Tigapuluh Tujuh🍂

1.6K 411 220
                                    

Akhirnya update, jangan lupa vote sebelum membaca💛

🍂🍂🍂

Senja memberikan keindahan, tapi hanya sementara. Begitu pula kamu yang telah memberikan kenyamanan, tapi hanya semata. Aku mungkin pernah menolak yang datang untuk mempertahankan kamu yang pergi, tapi sekarang aku akan benar-benar mengucapkan selamat tinggal. —Vita

🍂🍂🍂



Cowok putih tinggi yang kini sedang duduk di kursi kelasnya mengeraskan rahang melihat pesan-pesan yang dia kirim selama ini hanya centang satu. Dia menekan tombol telepon, meletakkan ponselnya ke sebelah telinga. Naas, operator yang menjawab.

"Lo kemana sih, Erliss?!" Sorot wajahnya tidak tenang, tidak henti mengirim pesan, entah itu dari WhatsApp, messenger, line, email, atau MMS.

Hampir seminggu dia tidak melihat keberadaan Vita, bahkan dia sudah datang ke rumahnya. Kosong. Dia juga mencari dua temannya yaitu Azka dan Reyhan. Mereka juga mendadak hilang. Teman sekelas Vita pun tidak bisa diharapkan, dua teman yang selalu mengekori Vita juga tidak terlihat. Kata sekretaris mereka memiliki urusan keluarga. Urusan keluarga apa yang bisa serempak?

"Satyaa, cape nulis. Catetin dong," pinta Meisya manja.

"Iya bentar ya, Sya. Mama aku barusan nelepon."

"Mama kamu? Kapan pulang dari Amrik?" Matanya berbinar.

"Minggu depan."

"Wah, bakalan ada makan malem, dong? Aku, kamu, Papa, Mama, sama Mama kamu?"

"Hm iya."

"Nggak sabar banget! Oh iya, pasti kamu diomelin deh, belakangan ini sering ngacuhin aku."

Satya menyunggingkan senyum tipis, bangkit berdiri keluar dari kelas.

"Loh, Satya! Mau kemana lagi?"

"Ke kantin, beliin kamu makanan."

"Ah iya, yang pedes ya! Es tehnya juga jangan lupa! Kalau perlu biskuit sekaligus chiki!"

Selama di perjalanan Satya terus menatap ponsel. Tangannya terkepal erat, rahangnya mengeras. Wajahnya sampai memerah menahan amarah.

"Lo udah berapa tahun kenal gue, Vit?! Kenapa masih belum ngerti gue?!" Dia menendang kursi yang ada di dekatnya. "Yang bodoh itu lo atau gue?"

Dia menendang apa saja yang ada di sekitarnya, berakhir jatuh menyandar di dinding. Mengacak rambut secara frustasi lalu menangis.

Ya, Satya menangis. Mengingat semua perbuatannya yang mungkin sudah sangat keterlaluan kepada Vita.

"Lo gak bisa pergi gitu aja dari gue. Cuma lo yang ngerti gue. Cuma lo yang paham kondisi gue. Cuma lo. Tapi kenapa lo pergi juga dari gue?"

Dia melempar ponselnya ke lantai sampai hancur berantakan.

"Tunggu gue, Vit. Gue bakal cari lo."

***


Lima hari sebelumnya

Azka hendak memarkirkan mobil milik Mamanya yang dia pakai ke rumah Vita ke dalam garasi, tubuhnya seketika mematung mendapati mobil sang Papa berada di depan.

"Papa.... Mampus." Cowok itu melirik ke dalam rumah lalu langsung keluar mobil sebelum memarkirkan dengan benar. Dia berjalan cepat memasuki rumah. Menemukan sang Papa dan Bunda berada di taman belakang, Azka meneguk salivanya sulit. Dilihat dari suasana dan ekspresi, sepertinya dugaan Azka benar. Mereka sudah mendapatkan kabar tentang dirinya dan Vita di sekolah.

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang