Zhixin masih disana, menatap penuh penasaran pekarangan rumah ketiga itu. Ah tidak bukan pekarangan melainkan pohon rimbun dengan anak lelaki lain yang terlihat sibuk sendiri, bersandar disalah satu dahannya.
"Hey, kau yang diatas pohon!" sapa Zhixin tak lama setelahnya.
Merasa dipanggil, bocah tak dikenal itu menoleh. Alisnya sedikit terangkat melihat Zhixin kali ini bukan dengan truk mainan melainkan sepeda kecil yang dilengkapi roda bantu dikedua sisinya.
'Ck, anak aneh itu,' pikirnya.
"Hey kau!" panggil Zhixin lagi.
"Ada apa?" tanya anak diatas pohon itu. Menatap, sama sekali tak minat.
Zhixin yang sejak awal kedatanganya hanya didasari rasa penasaran bergumam. "Hmm itu... itu... turunlah dan main denga ku. Iya ayo kita bermain," ajaknya. Tersenyum lebar memamerkan dedetan giginya.
Berbeda dengan sang lawan bicara yang malah mentap datar. Dengan tangan yang masih bergelantungan dipohon dia berkata, "Apa untungnya dari main bersama mu?"
Yang mana membuat Zhixin gantian— mengerutkan alis. Entalah dia harus berkata apa untuk menarik perhatian bocah tak dikenal itu.
"Itu... sudah pasti kau akan mendapatkan teman," jawab Zhixin cepat.
"Teman? Tapi aku tidak memerlukan teman," selahnya tak kalah datar. "Aku sudah memiliki Zhang Ji dan juga Hermes."
Zhixin kembali memutar otaknya. "Hey, kau tak bisa berteman dengan hewan bukan pertemanan itu namanya." Lalu terkekeh pelan.
Bocah tak dikenal itu lantas melepaskan tanganya, turun dan menghampiri Zhixin yang masih duduk di sepedanya. "Zhang Ji bukan hewan," ketusnya. Terlihat jauh tak bersahabat.
Membuat Zhixin otomatis terdiam. Maniknya membulat sempurna. Mendengar nama Hermes membuat lelaki kecil itu berpikir Zhang Ji juga merupakan seekor anjing.
"Oh maaf aku kira...," kata Zhixin. Lekas turun dari sepedanya dan membungkuk menyesal. "Tidak. Aku minta maaf."
Hening, jeda beberapa saat sebelum lelaki itu berucap, "Angkat kepala mu dan pergilah."
Zhixin sepenuhnya bernafas berat. "Hmm baiklah. Sekali lagi aku bener-benar minta maaf." Harapannya hancur. Sepertinya berkenalan dengan lelaki bermanik bening itu merupakan hal yang mustahil.
Namun begitu akan mengkayung sepedanya, tiba-tiba anak lelaki itu berucap, "Sebenarnya apa yang kau inginkan?"
Zhixin menoleh tersenyum tipis tetapi melihat wajah datar lelaki itu membuatnya berpikir dua kali untuk tersenyum.
"Aku hanya ingin berkenalan–"
"Su Xinhao," potong lelaki itu cepat.
"Hmm?" gumam Zhixin tak mengerti.
"Nama ku Su Xinhao, bodoh," ketusnya. "Pergilah!"
Zhixin mengguk cepat memutar sepedanya dan berkata lantang, "Aku Zhu Zhixin."
Akan tetapi kali ini lelaki bernama Xinhao menahan stir sepedanya lebih duluh.
Xinhao tersenyum miring. "Ingat anak kecil, jangan datang kesini karena aku tak mau berteman dengan orang aneh seperti mu dan juga... kau tak boleh menyukai ku ingsat itu."
"Tapi karena?" potong Zhixin kecewa.
"Sudah pasti aku tak menyukai mu," selah Xinhao.
"Lalu apa yang harus ku lalukan?" Zhixin kembali memutar otaknya. Berpikir keras."Kau tak mau berteman dengan ku juga melarang ku untuk menyukai mu. Lalu?"
Xinhao hanya mengangkat bahu. "Pikirkan saja sendiri." Tak peduli, yang terpenting Zhixin pergi dari hadapannya sekarang.
"Bagaimana kalau kita pacaran," usul yang lebih tinggi.
Xinhao memiringkan kepalanya. "Pacaran?" tanyanya cukup penasaran.
Dia belum mendengar kata itu sebenarnya bahkan Zhang Ji yang selalu tahu segalanya juga belum perna mengucap kata itu.
Zhixin mengguk cepat juga tersenyum lebar. "Hmm kata Yaowen ge," katanya mulai menjelaskan. "Itu hmm hubungan seperti pertemanan tapi bukan berteman."
Xinhao merotasikan maniknya. Tak puas dengan jawaban Zhixin. "Terserah kau saja asal jangan menyukai ku."
Mungkin ada baiknya dia mencarinya sendiri dibuku atau bertanya pada gege-nya nanti.
"Biaklah. Mulai sekarang ayo kita berpacaran." Zhixin berkata masih dengan senyum lebarnya.
Dia menyodorkan tanganya khas akan bersalaman. "Kau mau kan?" lanjutnya.
"Hmm baiklah kalau begitu," balas Xinhao.
Fin.