[01] PRA.

65 14 4
                                    

Kesekian kalinya, tamparan-tamparan dari perempuan berhati iblis itu mengenai pipi bocah yang masih berumur 10 tahun. Anak laki-laki yang tak berdosa itu terus menerus mendapat siksaan dari wanita yang dinikahi ayahandanya dua tahun lalu. Sepertinya, sosok ibu tiri Cinderella benar-benar ada di dunia nyata. Stuktur wajah ibu tirinya  pun seperti pemeran antagonis yang ada di film azab.

Narendra Wijaya atau yang akrab dipanggil Naren sudah kehilangan ibu kandungnya sejak ia berumur 7 tahun. Ia kehilangan bidadari satu-satunya yang ia punya. Sosok ibu yang selalu mengasihi dan menyayangi dengan setulus hati kini sudah pergi mengistirahatkan diri di dekat Sang Ilahi. Naren hanya bisa menangisi takdir hidupnya, ia yang menjadi satu-satunya harapan keluarga mau tak mau harus bisa bertahan untuk membahagiakan sosok ayah yang ia punya saat ini. Ia bertekad untuk menjadi seorang sarjana teknik seperti yang ia janjikan pada mendiang ibunya. Naren memang sudah tertarik dengan dunia teknik karena ingin mengikuti jejak ayahnya yang bekerja di salah satu perusahaan besar yang ada di Yogyakarta. Kini hidup Naren hanya didedikasikan untuk almarhum ibu dan juga ayahnya. Ia bahkan tak peduli dengan orang-orang sekitarnya termasuk pada ibu tirinya sendiri.

Menginjak usia remaja, Ibu tiri Naren meninggalkan ia dan ayahnya karena ayah Naren menderita stroke ringan. Kejadian itulah yang membuat Naren senang sekaligus emosi, ia senang karena sudah tidak ada sosok wanita yang setiap hari hanya bisa mengomel dan menyiksanya. Akan tetapi, disisi lain ia juga murka kepada ibu tirinya karena meninggalkan ayahnya dalam kondisi sakit. Seharusnya, jika ia benar-benar mencintai ayahnya, ia mau menemani sang ayah dalam segala kondisi baik itu senang ataupun sedih. Kini Naren hanya tinggal dengan ayahnya dan pembantu sekaligus perawat ayah Naren, Bi Inem. Bi Inem ini sudah bekerja cukup lama dengan keluarga Naren, bahkan sebelum Ibu Naren meninggal. Keahliannya dalam masak pun juga tak usah diragukan. Ia pandai memasak apapun termasuk masakan cumi asam manis kesukaan Naren.

"BI INEMMM BAJU SEKOLAHKU DIMANA?" teriak Naren yang keluar dari kamar mandi dengan handuk putih yang melekat dipinggang rampingnya.

Bi Inem yang mendengar teriakan itupun langsung menjawabnya dengan sigap.

"Sebentar lagi den, tinggal nyetrika celananya aja ini," jelasnya.

Naren yang mendengarnya pun hanya bisa pasrah menunggu seragamnya selesai disetrika sambil melihat kondisi ayahnya. Ternyata ayah Naren sudah cukup sehat, dilihatnya lelaki paruh baya dengan pakaian sweater abu-abu dan syal yang terlilit manis di lehernya itu sedang meminum secangkir teh panas dan duduk bersandar melihat ke arah luar jendela.

"Selamat pagi Ayahh!!" ucap Naren yang membuat Ayahnya spontan menengok ke belakang mencari sosok orang yang menyambut paginya.

"Wah Naren, pagi juga gantengnya Ayah, tumben kamu nak jam segini udah mandi, biasanya masih ngorok AHAHA," ledek ayah Naren yang heran melihat anaknya terlihat bersemangat untuk berangkat sekolah.

Naren pun berjalan masuk dan duduk di Kasur milik sang Ayah.

"HUFT... Ayah ini ngeledek terus bisanya, Ayah lupa ya hari ini kan aku ada UNBK, jadi ya mau gak mau harus berangkat sekolah tepat waktu," jelas Naren dengan raut wajah sedikit kesal.

Belum sempat ayahnya merespon penjelasan Naren, ketukan pintu yang tak lain bersumber dari Bi Inem pun sontak membuat mereka membalikkan badan.

"Ini den, seragam seolahnya sudah siap," jelas Bi Inem sambil membawakan lipatan seragam yang sudah rapi dan wangi itu.

" Yauda cepat sana ganti baju, nanti telat loh. Semoga lancar ujiannya ya nak, selalu inget sama mimpi yang kamu janjjin ke Ayah sama Ibu. Harapan ayah cuman kamu, jadi sekolah yang bener ya nak, jangan ngecewain Ayah," pesan Ayah Naren kepada putra semata wayangnya itu sebelum ia pergi berangkat sekolah.

SUKA JADI LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang