17

8.5K 1.1K 71
                                    

Happy Reading

Sorry for the typo(s)

***

Hening betul-betul mengudara di dalam mobil. Mark fokus mengemudi, Jaemin menatap lurus ke depan sembari memangku Jisung, sementara yang paling kecil sudah berada di alam mimpi. Mereka berdua tidak ada yang berniat membuka pembicaraan. 

Karena Jisung sempat menangis saat hendak dipisahkan dari Jaemin, maka dengan sangat amat terpaksa Mark mengantarkan si cantik pulang. 

Sepanjang perjalanan, hati Jaemin tak pernah berhenti merapalkan doa agar waktu berjalan lebih cepat. Ia tidak tahan dengan keheningan yang mencekam seperti di rumah hantu. Saking canggungnya, deru napasnya sampai tak terdengar oleh siapapun kecuali telinganya sendiri. 

"Terima kasih."

Ucapan tersebut membuat Jaemin melirik ke samping melalui ekor matanya. Ia mengerti untuk apa terima kasih dari Mark. "Sama-sama." 

Tanpa melihat lawan bicaranya, Mark kembali berbicara. "Maaf karena Jisung banyak merepotkan." 

"Tidak masalah. Lagipula saya tidak merasa direpotkan." 

Tak ada ekspresi dalam suara mereka. 

Setelah menempuh perjalanan hampir dua puluh menit, mereka tiba. Pelan-pelan Jaemin melepaskan sabuk pengaman, takut mengganggu tidur Jisung. Saat akan menjauhkan Jisung dari pelukannya, Jisung meracau samar dan meremat kerah kemejanya. 

Mark pun turun tangan dan mencoba mengambil alih putranya secara paksa. Kalau dibiarkan, Jaemin tidak akan turun dari mobilnya padahal ia ingin pulang ke rumah secepatnya. 

Jisung menggeliat dan mengerang tanpa membuka matanya. Ia tidak suka tidurnya yang lelap diusik. "Nggak mau," rengeknya setengah sadar. Ia lantas semakin erat memeluk Jaemin sembari menepis tangan Mark di pundaknya. 

Helaan napas lelah lolos dari bibir sang dominan. Ia heran mengapa Jisung tidak bisa diajak bekerja sama di saat genting seperti ini? Jujur ia tidak enak dengan Jaemin. Terlebih, raut wajah lelaki cantik di sampingnya ini mengutarakan lelah. Akhirnya, ia memutuskan menarik paksa jagoannya sebelum jagoannya ini semakin sulit melepaskan Jaemin. Ia tidak sadar perbuatannya tersebut membuat posisi mereka menjadi lebih dekat. 

"Hiks." Jisung menggeleng seraya menggenggam kuat kemeja Jaemin. "Nggak mau, Ayah," pintanya menolak. Tangisnya pecah kemudian.  

Ibu jari Jaemin mengusap air mata yang mengalir di pipi Jisung. Ia memandang Mark ragu-ragu, bimbang dengan kalimat yang hendak ia katakan. "Jika anda tidak keberatan, bagaimana kalau Jisung menginap saja?"

Tanpa pikir panjang Mark menggeleng. Bukannya apa tetapi ia tidak mau merepotkan Jaemin. Pikirnya, lebih baik Jisung menangis. Ia yakin tangis Jisung akan mereda bila kembali terlelap. 

Jaemin menggigit bibir bawahnya. Ia bingung dan tidak tega melihat anak kecil menangis di saat mereka sudah tertidur nyenyak. "Maaf jika saya lancang tapi saya tidak keberatan. Jika anda berkenan, anda bisa menjemput Jisung besok pagi." 

Butuh beberapa detik bagi Mark untuk berpikir. Tidak semudah itu ia menyetujui tawaran Jaemin menilik lelaki cantik ini adalah orang asing dan ia tidak tahu latar belakangnya. Pandangannya tersemat pada Jisung yang telah kembali lelap. Hela napas berat mengiringi anggukan kepalanya. "Terima kasih." 

Soon To Be Jung [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang