Pada akhirnya hanya diam yang bisa dilakukan tanpa melakukan apa apa. Tentu saja ini bukan akhir dari segalanya, ini hanya permulaan untuk langkah yang lebih jauh. Hanya saja kenapa baru memulai langkah terasa sangat berat. Apa yang akan tersirat pada langkah ini, apa yang akan Tuhan tunjukan atas jalan yang dipilih.
Hanya berusaha mengambil langkah walau sejengkal tanah. Pembelajaran pada sejengkal langkah kaki kali ini adalah hanya cukup tau dan harus diam saja, tak usah banyak bicara jika pada akhirnya yang terjadi adalah pecahan kaca yang bertebaran disepanjang jalan ini, lebih parahnya adalah ketidaktahuan sampai mana pecahan kaca ini bertebaran.
Jalan selalu punya makna dan cerita yang berbeda beda. Entah jalan berliku, naik turun jalan yang tidak tentu, logak dijalan yang tidak terlihat, retakan jalan yang membuat jalan yang hampir saja runtuh dan lain lagi.
Tuhan jika memang demikian jalan yang harus dilalui, harap harap ada bunga indah yang menanti untuk dilihat di depan sana.
Terkadang dunia mengambil senyuman yang tulus dari hati yang paling dalam. Saat itu terjadi apa yang harus dilakukan? Bahkan saat itu benar benar terjadi pada diri, bisakah merebut kembali senyuman itu?
Hujan badai dengan petir sangat menyambar dan saling bertaut malam itu tak membuat seorang gadis berhenti melangkah. Menggendong tas dan seragam sekolah khas sekolah menengah kejuruan, dengan basah kuyup ia terus berjalan tanpa takut.
Lagipula tidak ada yang akan tahu bahwa gadis itu sedang menangis ditengah hujan badai. Guyuran hujan membantu gadis itu menyembunyikan rasa sakit yang menurut orang orang tak seberapa. Siapa yang tahu jika gadis yang tengah berjalan ditengah hujan ini sedang putus asa? Tidak ada satupun manusia di bumi yang tahu jika ada manusia yang sangat menderita dan putus asa saat ini berjalan di tengah badai.
Perjalanan gadis itu tak berhenti hanya karena badai, luka di telapak kaki tak membuatnya berhenti melangkah. Sampai seorang remaja pria seusianya mengendari sepeda motor berhenti.
"Ta, ayo naik jangan malah hujan hujanan, besok kita harus bimbingan buat PKL Ta, ayo!!" Remaja itu harus sedikit berteriak karena petir bergemuruh.
"Kamu duluan aja Yan, aku masih mau sendiri." Gadis itu menolak ajakannya.
"Ta, jangan gitulah, gw tau lo banyak pikiran tapi jangan buat diri lo sakit, ini udah malem Ta, ayo naik kita pulang."
"Yan, bawa gw pergi, jangan pulang." ucap gadis itu dengan lirih.
"Gw bawa kemanapun lo mau asal kita neduh dulu, sekarang lo naik, hujan nya tambah gede Ta, Ayo!!!!!!"Dalam heningnya suasana malam itu, Vian Adiputra mengendarai motor dengan laju sembari melihat kanan kiri untuk mencari tempat berteduh. Vian tak berhenti berpikir, sebenarnya masalah apa yang dihadapi oleh sahabatnya ini. Vian menemukan sebuah minimarket dan memutuskan untuk berteduh saja disana karna hujan semakin deras.
"Ayo Ta kita berteduh dulu." Ucap Vian sembari mencabut kunci motor.
Gita turun dari motor, disusul Vian yang langsung menarik tangan Gita menjauh dari derasnya hujan.
"Lo duduk dulu disini jangan kemana mana ngerti?!" yang hanya dijawab anggukan oleh Gita.Vian memasuki minimarket, membeli susu vanilla hangat kesukaan Gita juga kopi panas untuk dirinya sendiri dan dua mie cup instan. Tian keluar dengan membawa susu hangat dan kopi panas terlebih dulu agar Gita bisa Menghangatkan tubuhnya dengan susu hangat, Vian simpan dimeja kecil yang disediakan minimarket lalu kembali masuk untuk mengambil mie cup instan lalu duduk didepan Gita.
Melihat susu yang ia beli belum Gita sentuh sama sekali membuatnya prihatin pada keadaan sahabatnya ini. Vian hanya melihat Gita yang menatap cup berisikan susu hangat dengan tatapan kosong. Vian hanya bisa menghela nafas nafas dengan berat melihat sahabatnya dengan keadaan baju basah kuyup dengan air yang menetes dari ujung ujung rambutnya, wajah yang biasa Vian lihat penuh ceria, hari ini Tian melihatnya sangat penuh duka.
"Ta, diminum dulu susunya, angetin dulu badannya Ta."
Tak ada jawaban dari Gita, gadis itu masih menatap cup berisi susu dengan tatapan kosong. Dengan hati hati Vian memegang punggung tangan Gita.
"Yan, gw takut." Dengan nada lirih akhirnya Gita membuka suara.
"Apa yang Lo takutin Ta, hmm?" Tanya Vian dengan lembut.
"Gw takut nggk bisa jadi apa apa kedepannya Yan, gw takut bakalan ngecewain orang orang terdekat gw, banyak harapan yang harus jadi nyata Yan, gw takut. Gw takut nggk bisa wujudin harapan harapan itu. Gw tau mereka nggk nuntut gw, tapi harapan harapan mereka terlihat jelas dimata mereka, Yan."
Vian menatap Gita dengan hangat.
"Gw tau yang lo takutin bukan itu, Ta. Saat lo siap cerita tentang apa yang terjadi, lo bisa datang ke gw." Ucap Vian lembut.Gita menatap dengan berkaca kaca, tak mampu menahan sesuatu di pelupuk matanya. Air mata luruh bersamaan dengan tatapan penuh makna. Gita tau Vian selalu mengerti pada kondisinya, saat Gita bahkan tidak mengerti apa yang sedang dia bingungkan, Vian mengerti apa yang terjadi pada Gita.
Vian terkejut Gita menangis dihadapannya, pasalnya Vian hanya beberapa kali melihat sahabatnya menangis itupun tidak dihadapan banyak orang. Vian pernah melihatnya menangis dengan tersedu dihadapan banyak orang hanya pada saat pemakaman nenek nya. Vian pernah melihatnya meneteskan air mata pada saat Gita sendiri di perpustakaan, entah karena novel yang ia baca atau karna suatu hal yang ia tak tau. Yang Vian tau, jika sahabatnya ini menangis berarti sakit yang ia rasakan bukan main main. Gadis seceria gita bahkan bisa menangis dengan perihnya jika terluka.
Vian memeluk Gita seraya mengusap punggungnya.
"Nangis aja, Ta. Jangan ditahan lagi, gw ada sama lo, Ta. Gw disini."
Tangis Gita semakin terisak bersamaan dengan hujan yang semakin deras.Haloo Guysss,,,
Gimana kabar kalian?
pasti baik baik ajakan??
Iya dong harus baik baik aja.
Segitu dulu buat hari ini, Kita ketemu di part selanjutnya ya.
Jangan lupa beri dukungan dengan Vote and komen.
See you and thakyou♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan
RandomKau tau seorang anak yang sering sekali menjadi tempat orang tuanya berkeluh-kesah? Bila setiap masalah anaknya menjadi tempat berkeluh-kesah maka kemana ia harus bercerita saat semua keluh kesah itu datang?