Kunjungan

1.9K 218 11
                                    

Hari itu, Renjun tidak tahu jika apartemennya akan kedatangan tamu. Pagi ketika dirinya baru saja membereskan bekas kekacauan yang diakibatkan oleh dirinya juga Jaehyun. Helaan napasnya terdengar begitu lega, sebab bau yang semula pekat perlahan sirna digantikan harus pewangi ruangan.

Wanita itu, datang dengan raut ramah miliknya serta sapaan hangat. Pertemuan pertama diantara keduanya, cukup mengejutkan pada awalnya. Karena sekalipun Renjun tidak punya dugaan akan dikunjungi.

"Nak Raka ini temannya javian, ya?" tanya wanita yang sejak tadi berkutat didapur menyiapkan sarapan untuk penghuni apartemen. Renjun tentu sudah menawarkan diri untuk membantu, namun wanita itu bersi kukuh memintanya untuk duduk dan menemaninya saja.

"Iya, Tante," balas Renjun kikuk. Bagaimana bisa dia mengakui bahwa baru saja semalam ia dan Jaehyun resmi menjadi sepasang kekasih.

Terlepas dari fakta itu, Renjun tidak ingin membawa dirinya ke dalam jurang permasalahan yang kuat dengan mengakui hubungan mereka. Cukup menikmati tanpa banyak mengumbar. Dirinya memang tidak tahu akan sejauh mana hubungannya berlanjut. Akhir seperti apa yang akan mereka dapatkan dari perilaku penentangan itu.

Banyak melamun hingga tanpa sadar bahunya ditepuk beberapa kali oleh seseorang. Wangi yang sangat tidak asing, ia tolehkan kepalanya. Didapatinya senyum cerah sang 'kekasih' disertai lubang kembar dikedua pipinya. Diam-diam mereka saling mengagumi lewat tatap sebelum tuan muda menyapa ibunya.

"Pagi, Bu," sapa Jaehyun.

"Pagi," balas wanita pertengahan empat puluh itu.

Tanpa disadari orang selain mereka, dua tangan tertaut dibawah meja. Ada rasa hangat yang dirasakan Renjun ketika tangannya diusap menggunakan ibu jari dalam genggaman nyaman lelaki itu. Tatap tulus yang baru disadarinya hari ini. Jaehyun tampan, tapi apa bisa dirinya memiliki ketampanan itu dirinya sendiri?

Tak ingin khayalannya semakin melambung tinggi, Renjun segera menggelengkan kepala. Menepis segala macam prasangka tidak ingin ia harapkan lebih jauh lagi. Hingga lagi-lagi suara dengan nada rendah—sangat rendah seolah hanya mereka yang boleh mendengarnya—terdengar menyapa rungu.

"Terimakasih untuk semalam." Jaehyun diam-diam mendaratkan satu kecup dipunggung tangan kekasihnya, ketika sang ibu memunggungi dengan satu panci sup di atas kompor.

Semburat merah muda perlahan menjalar, rasa panas terbakar begitu mengganggu ketenangan Renjun. Ia resah dengan kata-kata itu, antara takut terdengar oleh orang selain mereka atau malah dirinya sendiri yang kepalang malu. Jaehyun terlalu jujur, dan lagi kegiatan mereka semalam terlewat bebas dan panas.

"Besok-besok jangan memakai make up terlalu tebal, lihat pipi kamu merah sekali," ucap Jaehyun sengaja menggoda.

"Ada apa bisik-bisik begitu?"

Wanita yang semula masih sibuk kini berjalan ke arah mereka dengan semangkuk besar sup yang wanginya mampu memancing rasa lapar. Renjun segera mengajukan diri untuk membantu sekaligus menghindari tatap dengan Jaehyun yang semakin lama semakin membuatnya malu. Tidak banyak memang yang ia lakukan, hanya menyiapkan nasi dan air minum karena selebihnya ibu Jaehyun yang melakukan.

"Aku pikir Ibu gak akan ke sini secepat ini." Anak tunggal itu mengawali percakapan. Mulanya tidak ingin berbicara karena sadar betul mereka sedang berada dimeja makan, sudah sedari dulu drinya diajarkan untuk tidak berbicara dihadapan makanan. Tapi kini rasa penasarannyalebih mendominasi ketika mendapati sang ibu beserta sifat yang selalu ditunjukkan ketika sedang membujuknya.

"Ibu cuma mau lihat gimana hidupmu di sini. Ternyata tidak buruk, Raka juga sudah bercerita tadi." Wanita itu menatap anak dan sosok lain yang baru dikenalnya itu. "Oh ya, kenapa tidak pernah mengenalkan temanmu yang satu ini?" tanyanya.

Cigarette | JaeRen [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang