Aksa lebih baik pergi ke tempat dimana orang-orang baik senantiasa mendukung kebahagiannya. Bukan orang-orang seperti Ayahnya yang lebih mementingkan ego serta rasa malunya.
+++
Kepala pening Adhiyaksa menyita banyak atensi dari seluruh anggota rapat di Meeting Room VIP perusahannya. Ia memikirkan banyak hal terutama anaknya, Aksara Mahaprana. Sosok kebanggaan pewaris Helios Corps yang sudah dikenalkan kepada rekan serta bawahannya. Adhiyaksa tidak terima akan fakta paling memalukan seumur hidupnya itu. Harapannya kelak akan menjadi kakek yang menggendong cucu dengan masa pensiun indah sirna ketika sahabat dari anaknya sendiri menyatakan peperangan kepadanya.
Sore hari itu.
Adhiyaksa marah, terutama kepada Valeron. Dialah penyebab anaknya menjadi seperti sekarang.
Rapat itu tidak berjalan sempurna namun Adhiyaksa tetap profesional dengan menyelesaikannya selama kurang lebih 4 jam lamanya. Malam itu kondisinya tidak memungkinkan untuk pulang, maka dari itu Adhiyaksa menginap di kantor dengan harapan bahwa Aksara masih ada dalam jangkauannya.
.
Matahari menyingsing mengawali pagi, cerahnya membuat silau dua mata yang kini sedang menunggu kekasihnya yang balik lagi ke apartmentn untuk mengambil barangnya yang ketinggalan. Vale duduk di atas jok motor ninja hitamnya, menghirup aroma pagi yang masih sama. Sedikit sesak ia rasakan di ulu hati, bayangan kemungkinan akan berakhirnya kisah dengan Aksara terasa semakin dekat. Serasa sedekat nadi, diujung tanduk, dan tak ada harapan.
Vale menghela napas berat, harus dengan cara apalagi untuk mempertahankan hubungannya dengan Aksa? Vale tahu sekarang ia sudah mengibarkan bendera peperangan kepada keluarga Aksa terutama Ayah Adhiyaksa sejak sore itu. Vale jelas tahu risikonya, ia akan disalahkan dan akan membuat kecewa banyak orang. Tapi pertanyaannya, bagian salahnya dia dimana? Tak adil jika disalahkan hanya karena rasa. Kecewa? Memangnya dia hidup untuk memenuhi standar orang lain? Tidak. Vale hidup untuk kebahagiannya, dan Aksara adalah sumber kebahagiannya.
Melirik ke arah spion kanan motornya, Vale melihat Aksa sudah berjalan mendekatinya lagi, ia menoleh ke belakang untuk menunggu.
"Apasih yang ketinggalan?" tanya Vale
"Kalung dari kamu" jawab Aksa sembari menunjukkan kalung LV letter pemberian dari Vale
Vale melihat leher Aksa, disana terdapat kalung pemberiannya sebagai hadiah ulang tahun Aksa. Vale mengangguk dan tersenyum untuk itu, rupanya kalung itu masih terjaga dengan sangat baik.
"Ayo naik udah mau masuk"
Aksara mengangguk kemudian naik ke jok belakang motor Vale dengan pelan dan hati-hati. Pergerakan pelannya membuat Vale menghadap ke belakang lagi, ia menemukan Aksa yang terlihat kesusahan saat naik ke jok motornya.
Ternyata..
"Aku terlalu kasar ya semalem?" tanya Vale sambil memegang 2 pangkal paha Aksa
"Eum nope! You did it better than I thought" jawab Aksa sedikit malu
"Udah ayok berangkat, merah tuh telinga kamu" sambung Aksa diakhiri dengan tawa renyah
"Kan aku malu, hehe.. tapi kamu gapapa?"
Aksa mengangguk pasti, "Iyaaa, udah deh jalan aja" ujarnya membuat Vale mengangguk kemudian bersiap untuk menstarter motornya
Perjalanan dari apartment Vale ke kampus membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasanya. Beruntung hari ini kelas mulai jam setengah 10 pagi. Setelah subuh tadi Aksa membuat Vale khawatir perihal telepon dari Ayah Adhiyaksa, yang mirisnya Vale tak bisa memberikan sedikit ketenangan--hanya pelukan erat, kini Aksa sudah tampak biasa saja. Vale tidak mengerti dibalik maksud sikap biasa saja Aksa, namun jelas Vale merasakan bahwa Aksa menyimpan tekad yang entah kapan pun dapat meledak. Vale harus tahu bahwa Aksara adalah sosok yang tak bisa diganggu gugat keputusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH YOU WERE GAY | NOHYUCK
RandomKamu bilang, perasaan itu nggak ada yang salah, semuanya itu murni dari hati. Aku juga merasakan itu, perasaan tulus yang hanya aku dan Tuhan ketahui. Perasaan yang Tuhan berikan itu, enggak salah kan? tapi kalau perasaanku itu untuk kamu, apa itu t...