Pertama kali aku melihatmu, aku tidak ingat tentang apapun. Apakah saat itu cuaca cerah atau betapa indahnya matahari terbenam kala itu. Karena aku hanya melihatmu...
Kita seperti berdiri di tengah-tengah kerumunan orang. Aku yang hanya melihat ke arahmu. Kamu yang melihat ke sekitar tapi tidak menyadari bahwa ada aku di sana yang selalu memperhatikanmu dari jarak terdekat sekalipun.
Kamu selalu ada di sana. Duduk di samping jendela kelas dan tertawa bersama teman-temanmu. Memainkan gitar dan menyanyikan lagu dengan suara yang ala kadarnya. Tapi, hal itu malah membuatmu semakin tertawa bahagia. Ada rasa sakit yang datang ketika tahu bahwa aku bukanlah satu-satunya orang yang dapat membuatmu tertawa seperti itu. Ada rasa sakit ketika aku mengingat kenangan tentang kita. Ah, mungkin bukan kenangan kita, tapi kenanganku akanmu.
Kamu lebih memilih perempuan cantik yang sesuai dengan kamu yang tampan untuk menjadi pasanganmu. Sementara, aku hanyalah perempuan biasa dengan wajah yang biasa yang memimpikan bahwa suatu hari nanti dapat menjadi wanitamu. Aku ingat tentang bagaimana kita menyukai penyanyi yang sama. YUI. Hanya itu penghubung antara aku dan kamu.
Masih teringat dengan jelas di ingatanku bagaimana kamu tiba-tiba meneleponku pada malam hari hanya untuk memberitahuku bahwa kamu memiliki album baru YUI. Bagaimana kamu menyanyikan salah satu lagu favoritmu kepadaku. Mungkin kamu menganggap hal itu sebagai hal yang biasa. Tapi, bagiku hal itu adalah suatu keindahan. Kamu tahu? Aku menangis ketika mendengarmu bernyanyi hanya untukku. Karena sebelumnya aku merasa kamu begitu jauh. Kamu begitu sulit digapai. Tapi, dengan telepon darimu malam itu, membuatku berpikir bahwa mungkin jarak kita semakin dekat.
Aku seperti halaman pada buku tua yang jarang sekali orang ingin membacanya. Setiap helai kertasnya sudah terlalu lusuh, bahasanya terlalu sulit untuk dicerna, dan ceritanya tidak menarik. Sampai suatu ketika, aku dipindahkan ke buku yang lain dengan halaman yang lebih indah dari sebelumnya. Bersisian dengan halamanmu yang juga sama indahnya. Jika kamu melihat lebih dekat ke dalam halamanku, kamu akan melihat bagaimana istimewanya kamu di mataku.
Aku selalu membayangkan kita duduk berdua, berbicara tentang masa depanku dan masa depanmu, menjadikan namaku pilihan pertama dalam list ‘orang yang paling kamu cintai’. Dan kamu menghancurkan semua bayanganku itu dengan satu sentuhan kecil. Dengan kamu yang dengan nyatanya memberi batas atas hubungan kita. Teman. Ya. Hanya itulah posisiku di matamu dan aku tidak dapat mencegahnya. Karena aku terlalu takut. Takut bahwa ternyata aku akan jatuh untuk kesekian kalinya. Takut jika ini adalah salah satu dari cinta bertepuk sebelah tanganku lagi.
Aku selalu berharap dapat berlari ke arahmu dan memeluk tubuhmu erat tiap kita bertemu. Setiap aku memikirkan hal seperti itu aku selalu mengingatkan hatiku bahwa kamu bukan untukku. Bahwa kamu lebih pantas dengan perempuan lain yang sama hebatnya dengan dirimu.
Kamu memang terkadang mengulurkan tanganmu padaku. Dan kamu juga membiarkanku memutuskan kapan waktunya untuk menerima uluran tanganmu itu. Kamu selalu membuatku menjadi ‘aku’ yang sebenarnya. Yang tidak berpura-pura dan menipu diri sendiri serta orang lain. Kamu selalu menerimaku apa adanya. Seperti kamu yang membiarkan kisahku berjalan beriringan dengan kisahmu. Walaupun kisah kita tidak akan pernah berada di halaman yang sama.
Sekarang satu bab dari buku kita telah hilang. Merentangkan jarak antara halamanmu dan halamanku. Dan aku menyadari bahwa inilah saatnya aku pergi. Inilah saatnya aku move on darimu walaupun aku belum siap. Walaupun pergi dan meninggalkan tidak pernah menjadi hal yang mudah untukku. Aku hanya bisa menguatkan dan meyakinkan diri bahwa memang jalan kita tidak akan pernah saling bersinggungan.
Mungkin sampai halaman terakhir dari buku ini, kisah kita tidak akan pernah bersatu. Aku tidak menyesalinya. Karena setidaknya aku tidak sendiri di sana. Ada kamu yang selalu mengiringi tiap langkahku.
Di buku ini kita mungkin tidak akan pernah berada dalam satu halaman yang sama. Tapi, mungkin di buku yang lain aku dapat menemukan seseorang yang akan menyelipkan namaku di dalam ceritanya. Menemukan orang sehebat dirimu.
Dan aku menutup halaman terakhir buku ini dengan kisahku yang tersenyum bahagia karena telah dipertemukan olehmu. Aku akan selalu mengingatmu dan kenangan akanmu. Aku tahu bahwa hanya dengan mencintaimu saja dapat membuat hidupku penuh tawa dan air mata. Tapi, aku tidak menyadari bahwa meninggalkanmu dan mengucapkan selamat tinggal akan terasa menyenangkan tapi di sisi lain juga terasa sakit. Sangat sakit.
Because i could love you, i was happy. And because i could live in your memories, more and more, i am happy.