Jahat

54 20 175
                                    

Yorala merebahkan dirinya di kasur. Kedua matanya indahnya menatap keluar jendela, menatap rumah besar laki-laki itu. Ragafa hanya tinggal bersama mamanya. Laki-laki itu semakin misterius, membuatnya merasa semakin tertantang untuk mengenalnya lebih jauh.

"Semakin keras usaha kamu ngejauhin aku, semakin keras juga usaha aku milikin kamu, Ragafa."

Di sisi lain, Ragafa yang juga tengah membaringkan diri di ranjangnya. Dengan tatapan bingung, ia mengarahkan pandangannya ke rumah mewah Yorala.

"Jauhin gue ... gue gak mau bikin lo nangis."

📓

"Bundaaa!"

Yorala berlarian menuruni tangga dengan semangat. Melihat Safa yang tengah berdiri di luar pintu, gadis itu langsung memeluknya dari belakang dengan sangat erat. Wanita itu pun tertawa kecil, membelai rambutnya.

"Yora berangkat, Nda! Dengan wajah berseri, gadis itu langsung mencium kedua pipi Safa bergantian. "Do'ain dapet 100 cogan, ya, Nda!" pintanya antusias.

"Iya! Kalo udah dapet, masukin ke paket, bawa ke sini!" cetus Safa.

"Siap, Nda!" Yorala menaikkan tangan kanannya, memberi hormat pada wanita itu.

"Ngapain dulu, sih, anjir!" Suara menyebalkan Yasada, terdengar dari sana. "Buruan, napa! Pantat gue sakit, nih, dipepet kursi terus-terusan!"

"Bawel! Penggangu! Berisik! Jelek!" cerocos Yorala. "Itu Abang Yoraaa!" Gadis itu nyengir lebar.

"Gue jahit mulut lo pake paku, mampus lo!" amuk Yasada.

"Wlee!" Yorala menjulurkan lidahnya, membuat Yasada berkomat-kamit kesal.

"Sana, kasian abang kamu, nungguin." ujar Safa mulai terkekeh.

"Bye, Nda!" Yorala berlarian memasuki mobil Yasada.

Safa menggeleng pelan menatap Yasada dan Yorala yang mulai hilang dari pandangannya. Wanita itu menerbitkan seringai kebahagian di wajah cantiknya. Keluarga mereka terbilang harmonis. Selalu hidup penuh senyuman, tanpa pernah kekurangan uang.

"Hallo, Jeng!" sapa Fidya, ia tidak sengaja melihat Safa, setelah membuka pintu rumahnya.

Rumah mereka nyaris bersatu, hanya satu pagar yang membatasi mereka. Jadi, apa yang dilakukan salah satu keluarga itu, pasti akan mudah diketahui oleh keluarga satunya itu.

"Eh, hallo, Jeng!" balas Safa. Mereka kompak melangkah, sampai akhirnya jarak mereka berdekatan.

"Jeng di sini baru, ya?" tanya Fidya ramah. "Bundanya Yora, kan?"

"Iya, Jeng," balas Safa, tak kalah ramah. "Kok, Jeng tau anak saya?"

"Yora sama anak saya satu sekolah, Jeng." terang Fidya, mendapat anggukan dari Safa

"Ma...." Ragafa tiba-tiba hadir, menyela pembicaraan mereka. "Raga berangkat, ya."

"Oalah, ini anak kamu, toh, Jeng?" tanya Safa kagum. "Ganteng, ya, Jeng! Nama kamu siapa, Sayang?"

"Ragafa, Tan." Ragafa tersenyum. Mengambil tangan Saya dan mencium punggung tangan wanita itu. "Hallo, Tan."

"Anaknya baik, ya, Jeng!" puji Safa. "Kamu temannya Yora, Sayang?"

"Iya, Tan." jawab Ragafa terasa berat.

"Tante titip Yora, ya, Sayang...."

God, please! Apalagi ini? batin Ragafa.

"Iya, Tan." Untuk saat ini, Ragafa hanya mengiyakan saja.

"Ya udah, berangkat, gih, Sayang!" ujar lembut Fidya. "Nanti telat."

Dia dalam Karya (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang