“Aku rasa hubungan kita sampai disini.” Lelaki berjas di depan seorang gadis yang masih tersenyum itu buka suara tentang keinginannya.
“Haha kamu pasti bercanda, kan?”
Gadis itu tertawa hambar, menganggap ucapan kekasihnya hanyalah main-main. Lelaki di depannya menghela napas. Meraih tangan kekasihnya yang bertautan di atas meja, mereka dinner di restoran.
“Aku serius, aku nggak bisa lanjutin hubungan ini. Kita nggak cocok.”
Gadis bermata sipit itu menarik tangannya dari genggaman si pria. Menatap sendu meminta penjelasan mengapa tiba-tiba memutuskan hubungan yang sudah berjalan enam bulan. Mereka sudah dewasa, mereka berkomitmen untuk segera membawa ke hubungan pernikahan. Tapi ....
“Aku mencintai gadis lain.”
Kejujuran dari kekasihnya membuat Diana syok, lelaki di depannya ini? Ah susah sekali diajak berkomitmen. Baru menjalin hubungan selama enam bulan saja sudah pindah lain hati.
Terimakasih Tuhan, kau telah menunjukkan siapa lelaki ini sebelum kami melangkah lebih jauh mendekati sunnahmu. Benak Diana.
“Terimakasih untuk luka ini. Kamu boleh ngejar gadis itu, anggap kita tak pernah saling kenal dan tidak pernah menjalin hubungan apapun yang hanya enam bulan.”
Diana melenggang pergi, meninggalkan lelaki yang mematahkan asa nya untuk menikah tahun ini. Beberapa hari lalu Erwin pernah berujar bahwa ia akan melamar secepatnya namun ternyata itu hanya bualan semata.
Menangis sepanjang jalan, Diana menghentikan mobilnya ketika melihat Fay di halte. Malam ini, hujan begitu deras mengguyur ibu kota. Menambah kepiluan di hati Diana yang baru kali ini tergores luka dari sebuah hubungan yang melandaskan cinta.
Fay mengernyit melihat mobil tak asing di penglihatannya. Melihat pemiliknya keluar, gadis itu tersenyum. Tapi hanya sekilas karena melihat mata gadis yang baru turun dan menghampiri menggunakan payung itu sembab.
Diana meletakkan payung sembarang, duduk di samping Fay dan memeluknya erat. Menumpahkan segala rasa yang meluap dari dalam dada. Menyalurkannya pada Fay memintanya untuk merasakan pula.
“Mbak Diana, kenapa?”
Diana masih sesenggukan, belum berbicara sama sekali. Fay semakin bingung saja.
Menit-menit berlalu, Diana mulai merasa tenang setelah menangis. Gadis itu melepas pelukannya dan mengusap air mata.
“Fay.” Diana berujar terbata.
“Ya Mbak? Fay dengerin apa yang mau Mbak bicarakan.” Fay mengelus punggung yang masih bergetar itu.“Aku baru aja diputusin sama cowokku. Dia bilang bahwa dia menyukai gadis lain, tiga hari terakhir memang sedikit renggang, tap-tapi ... Dia udah janji mau nikahin aku di tahun ini. Bahkan melamar bulan depan. Tapi itu bohong, Fay....”
Fay mengepalkan tangan, kejadian berulang yang ia dapati hanyalah orang-orang sekitarnya yang ia sayangi mendapat perlakuan buruk lelaki. Gadis itu menggembungkan pipi menahan amarah.
“Mbak Diana tenang ya, masih banyak kok cowok lain yang mungkin lebih baik dari dia. Mbak Diana harus bisa buktikan bahwa Mbak Diana masih baik-baik saja setelah ditinggalkan.”
Diana mengangguk, tersenyum. Kemudian merapikan penampilannya yang sempat kusut karena menangis terlalu lama.
“Oh ya, hujan sudah reda Fay. Kita pulang yuk.”
“Oke, Mbak duluan saja ya. Fay kan bawa motor, habis ini Fay mau ke alfamart beli keperluan.”
“Aku pulang dulu ya.” Diana melenggang pergi meninggalkan payung begitu saja karena rintikan hujan sudah berhenti. Seolah menemani Diana yang terluka, hujan itu berhenti setelah beberapa saat Diana berhenti menangis.
YOU ARE READING
Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)
RomanceKesakitan yang didapat dari kedua lelaki yang pernah dipanggilnya ayah juga kematian sang ibu dua tahun lalu, membuat Gilsha Faynara membenci seorang laki-laki. Pertemuannya dengan dokter muda melalui sebuah peristiwa membuat hatinya goyah. Dengan...