Windy meringkuk ketika menyadari keberadaannya, sebuah ruangan yang benar-benar mengerikan, Windy benar-benar takut untuk pertama kalinya.
"Tuhan, tolong aku. Aku ingin menunjukkan unjuk terima kasih ku terlebih dahulu sebelum engkau ambil nyawa ku!" Lirih Windy, gadis itu sedari tadi menangis menatap nasibnya sekarang.
"Babu! Bangun!" Teriak cowok yang membawanya itu, Windy baru sadar jika bukan hanya dirinya yang ada di ruangan bak penjara ini.
"Ini makan, terus minum obat!" Pria itu meletakkan nampan dengan bubur dan segelas air putih dengan pil di samping kiri gelas tersebut.
"Gue mau pulang!" Windy mendengar suara pelan dari pria itu, jika di tanya? Apakah Windy tahu siapa sosok itu? Tentu tidak. Karena ruangan mereka remang-remang hanya lampu kuning yang menerangi sangkar mereka masing-masing.
"Minum dulu, kalau Lo udah sembuh baru gue bebasin!" Hanya itu janji-janji yang di lontarkan pria seumurannya itu, tapi sejak seminggu terakhir ia berada di sini. Pria itu belum sekali menepati janjinya.
"Bohong!"
"Babu, gue gak bohong! Makan terus minum obat!" Geramnya.
"Yah, gue keluar di sini setelah gue mati!" Ujarnya kemudian menyambar makanan di nampan dan memakannya dengan tergesa-gesa.
"Gue juga malas ngurus Lo babu, jadi cepat sembuh biar Lo bisa keluar, bukan mikir mati Mulu!" Pria yang di panggil babu itu terkekeh renyah.
"Jangan senyum gak jelas Lo! Gue bunuh tahu rasa Lo!" Kejam tapi itu menghibur, buktinya pria yang dipanggil babu itu terus saja terkekeh.
"Siapa lagi yang Lo culik?" Pria itu melirik ke arah sangkar Windy yang masih memerhatikan mereka dalam jarak antara sangkarnya dan pria yang di panggil babu itu, dengan sorotan lampu remang-remang.
"Cewek kelas biologi, biasa mereka lebih paham sistem reproduksi dari pada kelas lainnya," Jika tidak merasa sakit, mungkin pria yang duduk di kasur itu tidak segan menendang mulut sosok di depannya yang masih setia duduk memastikan pria itu minum obat.
"Gue golok juga leher Lo!" Keduanya terkekeh, Windy sebenarnya heran sendiri dengan interaksi kedua cowok itu. Sebenarnya cowok yang duduk di kasur itu tawanan atau apa? Windy semakin bingung.
"Weh cewek Biologi? Lo udah makan sesuap nasi belum?" Teriaknya menginstruksi pada Windy, Windy masih diam enggan menjawab sautan cowok itu.
Karena tidak mendapat respon, ia menghampiri cewek di depan sangkarnya," Lo udah makan belum? Jangan sampai Lo mati kelaparan? Bisa bau mayat tempat gue?" Windy masih terdiam.
"Lo gak bisu kan?" tanyanya lagi memastikan.
"Udah, mending Lo pergi, berisik! Gue mau istirahat," Pria itu memukul jaring sangat menyalurkan rasa kesalnya pada sosok cowok yang sudah merebahkan tubuhnya di kasur untuk tidur setelah minum obat.
"Kalau Lo lapar, lempar dia aja pakai sepatu Lo? Biar benjol palanya!" Setelah mengatakan itu, pria itu beranjak pergi. Windy masih menyisakan tanya. tapi, ia masih enggan berbicara kepada siapapun karena masih syok.
"Yang bawa Lo kesini Samuel?" tanya sosok yang tertidur di kasur dengan memejamkan mata. Namun, belum terlelap.
"Seharusnya Lo berterima kasih, dia nyelamatin Lo dari X-silent," Windy tersentak, apa maksud semua ini?
"Maksudnya?" meski pelan, sosok itu bisa mendengarnya karena ruangan mereka ini sunyi dan
benda apapun terjatuh atau bisikan sekeras semut pun akan terdengar."Lo pikir Samuel X-silent? Bukan dia!"
"Dia emang deketin Nessa buat balas dendam menyerupai X-silent, tapi bukan dia yang buat teman-teman merenggut nyawa dan masuk rumah sakit jiwa!" Fakta apa lagi ini, rasanya kepala Windy mau meletus memikirkan semua deretan cerita yang benar-benar membuatnya berpikir keras.
"Gue badron! Kelas biologi teman sekelas Lo!" Windy membulatkan matanya, jadi sedari tadi cowok yang merebahkan tubuhnya itu Badron, cowok yang di vonis gangguan mental dan masih di usut apa penyebabnya.
"Bukannya...." Suara kekehan memenuhi ruangan.
"Gue emang gila waktu itu, entah siapa yang nyuntik gue obat hingga rasa hidup gue merasa hancur, pikiran gue begitu kalut sampai gue hampir bunuh diri!" Windy terkesiap, apa benar? Tapi siapa yang melakukan hal tersebut.
"Bentar lagi selesai, soalnya gue juga mau keluar dari ruangan ini, dan Lo juga Windy!"
....
Jeha berdecak memojokkan pria itu di lorong sepi, tatapannya nyalang meminta penjelasan tentang keberadaan Windy.
"Dimana perempuan jalang itu?"
"Berhenti Jeha, Lo udah terlalu melampaui, kalau Samuel tahu Lo kayak gini? Apa masih mau dia anggap Lo adiknya," Jeha menarik rambut cowok itu dengan segala emosi di kepalanya.
"Bagi gue? Siapapun yang mengusik dan mengganggu orang yang gue suka, bakal mati!" Sejak dulu pria itu hanya mengalah ketika di risak oleh Jeha dan ia tidak ada niatan melawan sama sekali.
"Berhenti jadi gila Jeha!"
Plak
Pria itu meringis ketika tamparan itu mengenai rahangnya, tamparan Jeha benar-benar membuat rahangnya terasa kaku.
"Jeha, berhenti lakukan ini, gue rela apapun yang Lo lakuin ke gue, tapi jangan bikin mereka menderita," tertekan, pria itu sudah sejak lama tertekan dengan sikap kasar dan gila Jeha.
Ini bermula ketika seorang pria mengadopsinya dari panti, ia harus merelakan kehilangan abangnya demi kehidupan mewah yang ia jalanin.
"Papa, aku panggil papa boleh?" tanya gadis kecil itu riang ketika sudah sampai di rumah mewah orang tua angkatnya.
"Bimo, bawa anak ini, banyak pedofilia yang nyari anak kayak dia!" Waktu itu, Jeha kecil tidak tahu maksud papa angkatnya.
"Baik boss!"
Jeha setiap malam selalu di bawa ke sudut malam paling gelap, melayani pria buaya yang mempunyai seksual pada anak kecil sepertinya. Jujur, Jeha merasa sakit melakukan itu. Tapi, kembali lagi, ia tidak paham apa yang sedang ia lakukan.
"Ini permen, om ajak main-main yah!" Jeha kecil mengangguk patuh ketika di sodorkan permen padanya.
Usia Jeha masih menginjak 6 tahunan waktu itu, sampai umur 10 tahun ia baru lepas dari jeratan lelaki pedofilia itu, Jeha kecil sama sekali tidak tahu dan hanya mengartikan permainan yang di lakukan buaya itu, sebagai permainan malam.
"Kita gak main-main sama om-om itu lagi pa?" Papa angkatnya mengeleng.
"Kenapa?"
"Saatnya fokus ke sekolah mu, setelah itu kamu bisa menghancurkan orang-orang yang saya benci!"
"Brengsek!" Bayangan masa lalu terus terngiang-ngiang di kepalanya, awalnya Jeha sama sekali tidak tahu atas kejadian masa lalu itu, tapi file di flashdisk papanya membuktikan bunga mimpi yang selalu terjadi padanya.
"Gue harus hancurin kalian semua!" Jeha melepaskan pria itu, lalu melangkah menjauh.
"Gue bakal bikin kalian mati!" Rasanya emosinya mengalir tanpa henti, Otak Jeha sekarang normal untuk kegilaan.
"Jeha, gue lelah sama Lo!"
"Tapi, gue gak bisa biarin Lo nyakitin orang lain, seharunya yang bertanggung jawab atas semua ini, bokap Lo!" Pria itu mengacak rambutnya frustasi.
Dia mati rasa, tapi kini rasa itu hidup kembali.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
X-Silent
Mystery / ThrillerJudul: ꉧ-ꇙ꒐꒒ꏂꋊ꓄ Genre: ꓄ꏂꏂꋊꊰ꒐ꉔ꓄꒐ꄲꋊ, ꓄ꁝꋪ꒐꒒꒒ꏂꋪ, ꂵ꒐ꇙ꓄ꏂꋪ꒐ Status: on ꍌꄲ꒐ꋊ꒐ X: ꋪꋬ꒻ꋬ ꂵꋬꋊ꒤ꇙ꒐ꋬ Y: ꉣꏂꋪ꒒ꋬꅐꋬꋊꋬꋊ ꂵꋬꋊ꒤ꇙ꒐ꋬ Z: ꀘꄲꋪꃳꋬꋊ ꂵꋬꋊ꒤ꇙ꒐ꋬ Agent Y adalah suatu perkumpulan rahasia dari sekolah SMA negeri 00 Jakarta, Mereka sibuk mencari siapa dalang dari X...