Makan malam keluarga terasa nikmat hari ini karena semua anggota keluarga berkumpul bersama. Mereka jarang bisa melakukan ini jika bukan ada acara besar.
Fariz sibuk dengan bisnisnya di jakarta, hanya ada paman dan bibi yang menemani eyang di pesantren.
Haura makan dengan rasa malu, padahal ia ingin sekali makan banyak malam ini. Apalagi menunya baru dan ia ingin mencicipinya satu persatu.
Abizar yang tau isi kepala haura lantas menoleh ke arahnya, ia menahan senyum saat mata haura tak berhenti menatap makanan di meja.
"Mau tambah lagi?",ujar abizar. Semua orang menatap haura.
"Ah, nggak mas. Udah kenyang", balas haura tersenyum simpul.
"Makan lagi saja nak, ndak papa",ujar bibi yang di iyakan oleh semuanya.
Haura menggeleng, namun abizar tetap mengambilkan makanan itu pada piringnya.
"Ayo makan", abizar menyerahkan sesendok makanan tepat di depan mulut haura.
Haura menggeleng menatap abizar.
"Nggak papa, kamu emang harus makan banyak biar bayi kita juga kenyang",ujar abizar.
Haura menerima suapan dari abizar. Semua anggota keluarga hanya tersenyum melihat ke romantisan mereka.
"Besok kita pulang mas?",tanya haura di pelukan abizar.
Saat ini mereka sudah berada di kamar dan bersiap untuk tidur.
"Kamu mau besok atau lusa pulangnya?",tanya balik abizar.
Ia tak mengapa jika harus lusa pulang, haura memang membutuhkan liburan juga kan.
"Mmm.. Kalau lusa boleh?",tanya haura menatap wajah abizar .
Abizar mengangguk "Boleh, kenapa nggak. Besok mas bawa kamu keliling pesantren mau?"
"Mau mas mau..", balas haura dengan cepat.
"Assalamualaikum", ucap abizar saat masuk ke dalam kamar. Ia baru pulang sholat subuh di masjid.
"Waalaikumusalam mas",balas haura mencium tangan abizar.
"Kamu nggak keluar kamar kan bantuin bunda masak di dapur?",tanya abizar. Anggap saja memang dirinya posesif pada haura yang tak boleh membiarkan istrinya melakukan hal berat maupun ringan.
"Nggak mas, padahal kan aku mau bantu tau", haura cemberut kesal.
"Udah banyak orang yang bantu di dapur, jadi kamu nggak usah ikutan."ujar abizar.
Haura hanya diam tak membalas. Ia kan ingin belajar masak dengan ikut membantu hanaya dan yang lain di dapur.
"Mau sekarang atau nanti sore?",tanya abizar pada haura yang masih betah memainkan ponselnya di atas tempat tidur.
"Haura!".
"Apa!", balas haura galak.
Abizar menghela nafasnya.
"Kalau nggak mau sekarang, mas mau ke tempat santri putra dulu sebentar",ujar abizar.
"Yaudah sana pergi", ujar haura tanpa menoleh.
Ia benar-benar masih kesal dengan sikap abizar yang ini.
Abizar ada keperluan membantu paman mengecek bagian santri putra sekarang, namun sepertinya haura juga sedang dalam mood yang jelek.
"Yasudah mas keluar bentar, Assalamualaikum", pamit abizar.
Haura hanya diam, abizarpun mendekati haura yang berbaring. Ia mengecup kepala haura yang tak tertutup hijab seraya mengelus perut haura yang sudah berumur tiga bulan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIZAR & HAURA the End ✔
Teen Fiction"Sebaiknya kita percepat saja dawas pernikahan mereka, saya takut kalo mereka tinggal bertetanggan gini terjadi hal yang tidak kita ingin kan". Seakan paham dawas mengangguk setuju. "Yaudah bagaimana jika jum'at besok kita nikah kan mereka" "APA...