Menggapai Suhaa 34: Kecewa 2

75 8 1
                                    

Ah yang benar saja..

Leya semakin murung saat Leya tahu Suhaa kembali dikurung dalam BK. Ia sama sekali tak tahu alasannya kali ini.

Padahal ini masih pagi, Sabtu pagi yang indah tanpa melihat Suhaa membuat Leya semakin merasa aneh.

Air matanya seolah-olah ingin menerobos keluar dari matanya. Bagaimana ini, Leya merasa ingin pulang dan tak ingin sekolah.

Keheningan membentang di kelas itu, hanya suara napas Leya yang berat membentang di kelas itu. Ia datang terlalu pagi, ia mungkin terlalu bersemangat.

"Ahh~ mau ketemu Suhaa!" Leya memukul meja sambil berteriak untuk mengeluarkan kekesalannya.

Semua gurunya sama sekali tak mengizinkan Leya untuk mendekat ke arah ruangan itu, meskipun Leya datang dengan alasan yang bagus pun Leya tetap tak berhasil menemui Suhaa.

"Ley!" Suara yang sangat dikenali Leya terdengar menggema dari luar kelas. Leya menunggu orang itu datang dan masuk ke dalam kelas.

Dela dan Zaki, datang setelah beberapa detik Leya menunggu. Wajah Dela tampak kesal setelah ia berteriak memanggil nama Leya.

"Kenapa Del?" tanya Leya merasa malas.

"Lu tau nggak apa yang gue denger tadi?" Dela memukul meja Leya dengan keras sambil menatap Leya.

"Nggak," balas Leya.

"Tadi gue bareng Zaki dateng ke sekolah, kan? Kita liat ada cewek-cewek sama cowok-cowok ngumpul depan gerbang, lu tau dia ngomongin apa?"

"Apa?" Leya bertanya singkat.

"Mereka ngegosipin lu, katanya lu gila.. pedess banget lah pokoknya tuh omongan orang-orang," lanjut Dela.

Mendengar hal itu Leya hanya memasang wajah datar, ia tak tahu harus bertanggapan apa mengenai gosip itu.

"Bener yang Dela bilang Ki?" Leya beralih bertanya kepada Zaki.

Zaki hanya mengangguk. Jelas sekali Zaki mendengar itu bahkan sebelum ia melewati gerbang. Dan saat semua orang-orang itu melihat mereka berdua, mereka langsung berhenti bergosip.

"Nggak usah dengerin Ley, palingan iri sama-" kalimat Zaki berhenti. Ia ternganga saat melihat Leya menangis tanpa ekspresi.

Gadis di sampingnya itu tengah mengeluarkan air mata tanpa memperlihatkan ekspresi marah ataupun sedih.

"L-Ley, lu nggak apa-apa?" Zaki menambah jaraknya, ia fokus kepada Leya yang tengah menangis sementara Dela telah memeluknya.

"Jangan di dengerin Ley, mereka emang nggak ada otak!" Dela mengumpat sambil memeluk Leya dari samping.

Mereka berdua salah besar karena telah memberitahu hal yang baru saja mereka dengar tadi kepada Leya. Bagaimana ini, Leya tak berhenti menangis.

"Mungkin Leya beneran gila kali, ya?" Leya bergumam tanpa mengeluarkan ekspresinya. Wajahnya datar dengan tatapan kosong melihat ke arah depan.

"Nggak, mana ada kek gitu. Lu nggak gila lah!" Zaki menjawab spontan, ia merasa marah ketika sahabatnya mengatakan hal-hal tidak masuk akal seperti itu.

".. Leya beneran gila ya.." kembali Leya bergumam.

"Gue bilang nggak ya nggak Ley! Gue aduin ke Suhaa lu ya!" kembali Zaki menjawab spontan dengan nada suara keras.

Dada Leya terasa sakit, tetapi ia tak bisa mengeluarkan ekspresi sedihnya, entah apa alasannya. Air matanya hanya jatuh, dan tak mengeluarkan isakan sekecil apapun.
***
***
Lagi-lagi, Leya tak dapat bertemu dengan Suhaa hari ini. Seperti kemarin, seakan-akan Leya mengalami dejavu.

Hatinya kecewa berat, benar-benar kecewa. Sebenarnya apa yang terjadi, mengapa semua orang tak mengizinkan dirinya untuk bertemu Suhaa?

Sama seperti yang ia lakukan kemarin, Leya mengecek ponselnya dan mencari tahu apakah Suhaa meninggalkan pesan untuknya.

Lagi dan lagi, kejadian kemarin terulang. Tak ada satupun pesan yang ditinggalkan lelaki itu, bahkan satu katapun tak ada.

Dengan berani, Leya menekan nomor Suhaa untuk menghubungi lelaki itu.

Leya menunggu, menunggu dan terus menunggu agar panggilannya mau di angkat oleh Suhaa.

Tetapi sia-sia saja, Suhaa tak mengangkat teleponnya. Apakah lelaki itu benar-benar sibuk saat ini?

Sekali lagi, Leya mencoba menelpon Suhaa untuk yang kedua kalinya. Semoga saja, semoga saja Suhaa mengangkat panggilannya.

Meski ia hanya mendengar suara Suhaa sedetik pun tak masalah, ia hanya ingin mendengar suara lelaki itu meski satu kata saja.

Rahang Leya mengeras, Suhaa bukannya tidak mengangkat teleponnya. Tetapi kali ini, ponsel lelaki itu tidak aktif.

Helaan napas keluar dari mulut Leya, ia benar-benar merasa frustasi sekarang. Jadi, apa yang harus ia lakukan sekarang?

Pulang? Dan menunggu lagi? Seperti itu?

"Leya," suara yang lagi-lagi terdengar membuat Leya menoleh ke arah suara itu.

Bu Lastri, wali kelasnya itu akan mengatakan apa lagi sekarang? Apakah lelaki itu kembali menyampaikan pesannya lewat wali kelasnya?

"Kata Suhaa, dia langsung ke cafe lagi karna dipanggil sama manajernya. Dia minta maaf sama kamu karna nggak sempat ketemu kamu dulu," ujar wali kelas Leya.

Mendengar hal itu membuat Leya muak, kenapa ia harus mendengar kata maaf Suhaa dari orang lain? Bukankah lelaki itu bisa meminta maaf lewat pesan singkat.

Leya lebih suka jika Suhaa mengatakan maafnya lewat pesan singkat saja daripada ia harus mendengar maaf dari Suhaa lewat orang lain.

"Iya Bu, makasih udah nyampein pesan Suhaa ke Leya." Leya tersenyum tipis menanggapi kalimat Bu Lastri.

Setelah itu, Bu Lastri langsung meninggalkan Leya sendiri seperti yang ia lakukan kemarin.
***
***
Saat ini, Leya tengah berdiri di depan pintu rumah kekasihnya. Ia sudah mengetuk beberapa kali dan tinggal menunggu siapa yang akan membuka pintu itu.

Setelah menunggu beberapa saat, pintu itu akhirnya terbuka dan menampilkan Amara yang melihat Leya dengan tatapan bingung.

"Loh kak Leya, kenapa kak?" Amara menjeda kalimat, "Eh, maaf kak. Masuk dulu yuk..."

"Nggak, nggak usah. Leya cuma mau nanya, Suhaa nya ada nggak?" Leya bertanya tanpa menunda-nunda lagi.

"Waduh, nggak kak.. terakhir Ara liat bang Suhaa pagi-pagi banget pas mau berangkat sekolah," balas Amara singkat.

"O-oh. Semalam, Suhaa pulang jam berapa?" Kembali Leya bertanya.

"Yah, Ara nggak tau kak. Ara tidurnya cepet, jadi nggak tau abang pulangnya kapan. Emang kenapa kak? Ada masalah, ya?" balas Amara dan balik bertanya.

"Ah, nggak.. nggak ada kok. Ya udah kalau gitu, kak Leya pulang dulu ya." Setelah berpamitan, Leya lekas pergi dari sana.
~
"Suhaa kok nggak ngasih kabar, ya?"

Saat ini Leya tengah duduk sendiri di taman dekat dengan kawasan rumahnya. Ia tengah duduk di ayunan kayu sambil memandangi ponselnya.

Dengan perasaan yang gelisah, Leya tak berhenti menghubungi dan menunggu jawaban dari Suhaa. Ia bahkan sudah meninggalkan pesan kepada Suhaa beberapa waktu lalu.

Hari telah memasuki senja namun Leya tak kunjung ingin pulang. Bahkan ia menerima telepon dari ayahnya beberapa menit lalu.

Ia hanya bisa beralasan tengah mengerjakan tugas bersama teman-temannya agar sang ayah tak terlalu khawatir.

Sekarang, Leya tak tahu harus berbuat apa sekarang. Ia hanya duduk termenung tanpa melakukan apapun selain memandangi ponselnya.

Sudah dua hari penuh ia tak melihat Suhaa, bahkan tak mendapat kabar sedikitpun dari lelaki itu. Apakah Suhaa tak ingat pada Leya?

"Suhaa nggak mau kenal sama orang nggak waras kayak Leya kali, ya?" Leya terus berbicara sendiri, ia terus merasa minder karena sesuatu.

Apakah karena orang-orang yang menyebarkan rumor jika ia gila? Atau hal lain yang membuatnya terus merasa minder untuk bersanding di samping Suhaa?
***
***

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang