Tap love dulu, yuk sebelum baca. Enjoy it!
Tami memandangi buku tabungannya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Gue harus hemat nih. Kalau gak, bisa habis yang ada tabungan gue," gumamnya sambil melihat angka yang tertera di buku itu. Selama dalam masa kaburnya Tami sudah bertekad untuk tidak menggunakan uang bulanan yang ayahnya berikan. Ia tidak ingin ketahuan jika dirinya tengah kabur saat ini. Bisa saja kan sang Ayah mengecek dimana Tami menarik uangnya tersebut dan hal itu otomatis akan membuat dirinya ketahuan.
Tami sebenarnya adalah anak dari seorang pengusaha properti ternama. Ia bahkan hidup bergelimang harta. Hanya saja kehidupannya tidak bisa dikatakan indah. Semenjak kecelakaan yang menimpa sang Bunda, Tami harus merasakan hidup jauh dari orang tua. Ayahnya secara perlahan meninggalkannya. Walaupun pria itu masih memberikannya uang dan memenuhi segala keinginannya. Tetapi fisik sang Ayah sangat jarang bisa Tami temui. Ia dan sang Ayah tinggal berjauhan. Ayahnya menetap di Singapura dan ia tinggal bersama dengan tantenya Sekar.
Sekar sendiri bukanlah sosok wanita yang lemah lembut dan penyayang. Wanita itu keras dan bermulut tajam. Ia selalu mendidik Tami untuk menjadi orang yang mandiri tanpa kasih sayang. Ia selalu menuntut Tami untuk mengikuti semua yang ia ucapkan tanpa boleh membantah. Alasannya karena baginya apa yang ia ucapkan adalah yang terbaik bagi Tami. Satu-satunya orang yang memperdulikan Tami hanyalah sang sepupu, Sailendra. Pria itu selalu melindungi Tami jika sang Tante mulai mengeluarkan kata-kata tajamnya yang pasti melukai Tami.
Rendra, panggilan akrab Syailendra. Sangat menyayangi Tami layaknya adik. Tami sendiri adalah satu-satunya anak perempuan di keluarga Bagaskara. Sekar tidak memiliki anak dan memilih untuk hidup sendiri, sementara Syarif ayah Tami hanya memiliki dirinya sebagai anak dan Soraya adik Syarif memiliki dua orang anak laki-laki. Jadi otomatis hanya Tami satu-satunya anak perempuan di keluarga itu.
Sebagai anak perempuan satu-satunya, harusnya Tami diperlakukan dengan lemah lembut. Tetapi itu tidak terjadi. Sekar selalu mengingatkannya untuk tidak boleh lemah. Bahkan ada kata yang sangat yang dibenci oleh Tami yang selalu Sekar ucapkan. "Seharusnya kamu terlahir menjadi lelaki, agar bisa membantu mengurus perusahaan. Bukan terlahir sebagai perempuan yang cuma bisa menyusahkan." Ucapan itu lah yang selalu terngiang di kepala Tami.
"Memangnya salah menjadi perempuan?" Tanya Tami pada dirinya sendiri. Tami sebenarnya anak yang baik. Ia tidak pernah berbuat masalah. Ia selalu menuruti apa yang dikatakan oleh Sekar, tetapi untuk kali ini, ia ingin memberontak. Ia ingin merasakan menjadi dirinya sendiri. Menentukan apa yang ia mau dan menjalani pilihannya. Hingga akhirnya ia memutuskan setelah lulus sekolah ia harus kabur untuk mengejar impiannya dan juga membuktikan pada keluarganya jika ia mampu dan bisa diakui di keluarga mereka walaupun ia perempuan.
Tami bahkan sudah merencanakan semuanya sejak beberapa tahun lalu. Tami seharusnya berkuliah di jurusan bisnis di salah satu universitas ternama di luar negeri. Hanya saja itu tidak sesuai dengan yang ia mau. Secara diam-diam ia mendaftarkan diri untuk kuliah di sebuah kota yang jauh dari tempatnya tinggal. Ia sedari dulu ingin mengikuti jejak sang Bunda berkuliah di jurusan arsitektur.
Setelah dinyatakan lulus pada ujian masuk universitas yang ia daftarkan. Tami langsung mengurus segala kebutuhannya. Ia bahkan sudah memindahkan tabungannya ke sebuah rekening yang hanya dirinya yang tahu. Ia benar-benar menutup semua akses yang bisa dilacak oleh Sekar. Walaupun begitu, ia tetap memenuhi permintaan Sekar untuk mengikuti ujian di universitas yang dipilih oleh Tantenya itu. Ia bahkan berpura-pura pergi ke negara itu demi melancarkan kebohongannya. Tami bertekad ia akan menjalani pelariannya kali ini dengan sebaik-baiknya. Setidaknya hanya ini jalan baginya untuk menunjukkan bahwa dirinya berharga dan bahkan lebih baik dari apa yang dipikirkan Sekar. Ju ga saat yang tepat menggapai apa yang ia impikan selama ini, sebelum kembali ke keluarganya dan hidup sesuai dengan aturan dimana nantinya ia yang akan menjadi penerus perusahaan besar sang Kakek.
"Apa gue cari kerja part time aja kali yah?" gumamnya lagi seraya menghembuskan napas lelah. Ia tidak boleh menyerah. Ini bahkan masih awal untuk kembali pulang dan menyerah. Tetapi itu tidak akan terjadi, Tami bukanlah orang yang lemah.
"Bu, ayo pulang sama Tama. Bu, Tama kangen." Lagi-lagi pria penghuni kamar sebelahnya itu melindur. Sudah menjadi hal yang biasa bagi Tami mendengar suara Tama di jam-jam seperti ini. Pria itu kerap kali bersuara seperti itu saat tidur, bahkan kadang suaranya terdengar amat menyedihkan.
Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet (Complete) Move To Fizzo
ChickLitMenjadi seorang pria tampan, berpendidikan tinggi dan memiliki konsultan hukum miliknya sendiri, memiliki itu semua tidak serta merta membuat seorang Pratama Aprilio mudah mendapatkan pasangan. Walaupun banyak wanita yang rela melakukan apapun demi...