BAB 11

10 5 16
                                    


            Terik matahari siang ini mewakili perasaan Dira. Panas. Ketika Dira dan Raka menikmati segelas kopi, sepasang kekasih menghampiri mereka.

"Bro.... Boleh gabung? Kebetulan masuk liat kamu." Ucap lelaki gondrong yang tiba-tiba berdiri di depannya sambil melirik Dira.

"Wah... Silahkan, boleh banget lah."

"Nggak ganggu dong ya?"

"Santai aja lah... Asyik dong kita double date." Raka mempersilahkan Amar dan Milka duduk. Ia menggeserkan kursinya di sebelah Dira. "Siapa tau bisa satu pelaminan juga nanti." Lanjut Raka seraya tertawa membayangkan bagaimana jika mereka berada dalam satu pelaminan. Wah pasti tamunya membludak. Pikirnya geli.

"Jarang banget ya kita ketemu begini tanpa janjian." Amar duduk didepan Raka diikuti kekasihnya, Milka. Mereka memesan satu gelas strawberry tea ice dan cappucino hot.

Mereka berempat berbincang dengan mempertontonkan kemesraan Amar dan Milka. Dira tetap tenang melihat Milka yang sedari tadi asyik mengusap-usap punggung tangan Amar. Ada kecemburuan di hati Dira, tapi ia tak memperlihatkannya.

"Masih nempel ya Mil." Raka nyeletuk.

"Mumpung di Surabaya nih."

"Eh iya makanya ikut dia, Mil."

"Nggak ah... Gimana kerjaanku disini."

"Iya, disini aja lah ya, tunggu aku menjemputmu sayang." Amar menimpali.

Dira melirik Amar dengan tatapan tak suka. Raka menyadari. "Mil, kenalin ini Dira. Calon istriku." Raka memperkenalkan kekasihnya pada Milka.

Dira mengulurkan tangan dan di jabat oleh Milka. "Dira."

"Oh Dira sebelumnya tinggal di Malang juga ya." Tanya wanita berambut panjang dan hitam legam itu.

"Iya." Jawab Dira sambil memperlihatkan gigi rapinya.

"Sering ketemu Amar dong?Amar pernah cerita tentang kamu sih."

"Nggak sih. Ketemu dia kalau Kak Raka nyamperin aku aja." Jawabnya santai.

"Oh iya.. Takut aja kalau dia ketemu cewek lain nggak bilang ke aku." Milka menyenggol Amar, di ikuti senyum terpaksa dari bibir Amar.

"Jadi Kak Amar hanya boleh ketemu sama cowok aja ya? Terus kalau dia diam-diam ketemu cewek, kamu apain Mil? Emang salah kalau dia ketemu cewek?" Dira meneropol beberapa pertanyaan.

Raka dan Amar malah asyik mengobrol tanpa memedulikan wanita di sebelahnya. Raka berencana akan menikahi Dira tahun depan, sekarang bulan Mei. Itu artinya sekitar tujuh bulan lagi. Ia sudah membicarakan hal itu pada orang tua Dira, tanpa diketahui oleh Dira.

"Salah lah. Emang kamu mau kalau Raka ketemu wanita lain dibelakangmu?" Kini Milka membalikkan pertanyaan Dira.

"Nggak apa. Selagi hatinya tetap untuk aku."

"Tau darimana hatinya masih di kamu?"

"Ya semua yang ada di hati akan terlihat pada sikap. Selama ia tak berubah, aku nggak apa. Kalaupun dia memilih wanita lain ya berarti tugasku sudah selesai."

Ah... Kata-kata tai.

"Wah.. Kamu senang berbagi ya?"

"Bukan senang berbagi Mil, kita nggak bisa maksain orang lain untuk sepenuhnya sama kita. Dia manusia, bukan kura-kura yang setiap saat bisa membawa tempurung (rumah) nya kemana-mana. Dia juga bukan anjing yang bisa kita kendalikan jika sudah lama bersama. Raka ya Raka. Bukan orang lain. Dia tak bisa menjadi apa yang aku mau, begitupun sebaliknya. Aku bukan penjara yang bisa memenjarakan dia, yang jika keluar harus laporan dan terus-terusan diintai. Dia pasti akan muak hidup seperti itu." Tutur Dira. Sebenarnya ia asal bicara, namun ada benarnya juga.

Tapi menurut Milka, Amar hanya miliknya yang tak boleh dimiliki orang lain selain dia. "Aku setuju Dir, tapi nggak sepakat." Lanjut Milka.

"Nggak apa, menyetujui tak berarti menyepakati bukan?"

"Iya. Aku hanya mau Amar tetap mencintai aku sampai kapanpun. Dan caraku ya seperti itu. Lagian dia nggak pernah ngeluh selama hampir 1 dekade kami berhubungan.

Kecemburuan itu bukan tanda cinta tapi tanda bahwa ia tak percaya. Titik. Wanita berambut blonde sebahu itu hanya menanggapi dengan anggukan. "Dia nggak tau aja Amar sudah bercinta denganku." Pikirnya. Kamu tau kenapa orang itu suka berbohong? Karna ketika ia jujur pun, tak dipercaya.

Dira dan Milka kembali berbaur obrolan dengan kekasih mereka. "Bahas apaan sih? serius banget?" Tanya Milka dengan nada mendayu-dayu.

"Urusan lelaki nih sayang." Jawab Amar sambil menyulut sebatang rokok. Dira ikut membakar rokoknya. Hanya mereka berdua yang menikmati nikotin yang perlahan-lahan masuk kedalam paru-paru dan merusaknya. Bahkan ketika tau berbahaya, mereka tetap menikmati isapan demi isapan.

"Sayang, aku ngantuk." Milka menyenderkan kepalanya dibahu Amar dan menggandengkan tangannya dilengan lelaki bertubuh kurus dan gondrong itu.

Sudah hampir 10 tahun pacaran, masih begitu didepan umum. Ah, hati... Jangan panas. Ia bukan milikmu sekarang, nggak tau nanti. Kepulan asap rokok yang keluar menandakan kecemburuan Dira saat ini – pada ia yang sedari tadi bisa menyentuh setiap bagian tubuh Amar.

"Iya habiskan rokok ini, kita pulang ya." Amar mengusap kepala Milka.

            Beberapa saat kemudian mereka sepakat untuk pulang. Amar dan Milka menuju parkiran motor dan menunggangi vespa butut seperti biasa sedangkan Raka dan Dira menuju parkiran mobil dan berpamitan pada mereka berdua. "Next, ngumpul bareng lagi ya bro. Jagain Milka." Raka menepuk-nepuk pundak Amar.

"Oke bro." Amar pun menyalakan motornya dan melaju mengantarkan kekasihnya pulang. Seperti biasa, ia tidak bisa mengantar Milka sampai depan pagar rumah, namun berhenti beberapa rumah dari rumah Milka. Milka belum pernah mengizinkan Amar untuk bertemu orang tuanya. Hanya sekali, ketika kakak kandung Milka menikah. Ia memperkenalkan Amar pada keluarga besarnya sebagai teman. Mereka mengerti bahwa Amar adalah kekasihnya.

Berbeda dengan Raka dan Dira, mereka sudah saling memperkenalkan diri pada kedua orang tua. Bahkan sudah dekat seperti anak kandung sendiri.

SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang