PROLOG

78 11 4
                                    


        Sepekan sejak kasus perampasan ladang di desa Cipali, para kaum berdasi itu mulai mendirikan sebuah cor-coran kokoh dengan mempekerjakan ratusan Buruh Proyek. Pria-pria berpakaian lusuh itu mulai mengangkat beberapa semen lalu mencampurkannya dengan pasir dan krikil. Perlahan namun pasti, pohon-pohon diganti oleh tiang-tiang kokoh. Gas oksigen beralih menjadi karbon dioksida. Ilalang ilalang diganti dengan pagar besi. Kumpulan asap rokok dari buruh proyek itu sedikit membuat paru-paruku terganggu. Demi alasan kesehatan akhirnya aku menyingkir dari proyek itu. 

       Aku adalah Guntur Wibisono, anak seorang buruh yang hanya hidup serba berkecukupan. Ayahku telah berpulang ke pangkuan ilahi sejak aku berumur 4 tahun. Aku adalah anak sulung sekaligus ruh bagi ibu dan adik perempuanku. Setiap hari di jam tiga sore aku berkeliling di lampu merah, menjajakan koran untuk ku tukar dengan selembar kertas. Aku tak seberuntung kawanku yang sejak belia sudah disuguhi berbagai macam kemewahan. Hidup tanpa seorang Ayah telah mengajarkanku untuk lebih bekerja keras dalam menggapai cita-cita. Hidup akan lebih berat jika tidak dilandasi dengan rasa syukur, maka dari itu seberapapun berat jalan yang kuhadapi nantinya akan kuselipkan rasa syukur di dalamnya.  

MARJINALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang