FanfictionNelangsa datang padamu dan hal yang ingin kulakukan adalah menghapusnya tanpa menyadari bahwa diriku yang menjadi sumber nelangsa. Dan jagat yang menjelma kita pada sandiwara yang ia buat. Atau memang diriku saja yang gentar? Sampul dan cerita milik...