Part 20. Menjauh

1.3K 127 21
                                    

Suara mixer terdengar nyaring. Aroma kue semerbak di dapur berukuran besar milik pasangan Eijaz dan Kayla itu. Arin, kini tengah membantu sahabatnya membuat pesanan kue.

"Rin, gajimu berapa sebulan?"

Suara berat milik pria berambut gondrong itu membuat fokus Arin terpecah.

"Kenapa Pak? UMR tambah dikit lah."

"Aku tambahin gajinya, tapi kamu kerja disini sama Kayla, mau?"

"Ayah ih! Apaan, dia psikolog loh. Sekolah profesinya aja mahal. Masak disuruh bantu-bantu di sini."

Kayla memukul lengan suaminya.

"Loh kali aja dia mau. Kamu bisa tinggal di sebelah tuh kosong."

Arin terbahak. "Ide bagus sih Pak. Saya baru mikir-mikir mau pindah dari tempat kerja sekarang."

"Kenapa pindah?" tanya Kayla.

"Toxic parah. Apalagi waktu tahu aku deket sama Bara. Mereka pikir aku masuk sana gara-gara si cucu pemilik rumah sakit yang terhormat itu."

"Tuh kan, mending kerja disini. Kerja rasa main."

Eijaz dengan santainya mencomot muffin cake yang baru selesai dihias istrinya.

"YA ALLAH YA RABBI! Ayah! Iseng banget sih, ambil yang ono no. Jangan yang ini!"

Bukannya merasa bersalah, Eijaz malah mencolek sisa krim di kuenya kemudian mengusapkan pada wajah sang istri.

"EIJAZ SATRIA JAGAD!" pekik Kayla.

Pria itu terbahak membuat Kayla naik pitam. Ditariknya rambut sang suami gemas.

"Bun! Bun! Ampun Bun!" rintih Eijaz.

Arin memilih mundur teratur melihat pergeludan antara suami istri yang baru saja rujuk itu.

"Siapa suruh jahil! Aku pitakin rambutmu!"

"Bunda ampun, ih. Ampun!"

Kayla semakin menjadi menyiksa suaminya.

"Ayo gelud! Ngerusuhin kerjaanku terus!"

"Rin, nitip dulu ya! Ibu negara ngajak gelud," tukas Eijaz kemudian sebelum menggendong istrinya ke kamar.

"He! Turunin! Eijaz jeleeeek!" teriak Kayla.

Suara pintu dibanting membuat Arin paham apa yang harus ia lakukan. Segera dia memasang benda favoritnya di telinga, mendengarkan lagu, meminimalisir suara-suara yang haram didengarnya.

Tepukan di bahu membuat Arin terkejut. Eza, tersangka pembuat kaget, yang meringis itu  kini mengacungkan dua jari berbentuk V.

"Ih, Eza. Bantuin dong, kocokin itu."

"Siap Bu!" kata Eza.

Arin tersenyum senang karena mendapat bala bantuan.

"Rin, kamu beneran putus sama Bang Riko?"

"Kenapa?" tanya Arin.

"Udah tahu belum kalau Bang Riko, gara-gara kasus yang dulu dipindah tugas. Pindah ke Bantul dia."

"Oh ya?" Arin terkejut.

"Ntar deh, kasus apa?"

"Yang dia sama istri orang."

"Kok bisa? Lu yang nggosip ya?"

Arin tanpa sadar mengacungkan pisau roti pada Eza.

"Weh, weh, turunin pisaunya!"

Green or Pink (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang