26. cold

121 22 4
                                    



.

.

.

Setelah hari itu, hubunganku dengan Jeno makin aneh. Dia memang bersikap biasa, tapi kayak nggak bisa. Dia banyak diam saat aku mengunjunginya dan ujung-ujungnya dia malah tidur. Percuma juga aku bertanya sama dia 'kenapa?', karena jawabannya tetap sama.

"aku gapapa!"-

"Aku nggak berubah, mungkin perasaan kamu aja!"-

"Aku cuma ngantuk karena obat!"-

"aku tidur dulu ya,"-

Yah, hanya itu. Kalau dia sudah bilang begitu, aku bisa apa?

Yasudah, mungkin memang benar Cuma perasaan aku aja kalau Jeno jadi aneh.

Namun, ada satu hal yang bikin aku lumayan sakit hati. Tentang hari ini. Hari ini Jeno sudah diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit. Aku sudah bilang ke dia bahwa aku akan kesana. Tapi, dia udah nggak ada lagi disini.

Dia sudah pulang satu jam yang lalu. Aku menatap hamparan salju yang turun lebat didepan gedung utama RS. Lagi-lagi aku mengecek ponselku, memastikan bahwa Jeno akan mengabariku. Sayangnya, tidak.

Aku membuka roomchat-ku bersama Jeno. Pesan yang aku kirim dari kemarin, tidak ada satupun yang ia baca. Tadi, pagi-pagi sekali aku datang mengunjungi Jeno dan dibilang dia tidak memegang handphonenya. Makanya dia nggak ngeliat pesan dan tidak mengangkat panggilanku.

Oke, aku terima alasannya.

Tapi, kenapa dia tidak bilang kalau dia udah pergi dari rumah sakit? Padahal aku udah bilang ke dia pagi tadi, kalau aku bakal balik lagi buat bantuin dia beres-beres dan nganter dia. Aku harus ke perusahaan dulu untuk absen. Setelah itu, aku segera kembali kesini. Walau Jeno sudah tidak ada lagi disini.

Mataku berkaca-kaca saat memikirkannya. Apa aku ada salah padanya? Kenapa Jeno semenyebalkan itu padaku sekarang?

Kalau memang aku menyinggungnya atau berbuat salah padanya, harusnya dia kasih tau. Bagaimana bisa dia memperlakukanku begini?

Lee Jeno, jahat!

Cuaca diluar buruk sekali. Terasa dingin—menusuk sampai ketulang-tulangku. Aku menyimpan kembali ponselku kedalam coat tebal yang kupakai. Aku bingung harus kemana sekarang. Mau pulang, tapi terlalu jauh. Aku sudah terlanjur diluar. Seperti orang gila, dengan berbekal payung dan coat tebal, aku menembus hujan salju lalu pergi. Aku berjalan tanpa arah—mengikuti kemana langkahku pergi.


~Tin—tin!!!


Aku berhenti saat sebuah mobil berwarna putih itu berhenti didekatku. Dia membuka jendela mobilnya. Kepalanya menyembul keluar memanggilku,

"Na Yoora? Kamu ngapain jalan kaki dingin-dingin begini?"-

"Saeron?"- kagetku. Apa-apaan, dia beli mobil baru?

"Iya ini aku. Cepet masuk,"- perintah Saeron.

Aku segera masuk dan duduk disampingnya, "kamu beli mobil baru?"- tanyaku.

Saeron cengengesan bangga, "Iya nih. Keren ngga?"-

Aku mengacungkan kedua jempolku padanya, "Keren! Pakek banget!"-

Saeron menggoyang-goyangkan badannya sembari tersenyum dengan lebar.

"Oh ya, kamu mau kemana? Kok jalan kaki dingin-dingin gini?"-

Forbidden Rencard | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang