Pagi ini mentari Jakarta bersinar cerah. Di tol dalam kota dari arah Cibubur menuju Rawamangun, aku duduk di sebelah kursi kemudi. Mobil yang dikemudikan tanteku ini berjalan agak tersendat, lalu lintas padat merayap. Aku termenung, sambil memegangi pergelangan tangan kiri ku, bengkak, nyeri dan hangat. Pikiranku melayang layang, aku kembali ke beberapa hari yang lalu saat bangun tidur dan menemukan pergelangan tangan kiri ku sakit.Ah … biasa ini mah ketindihan badan! Begitu pikirku ketika itu. Memang sejak kecil cukup sering pergelangan tanganku sakit atau bengkak akibat ketindihan badan saat tidur. Namun kali ini sepertinya ada yang berbeda. Sakitnya tak dapat hilang sendiri, bahkan pergelangan tangan kananku ikut-ikutan sakit dan bengkak. Aku bercerita kepada teman-teman tentang keluhan yang kurasa, ada yang bilang ini adalah gejala Reumatik. Apa iya? Usiaku saja belum genap 20 tahun, masa sih sudah kena Reumatik?.
Aku sedikit tak percaya bahwa yang kurasakan adalah gejala Reumatik. Aku pun mencoba mencari tahu sediri apa itu Reumatik, apa saja gejalanya, dan apa mungkin dapat mengenaiku yang masih sangat muda?
Dengan perasaan yang campur aduk antara penasaran dan takut, aku memulai mencarian tentang penyakit ini. Aku mencari informasi tersebut di internet. Lantas dengan cepat aku menemukan sederetan tulisan yang mengandung kata Reumatik. Namun aku kaget, semua tulisan itu selalu disertai dengan kata yang sangat aneh bagiku yaitu Autoimun.
Semakin kaget lagi ketika aku membuka tautan dan kubaca setiap tulisannya. Autoimun adalah kondisi dimana sistem imun/kekebalan tubuh—yang bertugas melindungi tubuh dari serangan benda-benda asing seperti bakteri, virus, parasit—malah menyerang tubuh sendiri karena mendeteksi organ tubuh sebagai musuh. Reumatik atau Reumatoid Arthritis adalah salah satu penyakit yang termasuk Autoimun. Gejalanya adalah bengkak, nyeri dan panas di persendian. Bersifat simetris, artinya jika persendian sebelah kiri sakit, maka sebelah kanan pun akan sakit juga. Penyakit ini lebih banyak di alami perempuan dari pada laki-laki. Tidak dapat disembuhkan, dan bersifat destruktif atau merusak. Dalam jangka panjang penyakit ini dapat mengakibatkan kerusakan persendian. Begitulah kira-kira informasi yang kudapat setelah membaca artikel-artikel itu.
Jujur aku takut sekali, jantungku berdebar sangat kencang setelah membaca informasi tersebut. Sebagian besar gejala yang disebutkan di sana, akupun mengalaminya. Mungkinkah Reumatik adalah penyakit yang aku idap? Lalu apa yang harus kulakukan jika itu benar-benar terjadi padaku?
" Ci ... Ci .... “ Aku tersentak. Suara tante shanty yang memanggil namaku berhasil membawa pikiranku kembali, "Tante gak bisa nganterin kamu sampe belakang ya, tante ada rapat pagi ini jadi harus buru-buru sampai kantor.”
"Oh iya Tan nggak apa-apa, aku naik ojek aja ke belakang.”
Aku dan Tanteku awalnya bekerja di kantor yang sama. Akan tetapi beberapa waktu lalu, beliau dimutasi kembali ke kantor pusat yang letaknya persis di depan kantorku.
Selepas SMA kemudian bekerja, aku memang tinggal di rumah Tante Shanty, jadi sehari-hari sudah biasa pulang dan pergi bekerja bersamanya. Seperti halnya pagi ini aku berangkat bekerja dengan menumpang mobilnya.
Aku bekerja sebagai Resepsionis di kantor Pusdiklat Bea dan Cukai. Ini adalah tahun keduaku bekerja. Berkat jasa Tante Santylah aku bisa mendapatkan pekerjaanku sekarang. Beliau memegang posisi yang cukup tinggi di sana. Sehingga aku dapat dengan mudah mendapatkan informasi penting mengenai banyak hal di kantornya, salah satunya mengenai lowongan pekerjaan sebagai resepsionis. Kemudian dengan cepat aku menyampaikan lamaran pekerjaan dan menjalani beberapa kali sesi wawancara. Barulah pada penghujung tahun dua ribu sepuluh aku mendapatkan kabar baik bahwa aku resmi diterima bekerja di sana. Meski statusku hanya pegawai kontrak namun hal tersebut tak mengurangi rasa bahagiaku.
Aku sangat antusias menjalani hari-hariku selama bekerja di sana. Memiliki pekerjaan dan menghasilkan uang sendiri adalah cita-citaku sejak remaja. Apalagi, aku bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, jadi pekerjaan ini memberikan harapan besar agar aku bisa menabung untuk dapat membiayai pendidikanku nanti.
“Sudah sampai Ci, turun di sini aja gak apa-apa ya!”
“Oke Tan.” Reflek aku membuka pintu mobil, menutupnya, lalu berjalan dengan mantap ke arah kantorku.
Tiba-tiba aku melupakan rasa nyeri di kedua pergelangan tanganku. Rasa takut akan segala kemungkinannya pun ikut terlupakan.
Mentari pagi ini bersinar semakin percaya diri. Dengan sangat indah, dia melumuri tubuhku dengan sinarnya yang hangat. Menghadirkan rasa nyaman saat menyentuh seluruh persendian tubuhku. Seketika rasa syukur merasuk ke relung jiwa. Aku Bahagia, semesta seolah mengamini setiap harapan dan langkah ikhtiarku. Aku yakin hari ini hingga seterusnya, hidupku akan secerah pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lupus, Menemukan Bahagia
Non-FictionCika, seorang gadis belia yang penuh mimpi, mendapati kesehatannya yang memburuk. Tak ayal usia muda yang seharusnya berbunga, malah dihabiskannya untuk bolak balik ke Rumah Sakit. Kemudian perjuangan yang panjang telah membawanya pada diagnosis pen...