04 - Teman

182 23 6
                                    

Aku tidak berkutat dari laptopku sejak kepulanganku dari rumah Kayla. Saat aku berada di rumah Kayla, aku tidak sengaja memutar channel tv yang membahas pertunangan Zayn dan Kathryn malam ini.

Aku sudah ketinggalan banyak berita rupanya.

Aku mengelus daguku lalu menyipitkan mataku saat aku menemukan hal yang aku cari sejak beberapa jam yang lalu.

Ya.

Aku mencari alamat dimana pertunangan tersebut dilaksanakan.

Hanya ada tiga gedung besar di kota ini yang masuk ke sorotan media dan aku sudah bisa menebak pasti gedung yang mana yang mereka gunakan. Aku mengambil ponselku cepat dari atas meja lalu menelepon seseorang.

"Bersiaplah aku akan kesana"

*

-Kayla's pov-

Aku nyaris saja akan membanting ponselku saat pria itu memutuskan sambungan telepon begitu saja. Aku menggigiti jariku cemas. Dia baru saja pulang dari rumahku dan dia sudah bilang akan kembali lagi dalam beberapa menit?

Apa dia terobsesi denganku?

Seperti cerita-cerita yang sering aku baca.

Itu mengerikan. Membaca cerita begitu saja aku sudah takut bagaimana kalau itu benar-benar terjadi kepadaku. Aku menghela napas panjang berusaha berpikir positif.

Aku berjalan ke lemari bajuku, membukanya dan mengambil setelan baju biasa saja. Aku juga hanya menyisir rambutku dengan asal dan tidak mengoleskan setitik make up pun ke wajahku. Aku ulangi setitikpun tidak.

Aku tidak ingin membuat Dylan berpikir bahwa aku merasa spesial karena ajakan kencannya yang mendadak tersebut-ups, kencan? Aku menggelengkan kepalaku lalu duduk di sudut ranjang.

Tiba-tiba ponselku berdering, membutuhkan waktu beberapa detik hingga aku memutuskan untuk mengangkatnya.

"Kau ini bagaimana. Aku sudah menekan bell lebih dari lima kali kau tahu! Buka pintunya cepat"

Aku mencibirkan bibirku kesal. Memangnya dia siapa beraninya mengomeliku.

Cih.

"Kayla?"

Aku memutuskan sambungan dengan cepat lalu dengan malas berjalan ke pintu rumah.

Aku membuka pintu rumah dan menemukan Louis dengan mata tajamnya menatapku.

"Aku tidak suka menunggu, kau tahu" Dia berujar lalu masuk begitu saja melewatiku.

Aku melipat kedua tangan di dadaku, aku menutup pintu dengan kesal. Lalu, berlari saat menyadari Dylan tidak ada di ruang tamu. Sial. Dia kemana.

Aku menyusuri lantai bawah namun tidak menemukan pria menyebalkan itu lalu tiba-tiba terdengar bunyi pecahan keramik dari kamarku. Aku berlari menyusuri tangga, "KAU DIATAS?"

Aku berlari dengan cepat dan menemukan Dylan yang sedang mengobrak-abrik lemari pakaianku. "OH SIAL DYLAN. KAU SEDANG APA" Aku berteriak lalu menutup pintu lemari pakaianku di hadapannya.

Dia nampak terkejut.

"Kalau kau butuh baju untuk digunakan bekerja nanti malam, aku bisa membelikanmu. Kau tidak harus melakukan hal-hal menyebalkan ini" Aku mengoceh sambil memunguti gaun malamku yang bertebaran di lantai. Argh. Apa dia tidak tahu bahwa Dercy sangat sulit untuk diperintah. Mana mau dia mencuci ulang semua pakaianku ini. RRR.

"Pardon me? Kau bilang apa? Bekerja?" Dylan merespond kalimatku.

Aku menghela napas panjang, "Mengakulah aku tidak akan bilang siapa-siapa"

"I promise" ujarku sambil berbalik menghadap Dylan yang menatapku bingung.

"Maksudmu aku banci yang suka mencari om-om ditengah malam?"

"Yep" Aku melipat kedua tanganku didadaku lagi-lagi. Dasar lemot.

Louis tertawa hambar. Sangat-sangat hambar. "Nevermind. Aku akan melupakan hal yang baru saja kau bicarakan tadi"

Oh baiklah. Aku bersandar ke dinding. Berpikir langkah selanjutnya yang akan aku lakukan.

"Ukuranmu hanya segini?"

Aku baru saja akan bertanya saat melihat Louis memegang salah satu braku.

"ASTAGA DYLAN!" Aku mengambil barang terlarang tersebut dari tangannya. Aku tersedak saat melihat Dylan yang telah mengobrak-abrik bagian pakaian dalamku juga.

"KAU MAU APA SIH?!" Aku berusaha mengatur napasku. Argh. Aku sudah tidak tahan lagi.

"Aku mau kau pergi denganku malam ini ke salah satu pesta"

Aku tercengang saat dia mengatakannya begitu mudah. Seolah-olah aku adalah babunya. Sialan. Sejak kapan aku setuju untuk menjadi babunya?

"I will not" ujarku menekankan setiap kata di kalimatku.

Memangnya aku mau pergi dengan orang aneh sepertinya. Dia bahkan mengatakan bahwa ukuranku terlalu kecil untuk wanita seumuranku. Seperti dia sudah pernah tidur dengan wanita saja. Haha. Aku bahkan yakin bahwa dia tidak pernah pacaran melihat dia yang terlihat canggung jika sedang bersama wanita.

Tiba-tiba seseorang menarikku dari belakang ke rengkuhannya, ya siapa lagi kalau bukan Dylan.

"Perhatikan jalanmu" Dia berbisik ditelingaku.

Aku melihat ke lantai dan banyak pecahan beling yang pasti merupakan ulahnya.

Dia membalik badanku dan mengecup punggung tanganku, "Aku tunggu diluar ya"

Lalu, dia pergi keluar begitu saja.

Aku ulangi.

Begitu saja.

*

Aku berjalan menuruni tangga--membiarkan Dylan mengekspos setiap lekuk tubuhku yang dibalut oleh gaun hitam ketat di atas lutut.

Aku menarik rambutku membentuk tatanan atas dan membiarkan poniku jatuh begitu saja dibagian samping wajahku.

Saat aku mendekat, Dylan dengan cepat menyambutku, melingkarkan lengannya di pinggangku. Aku mencuri pandangan ke arahnya, aku baru menyadari bahwa dia telah mengganti pakaiannya dengan setelan jas yang nampak mengagumkan di badannya.

Kami berjalan berdampingan sampai ke mobilnya yang terparkir di depan rumahku. Dia membuka pintu mobil mempersilahkan aku masuk.

Selama diperjalanan kami tidak berbicara sepatah katapun. Dylan begitu fokus dengan jalanan--entah apa yang dia pikirkan. Aku bisa melihat sorot matanya yang tajam dari samping.

Kami sampai di gedung yang nampak mewah dengan kerumunan orang ramai--banyak orang yang sepertinya merupakan wartawan mendesak masuk di gerbang gedung tersebut.

"Acara pernikahan?" Tebakku.

Dylan menggeleng, "Hanya pertunangan"

Aku mengangguk mengerti. Dylan memarkirkan mobilnya. Aku baru saja akan keluar saat Dylan menahan lenganku.

"Jangan bicara dengan siapapun selama pesta berlangsung kecuali mereka yang mengajakmu. Jika mereka bertanya, kau datang dengan siapa. Bilang saja bahwa kau datang sebagai salah satu staff acara tersebut"

Dylan nampak berpikir lalu mulai berbicara lagi tentang petuahnya yang lebih nampak sebagai peringatan sekarang.

"Dan, jangan mendatangiku." Lanjut Dylan.

"Maksudnya? Kau memintaku menemanimu bukan?" Tanyaku tidak terima akan peraturannya.

"Ya, lebih tepatnya jangan mencariku jika aku tiba-tiba menghilang" Dylan melanjutkan kalimatnya lalu keluar dari mobil.[]

Soo, gimanaa? Hehe xxx ayoo ditanggapin ya, feelin excited to read your sentences right on the comment line yey!

Hurricane (pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang