Liberosis

13 2 0
                                    


Lepas

Tak usah kalian bertanya bagaimana akhir hubunganku dengannya. Sudah pasti aku yang mengakhirinya, mungkin kalian akan bertanya. Mengapa harus diakhiri? bukankah bisa diselesaikan dengan cara yang lain?

Memang benar, semuanya memang masih bisa diperbaiki. Bahkan saat aku memilih untuk melepaskannya, Ia menangis memintaku memaafkannya. Tapi satu hal yang harus kalian ketahui, membangun kembali kepercayaan setelah dikhianati sangatlah sulit. Memang, kemungkinan Ia mengulangi hal yang sama setelah kuberi kesempatan kedua sangat kecil. Tapi, itu bukan berarti tidak ada kemungkinan yang sama. Aku hanya tidak ingin menerima luka yang sama dan sudah kutetapkan hatiku untuk pergi menjauh, mencari makna atas kata rela, menerima waktu untuk meremas luka.

Terima kasih untuk segala waktu yang telah kau berikan, dan untuk segala tawa yang kau tularkan, aku merasa bahagia. Kini sudah waktunya bagiku untuk kembali berlayar mengarungi lautan, dan sudah saatnya bagimu untuk merelakan ku pergi lalu menampung kembali Nahkoda baru untuk kembali berbagi cerita denganmu. Mungkin kau berharap aku kembali saat perahu layarku pergi meninggalkan tempat persinggahanmu. Namun, suatu saat kaupun akan terbiasa dengan kepergianku, dan kau pun layak untuk menerima yang terbaik selain diriku. Meski aku harus rela terjebak dalam ketidakpastian, tak tahu kemana arah angin akan membawaku pergi. aku yakin, arah yang tuhan berikan akan selalu benar.

Kita terlalu takut untuk saling melupakan, kau yang mengharapkan ku kembali dan aku yang mengharapkan kau bahagia bersamanya. Hatiku berontak meminta kembali pada hatimu, namun segala fakta yang akal tampilkan, membuat hatiku terdiam tanpa kata.

Aku harap kau bisa mengambil pelajaran atas tindakan yang kau beri padaku dan tak usah menangis!! mengapa kau harus menangis jika kau yang menjadi penyebab atas pilihanku? jika kau tak ingin aku pergi, seharusnya kau tidak melakukan suatu hal yang membuatku memberi keputusan tuk pergi.

Untukmu aku telah rela untuk terjatuh, untukmu aku rela bergulat dengan hatiku. Aku tak ingin jika kau terluka secara perlahan dan tanpa kepastian. Karena itulah aku memilih melepasmu, agar kau tahu bahwa aku tak akan pernah kembali. Jika aku tega, mungkin aku akan membiarkanmu menungguku, dan akan ku biarkan kau tenggelam dalam sebuah penantian, tanpa pernah ku ingin memberimu kepastian. Tapi, aku bukanlah pendendam, karna kini telah ada seseorang disampingmu, aku tak perlu lagi khawtir untuk membuat sebuah keputusan yang akan membuatmu terlarut dalam lara, karna aku tahu, ia akan menyembuhkanmu.

Aku harap kau tak terlalu lama meratapi kepergianku. Sudah cukup kau menyakiti hati seseorang, jangan sampai Ia tersakiti karena kau tak bisa menerima keputusanku. Berbahagialah dengannya, tak mengapa sejenak kau menoleh masa lalu. Tapi, jangan sampai masa lalu menghanyutkanmu dan memunculkan ragu pada hatimu, lihatlah sekelilingmu, akan selalu ada orang yang tak ingin melihatmu terjatuh, dan tak usah berfikir bagaimana caraku melupakanmu, aku hanya sedang berusaha untuk menikmati sebuah luka yang masuk dihidupku. Karna aku yakin, jika aku menikmati waktu dengan memaknai luka yang ada pada hidupku, aku akan menjadi pribadi yang lebih kuat, dan lebih bijak dalam menghadapi segala masalah, mungkin.

Aku hanya berharap, bahwa suatu saat aku bisa menemukan seseorang yang akan menyembuhkan hypophreniaku, entah siapa, namun, hal yang kini kumengerti adalah, bahwa kita harus menyiapkan diri untuk segala kemungkinan buruk, meski kita sedang berada dalam kebahagiaan, siapkan dirimu!! bukan tidak mensyukuri, tapi setidaknya agar kita siap untuk menerima luka yang masuk secara tiba-tiba.

Kan kuucapkan terima kasih kembali untuk kenangan yang kau beri. Dalam setiap aksara puisi yang kutulis, tersirat sebuah rindu untukmu. Dan rindu ini bukan untuk memintamu kembali, hanya untuk mengenang bahwa kau dan aku pernah menginjakkan kaki di tanah yang sama, dengan sebuah kebahagiaan yang fana.

FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang