16. Butterf(lie)

26 6 6
                                    

Langit sudah menghitam, tapi kilauan bintang membuatnya indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit sudah menghitam, tapi kilauan bintang membuatnya indah. Ia yang gelap bukannya menyeramkan justru menenangkan. Lagi-lagi, tergantung dari sudut pandang. Tergantung dari arah mana tempat kita berdiri dan memandang.

Setelah kalimat yang tidak pendek, juga tidak panjang yang keluar pelan dari mulut Hanum. Ada beberapa bagian di kepala Nandra yang mengiyakan, dan ada ruangan di hatinya yang justru menolak.

Separuh kepala Nandra bilang bahwa, tidak mustahil kalau suatu saat Hanum akan melukainya. Entah dengan cara seperti apa dan bagaimana, kepala Nandra meyakinkan bahwa Hanum bisa pergi atah hilang semaunya. Dan dengan perasaan besar yang Nandra punya untuk Hanum, maka sebesar itu pula luka yang kemungkinan akan dia dapat, bahkan bisa dua kali lipat lebih besar.

Tapi hatinya berkata lain, hatinya bilang bahwa, Hanum tidak seberani itu untuk menghilang dan pergi, atau, Hanum tidak seberani itu untuk melukainya. Hati Nandra percaya, perasaan yang ia beri, akan berbalik sama besarnya.

Sejak senja beberapa ribu detik yang lalu, mereka sama sekali belum berdiri, atau berpindah tempat barang se-centi, Hanum menumpukan kepalanya di bahu Nandra dengan nyaman. Dan Nandra menumpukan diri dengan kedua tangannya menyangga di atas pasir.

Hening, dari jingga sampai silver, belum tercipta obrolan satu kata pun. Anehnya, mereka nyaman dengan situasi ini, mereka menyukai kebersamaan yang sesepi ini, mungkin, mereka tahu, kadang kalimat bisa menjelma menjadi anak panah, atau bahkan bisa menjadi lebih berbahaya dari belati.

Karena beberapa menit yang lalu, perasaan Nandra tidak baik-baik saja, entah kenapa. Dia hanya mendengar kalimat Hanum yang memintanya untuk tidak berlebihan dalam mencintai.

Nandra merasa ada yang salah, dia bingung, bukannya kebanyakan orang akan merasa senang dijadikan prioritas? Akan merasa bahagia kalau diberi cinta seluas laut lepas? Kenapa Hanum tidak? Bukankah itu sudah cukup untuk mengirim sinyal bahwa ada yang tidak beres dengan kekasihnya?

Ketika Nandra sibuk menjadi mediator debat antara logika dan hatinya, Hanum tiba-tiba bertanya setelah hening menguasai cukup lama.

"Nana, kalau bisa milih, Nana pengin jadi apa?"

Laki-laki itu sedikit bingung dengan pertanyaan sang kekasih, beberapa saat setelahnya, ia paham, "jadi apa ya? Kalau Hanum?"

"Jadi mi instan."

Nandra terkekeh sebentar, lalu bertanya, "kenapa? Kenapa mi instan dari banyaknya makanan enak di bumi?"

"Sederhana, terjangkau, paling bisa dijadikan bantuan, paling bersahabat, pokonya paling-paling deh." Perempuan itu tersenyum, bukan karena merasa jawabannya mengesankan, tapi karena ada beberapa bintang yang mengedip kepadanya.

"Kalau aku...." Nandra berpikir, "aku mau jadi kupu-kupu aja deh."

Hanum diam, perempuan itu mendengar kalimat Nandra, tapi dia sedang sibuk menghitung bintang di bagian utara yang sudah berada di hitungan ke enam puluh, tapi setelah hitungan berikutnya, ia menyerah, merasa terlalu banyak bintang yang ia lewatkan.

Melukis ParasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang