|| Latte Art For U
"Jadi ngapain ke sini?" tanya Leo melipat kedua tangan di dada, menatap datar gadis berkerudung di depan.
"Aku udah ke sini gak disediain apa-apa, nih? Capek tahu naik sepeda. Mana tadi dikejar-kejar orang aneh, rantainya lepas. Rem juga hampir blong," cerita Zulfa dengan sedih.
Leo menaikan satu alis, bentuk pendeteksi kebohongan. Sudah lama ia tidak melihat aksi hiperbola temannya ini. "Terus? Kamu yang ngalamin itu semua, kenapa aku yang harus tanggung jawab?"
Zulfa mengecutkan bibir. Kenapa sifat Leo yang satu ini tidak pernah berubah, emang beda sama Ojan yang selalu care. Eh, tapi, kenapa ia harus membandingkan Leo dengan Ojan. Tentu saja jawabnya pasti berbeda.
Jika diibaratkan, Ojan itu sebagai pangeran berkuda putih yang lembut dan selalu dinanti setiap putri kerajaan. Sedangkan Leo, dia seperti kesatria berdarah dingin yang kejam, lalu selalu terlihat keren di mata putri kerajaan.
Leo makin merasa ngeri saat Zulfa memandangnya seperti ingin memangsa. "Ck! Zul kamu ngapain sih sebenernya? Ini udah jam 9 malem. Cafe mau tutup!"
Zulfa tersentak dari khayalan membandingkan Leo dan Ojan sebagai Male Lead di novel-novel isekai yang sering ia baca baru-baru ini. "Bukanya restoran tutup jam 10?"
Lagi-lagi Leo merasa kesal." Yah! Pokoknya kamu harus pulang! Ini udah malem. Lagian dari mana sih kamu, malem-malem bukannya pulang! Malah kesini!" omel Leo. Untung saja pengunjung restoran sudah sepi.
Memang, restoran tutup jam sepuluh. Ia hanya mengancam Zulfa agar segera pulang. Karena tidak baik gadis pulang terlalu larut. Leo juga merasa risih jika berduaan saja, takut ada gosip aneh bermunculan dari mulut ember kawan yang tidak dianggap, Hari.
Zulfa yang mendengar omelan itu segera tersenyum. Ia merasa inilah sifat Leo yang sebenarnya. Walaupun terlihat galak dan judes, tapi ia seperti Kakak Laki-laki.
"Aku kangen!"
Leo tersedak ludah hingga terbatuk-batuk. Di dapur, suara benda-benda logam berjatuhan.
Serangan mendadak Zulfa membuat geger karyawan Cafe Semesta. Hanya dua kata dan hanya Zulfa seorang yang bisa membuat wajah Leo memerah.
"Zulfa kamu apa-apaan, sih? Jangan buat orang lain salah paham. Aku udah coba tahan gak ngusir kamu saat ini," sebur Leo dengan wajah memerah.
Zulfa menangkup wajah di tangan sebagai respon. "Kalo gitu bikinin aku kopi dulu. Baru aku pulang, deh. Oia, sekalian anterin juga, kan, sepeda aku rantainya putus."
Leo menghela napas kasar, bergegas menuju dapur. Lebih baik ia segera menuruti perintah temannya ini, agar cepat pulang.
Gadis berkerudung bergo hitam itu tersenyum gemas melihatnya. Sambil menunggu ia memerhatikan sekitar cafe yang sudah sepi. Salah satu pegawai keluar dari dapur sambil bergumam kesal menuju pintu dan membalik papan open-close. Sepertinya ada sedikit pertikaian yang membuat ia kesal. Pegawai itu melirik Zulfa dengan sinis.
'Ada apa, sih?' tanyanya dalam hati.
Spontan Zulfa melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 21.45. Memang sudah malam sekali. Jika saja tidak ada kejadian ia dikejar orang aneh, lalu rantai sepedanya putus. Mungkin ia sudah rebahan sambil melanjutkan Anime yang direkomendasikan Tika. Untung saja kejadiannya dekat dengan cafe, ia bisa bersembunyi dari orang aneh itu. Lalu, tinggal satu misi lagi yang harus ia selesaikan di sini.
"Nih," ujar Leo. Meletakkan secangkir coffe latte dengan pola Rosseta.
Aroma kopi yang hangat dan segar memenuhi indra penciuman Zulfa. Ia tidak puas melihat tampilan kopi itu.
"Kok, bukan coffe latte art yang di print, sih. Padahal mau request," rajuk Zulfa.
"Jangan ngadi-ngadi! Udah malem! Mesinnya udah dimatiin," sewot Leo mendengar protesan Zulfa.
Masih dengan mengecutkan bibir. Zulfa hanya terdiam menatap kopinya.
"Mau dianterin pulang, gak? Cepetan abisin kopinya." Lagi-lagi Leo merasa kesal sendiri dengan Zulfa yang bertele-tele. Ia menahan lelah abis berkerja dan harus menghadapi sikap tidak dewasa temannya.
Sedangkan Zulfa tersenyum senang karena misinya berhasil.
"Iya-iya! Aku minum."
Zulfa mengambil sendok kecil yang disediakan setiap meja. Lalu tanpa berdosa ia mengaduk kopi yang sudah Leo kerjakan di sisa-sisa terakhir energinya. Kopi itu tercampur rata. Tidak ada keindahan lagi di atasnya.
Seketika Leo mengebrakkan nampan yang dipegang. Hingga mengejut Zulfa.
"Astaghfirullah, Leo apaan, sih?" terkejut Zulfa mengusap dada.
"Kayaknya aku beneran kesel sama kamu," ucap Leo menahan amarahnya.
Zulfa makin tidak paham situasi.
"Kamu sering minum kopi di cafe. Tapi gak tahu, gimana cara ngehargain barista yang udah capek-capek buat secangkir kopi dengan indah!" cerocos Loe.
"Parah sih, emang kamu." Ia melepaskan apron dan menatap sekilas kopi yang sudah tercampur itu. Keindahan yang sudah susah payah ia buat lenyap karena aduk sendok kecil tadi.
"Aku gak jadi nganterin kamu. Kamu pulang aja sendiri," ucap Leo kecewa lalu pergi meninggalkan Zulfa yang masih terbengong.
"Hah? Ihh, apaan sih, Leo? Masa ginian doang langsung marah." Zulfa bangkit mengejar Leo.
"Gak peduli! Pokoknya aku ngambek," sahut Leo mulai merapihkan sisa-sisa di dapur.
Pegawai Cafe Semesta yang belum pulang, tidak ingin ketinggalan melihat interaksi dua teman berbeda gender ini. Kapan lagi, bukan? Seorang Aulia Leo Saputra merajuk karena perempuan. Oia, jangan lupakan Hari yang ada di counter cuci.
Sepertinya ia banyak mengumpulkan bahan ledekan buat Leo. Saran dariku lebih baik kamu hentikan saja ledekan itu, Har.
~TBC~
Masihh bersambung yahh gezz. Maaf klo lama. Ini selingan aja. Gk ada kaitan sama chapter sebelumnya. Lagian kyknya mau aku rombak cerita ini. Tadinya mau berenti malah 🙈 makasih loki yang udah ngingetin lagi. Sama keluarga cemara yg masih nungguin. Sehat selalu kalian. Semoga kita ketemu lagi yah. Dan ceritanya bisa selesai dengan baik.
Terimakasih semuaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Gak Punya Mantan?
Historia Corta4.0 atau disebut Zaman Milenial. Hari gini belum punya mantan? Eh, tapi emang itu dosa yah? Enggak kan? Yup ini kisahku, Izza Zulfa Zunita. Di umur yang ke 21, aku gak punya mantan? Gimana mau punya mantan kalo pacaran aja belum pernah.