1

4 1 0
                                    

"Hi! sendirian saja. Kenapa tidak bergabung dengan yang lainnya?" Seorang laki-laki tidak tahu darimana menghampiri perempuan yang duduk sendiri di belakang—beberapa lelaki berkumpul.

"Eh? aku tidak terlalu akrab dengan mereka."

"Tidak ada niat untuk mengakrabkan diri?" tanyanya lagi.

Perempuan itu hanya menggeleng, dia kembali dengan buku ditangannya.

Hendak bertanya kenapa, perempuan itu beranjak ke luar ruangan. Mungkin dia merasa tidak nyaman? pikirnya. Namun, dia masih belum selesai dengan perempuan itu, dia mengikutinya.

Baiklah, perpustakaan. Seorang nerd? Oh sial, begitu banyak pertanyaan yang hinggap di kepala laki-laki itu sekarang.

Perempuan tadi duduk di salah satu kursi perpustakaan setelah melewati bagian resepsionis perpustakaan. Dia sangat khusyuk membaca buku yang sedari tadi ditangannya. Buku bantal, dengan sampul keras.

Sudah hampir dua jam disana, dilihatnya perempuan itu masih asyik dengan buku bantal itu. Dia pun, hampir tenggelam dengan buku yang dia pinjam di perpustakaan ini.

Apakah dia masih lama? sial.

Baik, mari kita perkenalkan laki-laki ini, si kutu buku hahah. Ya, dia membeli dua puluh buku novel untuk bacaannya selama sebulan. Laki-laki ini pada dasarnya tidak suka melakukan hal yang tidak berguna. Seperti saat ini contohnya, menguntit seorang perempuan yang tidak dikenal selama dua jam. Ntahlah, dia aneh. Namanya Akemi, mahasiswa Fakultas sains semester dua di kampus ini, salah satu kampus di Amsterdam.

Perempuan itu? kemana perginya?
Dia hilang setelah menghabiskan dua jam ku yang berharga. Apa-apaan dia. Sepertinya perempuan itu tau kau berada disana dan dia pergi diam-diam saat kau tenggelam dengan bukumu, Akemi.

***

Apakah aku sekarang menjadi buronan? Dia menguntitku, hah? kenapa?

Ini dia, perempuan yang diikuti Akemi. Saat ini, sekitar pukul dua siang. Dengan berbekal buku, tugas dan secangkir kopi di cafe favoritnya, dia menghabiskan waktunya hingga pukul empat. Itulah kesehariannya, jika tidak di cafe ini dia akan pergi ke perpustakaan, membaca buku, pun mengerjakan tugas kampusnya. Kadang dia juga jalan-jalan tidak jelas mengelilingi kota jika sedang luang—duduk di kursi taman dan merenung, atau membaca buku. Jika dia sedang malas dia hanya akan duduk manis di apartemennya seharian, duduk di atas kasur ditemani buku. Dia selalu membawa buku kemanapun ia pergi, bahkan saat makan. Hidupnya tidak pernah melewatkan buku walau seharipun. Benar-benar kutu buku akut.

lonceng kecil berbunyi syahdu, menandakan kedatangan pelanggan. Perempuan itu tidak peduli, dia sudah hanyut dengan bukunya. Hingga dering telepon dari nomor tak dikenal memecahkan kefokusannya.

"Halo, selamat siang." Suara laki-laki terdengar diseberang sana.

"Halo, siang," sahut perempuan itu.

"Maaf sebelumnya dengan Keyra?"

"Ya, saya sendiri."

"Oh hi! maaf mengganggu, aku mengirimimu email sejak tiga hari yang lalu tapi tidak ada balasan, ku pikir kau sibuk. Jadi, aku memutuskan untuk menelepon saja."

"Apakah ada sesuatu yang genting?"

"Ah emm ya... kau bisa membaca pesanku untuk mengetahuinya."

"Bisa katakan sekarang? Aku mungkin tidak akan membuka email selama lima hari kedepan."

"Kau sibuk sekali ya. Tidak masalah, sebenarnya tidak terlalu penting. Baiklah, jangan lupa membalas emailku jika nanti kau luang. Maaf telah mengganggumu. Siang." Suara laki-laki itu hilang, berganti dengan denyut telepon.

Perempuan itu, Keyra, menghela nafas. Sepertinya moodnya langsung berubah sembilan puluh derajat. Ia melirik jam tangannya, kurang dari sepuluh menit lagi pukul empat. Segera ia membereskan barang-barangnya dan pergi dari sana—ingin menghabiskan waktu dengan busa empuk kesayangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Book, Dusk And AmsterdamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang