"Bunda jadi ke sekolah besok?" tanya Renja yang baru masuk ke dapur. Wajah remaja itu terlihat lesu setelah seharian mengerjakan tugas rumah.
"Iya, tapi siangan kayaknya. Bunda harus ke sekolah adek dulu. Kenapa, kak?" Wendy masih membelakangi sang putra sebab dirinya tengah sibuk memasak untuk makan malam.
Renja menyenderkan kepala pada samping kulkas, matanya menutup sebab kantuk mulai mendera. Sebulan ini Renja sibuk mempersiapkan banyak bahan belajar untuk satu tahun ke depan.
Wendy berbalik dan mendapati putranya tidur dalam kondisi berdiri. Seulas senyum tipis menghiasi wajah cantiknya. Masih berusia 35 tahun, masih sangat muda menjadi ibu dari dua anak yang sudah remaja dan seorang batita gembil yang sedang dalam masa keemasan.
Sembari mematikan kompor, Wendy menuangkan tumis sayur pakcoy ke dalam mangkuk. Ia melirik ke samping kulkas di mana tempat rice cooker berada. Masih belum matang. Pun lauk utama telur balado belum ia buat.
Wendy kembali melirik Renja, si anak sulung tercintanya. Kemudian kembali ke wastafel untuk mencuci wajan yang tadi dipakai menumis. Lama-lama Wendy kasihan melihat anaknya tidur dalam keadaan berdiri. Biasanya Renja melakukan itu ketika perutnya kosong, seraya menunggu sang bunda selesai memasak.
"Kak, nunggu di ruang keluarga aja, gih!" Wendy bersuara lembut pada sang anak.
"Kak Renja?" panggil Wendy lagi. Namun, tak ada sahutan dari si sulung.
Wendy mematikan kran air. Setelah meletakkan wajan di atas kompor, ia menghampiri Renja di tempatnya.
Satu tangan menepuk lembut pipi Renja hingga remaja itu mengerjapkan matanya berulang kali. "Kakak pindah dulu ke ruang keluarga, tidurnya di sofa aja atau di karpet bulu," Wendy berujar pelan. Mengulang perintahnya yang mungkin tidak didengar Renja tadi.
Renja mengangguk dengan tangan yang mengucek matanya. Masih terasa berat pun perut masih berdemo meminta diisi. Dengan langkah sempoyongan Renja berjalan menuju ruang keluarga untuk melanjutkan acara tidurnya.
"Assalamualaikum," salam dari suara berat yang sangat dikenali oleh Wendy. Wanita itu menjawab dari dapur tanpa mengeraskan suaranya, takut jika kedua bayinya terbangun. Renja dan Nusa.
"Uhm, what are you cooking, love?" tanya satu-satunya pria dewasa di rumah itu, sekaligus kepala keluarga, Chandra.
"Your favorite, telur balado,"balas Wendy dengan kekehan.
"Uhm, baunya sampe ke ruang tamu, jadi laper," ujar Chandra, mendekati Wendy yang sedang memasak.
Chandra melingkarkan tangannya pada Wendy dari samping. Kemudian mengendus bau masakan Wendy yang langsung membuat perutnya meronta, minta diisi.
Saat hendak mengecup pipi Wendy, wanita itu menghindar sambil tertawa. "Shower your body first, babe," kata Wendy kemudian.
"Kenapa?" tanya Chandra keheranan, kemudian ia menciumi tubuhnya. Sama sekali tidak bau.
"Kamu abis dari luar, kerja di AC dari pagi sampe sore. Udah pasti kotor," jawab Wendy.
Chandra tertawa, "Oke," katanya mengalah.
"Gak apa-apa, 'kan, siapin sendiri airnya?" Wendy berbalik pada Chandra yang hendak melangkah keluar dapur.
"I can do it, love," kata Chandra diikuti sebelah matanya yang mengedip genit pada Wendy.
"Dasar gak sadar umur," gerutu Wendy pelan setelah Chandra menghilang dari dapur.
• Journey of Love •
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Of Love
FanfictionThere is no sincerer love than the love of family. Chandra memiliki impian, keliling dunia bersama sang istri dan anak-anak lucu mereka. Hingga suatu hari setelah penantian sepuluh tahun, keluarga mereka mewujudkan mimpi itu. Bersama Wendy dan ketig...